Suara.com - Tukang cukur di Afghanistan mengalami krisis setelah Taliban berkuasa karena warga tidak memiliki uang dan takut untuk potong rambut.
Menyadur Straits Times Rabu (22/9/2021), sejak Taliban berkuasa pada pertengahan Agustus, warga Afghanistan takut dihukum jika mereka potong rambut dengan gaya yang modis.
"Sebelumnya, orang-orang datang dan meminta gaya rambut yang berbeda, tapi sekarang tidak seperti itu lagi," kata Shah, tukang cukur berusia 24 tahun.
"Sekarang mereka patah hati," sambungnya. Kini Shah juga harus menutupi tempat usahanya menggunakan tirai di bagian cerminnya agar tidak terlalu mencolok.
Selama berkuasa dari tahun 1996 hingga 2001, Taliban melarang gaya rambut flamboyan dan memaksa pria untuk menumbuhkan janggut.
Setelah Taliban digulingkan, warga banyak yang mencukur rambut sebagai tanda modernitas, termasuk di kota Herat yang relatif kosmopolitan.
"Sekarang orang datang ke sini dan mereka hanya meminta potongan sederhana. Mereka juga tidak mencukur janggut, jadi itu masalah sekarang" kata Shah.
Pria yang sudah berkecimpung dalam bisnis barber shop selama 15 tahun tersebut juga mengungkapkan jika sejak Taliban berkuasa, pendapatan hariannya anjlok dari sekitar Rp 200 ribu menjadi hanya Rp 70 ribu.
Mohammad Yousefi, pria yang juga berprofesi sebagai tukang cukur, juga mengeluhkan pendapatannya berkurang sejak Taliban berkuasa.
Baca Juga: Unjuk Rasa Pencari Suaka Afghanistan di DPR Ricuh
Pria 32 tahun tersebut mengatakan dia harus menurunkan harganya secara dramatis, dari Rp 85.00 menjadi hanya Rp 14.000, untuk menjaga tokonya tetap berjalan.
"Karena Taliban, pelanggan memiliki pendapatan lebih sedikit dan mereka membayar kami lebih sedikit," kata Yousefi.
Yousefi mengatakan bahwa setelah kelompok garis keras Islam itu menguasai Afghanistan, tiba-tiba warga ingin membuat diri mereka terlihat seperti Taliban.
"Ini tidak seperti Taliban yang modis, tetapi orang-orang tidak mencukur janggut mereka karena Taliban akan berhenti dan bertanya kepada mereka tentang hal itu," kata Yousefi.
"Mereka mengatakan itu tidak ada dalam hukum syariah, dan laki-laki harus memiliki janggut dan rambut panjang," sambungnya.
Ali Reza, tukang cukur berusia 36 tahun juga mengungkapkan jika usahanya kini berada di ujung tanduk setelah Taliban berkuasa.
Berita Terkait
Terpopuler
- KPK: Perusahaan Biro Travel Jual 20.000 Kuota Haji Tambahan, Duit Mengalir Sampai...
- Selamat Datang Elkan Baggott Gantikan Mees Hilgers Bela Timnas Indonesia, Peluangnya Sangat Besar
- Jangan Ketinggalan Tren! Begini Cara Cepat Ubah Foto Jadi Miniatur AI yang Lagi Viral
- Hari Pelanggan Nasional 2025: Nikmati Promo Spesial BRI, Diskon Sampai 25%
- Maki-Maki Prabowo dan Ingin Anies Baswedan Jadi Presiden, Ibu Jilbab Pink Viral Disebut Korban AI
Pilihan
-
Media Lokal: AS Trencin Dapat Berlian, Marselino Ferdinan Bikin Eksposur Liga Slovakia Meledak
-
Rieke Diah Pitaloka Bela Uya Kuya dan Eko Patrio: 'Konyol Sih, tapi Mereka Tulus!'
-
Dari Anak Ajaib Jadi Pesakitan: Ironi Perjalanan Karier Nadiem Makarim Sebelum Terjerat Korupsi
-
Nonaktif Hanya Akal-akalan, Tokoh Pergerakan Solo Desak Ahmad Sahroni hingga Eko Patrio Dipecat
-
Paspor Sehari Jadi: Jurus Sat-set untuk yang Kepepet, tapi Siap-siap Dompet Kaget!
Terkini
-
Sejarah Panjang Gudang Garam yang Kini Dihantam Isu PHK Massal Pekerja
-
Pengamat Intelijen: Kinerja Listyo Sigit Bagus tapi Tetap Harus Diganti, Ini Alasannya
-
Terungkap! Rontgen Gigi Hingga Tato Bantu Identifikasi WNA Korban Helikopter Kalsel
-
Misteri Dosen UPI Hilang Terpecahkan: Ditemukan di Lembang dengan Kondisi Memprihatinkan
-
Dugaan Badai PHK Gudang Garam, Benarkah Tanda-tanda Keruntuhan Industri Kretek?
-
Israel Bunuh 15 Jurnalis Palestina Sepanjang Agustus 2025, PJS Ungkap Deretan Pelanggaran Berat
-
Mengenal Tuntutan 17+8 yang Sukses Bikin DPR Pangkas Fasilitas Mewah
-
IPI: Desakan Pencopotan Kapolri Tak Relevan, Prabowo Butuh Listyo Sigit Jaga Stabilitas
-
Arie Total Politik Jengkel Lihat Ulah Jerome Polin saat Demo: Jangan Nyari Heroiknya Doang!
-
Sekarang 'Cuma' Dapat Rp65,5 Juta Per Bulan, Berapa Perbandingan Gaji DPR yang Dulu?