Haedir melanjutkan, pihaknya juga membantah keterangan P2TP2A Luwu Timur di sejumlah media. Disebutkan secara serampangan, berdasarkan interaksi antara para anak korban dengan Terlapor selaku ayah kandung pada saat dipertemukan di P2TP2A Luwu Timur Oktober 2019 silam.
Ketiganya disebut dapat berinteraksi dengan baik dan harmonis dengan terlapor dan disebut, "seakan-akan tidak pernah ada yang terjadi dan tidak ada tanda-tanda trauma pada ketiga anak tersebut kepada ayahnya".
Kedua dokumen ini berasal dari proses yang berpihak pada terlapor. Haedir mengatalan, kesimpulan di dalamnya juga berbahaya dan justru dapat menyesatkan publik.
Tidak hanya itu, menurut psikolog di Makassar yang memeriksa para anak setelah kasus ini dihentikan, tidak ditunjukkannya trauma oleh anak bukan berarti kekerasan seksual terhadap anak tidak terjadi.
Terlebih pada kasus kekerasan seksual yang dilakukan orang terdekat korban, yang umumnya tidak melakukan perbuatannya dengan cara-cara kekerasan, melainkan bujuk rayu, tipu muslihat, atau manipulasi.
"Pendapat keliru petugas P2TP2A Luwu Timur ini juga menunjukkan lemahnya kapasitas petugas sehingga asesmen tersebut harus dikoreksi," tegas Haedir.
Di sisi lain, dalam dokumen hasil asesmen P2TP2A Luwu Timur, justru terdapat keterangan para anak korban yang menceritakan peristiwa kekerasan seksual yang dialami. Sama halnya dalam Visum et Psychiatricum (VeP) terhadap para anak korban, masing-masing menceritakan peristiwa kekerasan seksual yang dilakukan oleh terlapor.
"Keterangan para anak korban dalam dua dokumen tersebut justru diabaikan oleh penyidik Polres Luwu Timur dan prosesnya selanjutnya resmi dihentikan pada 19 Desember 2019," ungkap Haedir.
Sayangkan Respons Polri
Baca Juga: Terlapor Dugaan Pencabulan Anak Kandung Ancam Akan Polisikan Media
Tim kuasa hukum korban juga menyayangkan sikap Polri yang menunggu bukti baru dari pelapor untuk dapat membuka kembali peyidikan. Dikatakan Haedir, pernyataan itu bisa menyesatkan publik karena seolah-olah membebankan pembuktian pada pelapor.
Menurut Haedir, dalam perkara pidana, polisi lah yang memiliki kewenangan untuk mencari bukti, bukan korban maupun masyarakat yang mencari keadilan. Seluruh bukti-bukti hanya dapat ditemukan, diambil melalui sebuah proses hukum.
"Dengan ditutupnya proses penyelidikan melalui surat penetapan penghentian
penyelidikan, maka peluang untuk mendapatkan bukti-pun akan tertutup," papar dia.
Sebaliknya, jika dibuka kembalinya proses penyelidikan akan membuka peluang terhadap munculnyabukti-bukti yang mendukung proses penegakan hukumnya. Bukti yang menguatkan dan alasan mengapa penyelidikan harus dibuka kembali telah disampaikan korban kepada kuasa hukum dalam proses gelar perkara di Polda Sulsel sebelumnya pada 6 Maret 2020.
Haedir menyebut, seluruh dokumen itu hanya akan diserahkan dalam proses penyelidikan atau penyidikan ataupun dalam rangka membuka kembali proses tersebut sebagaimana ketentuan yang berlaku.
Tim kuasa hukum juga mempertanyakan komitmen Polda Sulawesi Selatan untuk melakukan kembali penyelidikan. Sebab dalam Gelar Perkara Khusus Tanggal 6 Maret 2020, tidak ditunjukkan keseriusan untuk membuka kasus ini.
Berita Terkait
-
Kasus Perkosaan Anak di Lutim, Save the Children dan IJF EVAC Desak Ini kepada Pemerintah
-
Terlapor Dugaan Pencabulan Anak Kandung Ancam Akan Polisikan Media
-
Korban Dugaan Pemerkosaan Oleh Ayah Kandung di Luwu Timur Punya Dua Pilihan
-
Polisikan 2 Peneliti ICW Pakai UU ITE, Moeldoko Siapkan 3 Orang Saksi ke Bareskrim Polri
Terpopuler
- Berapa Tarif Hotman Paris yang Jadi Pengacara Nadiem Makarim?
- Upgrade Karyamu! Trik Cepat Bikin Plat Nama 3D Realistis di Foto Miniatur AI
- Jangan Ketinggalan Tren! Begini Cara Cepat Ubah Foto Jadi Miniatur AI yang Lagi Viral
- Pelatih Irak Soroti Kerugian Timnas Indonesia Jelang Kualifikasi Piala Dunia 2026
- 6 Cara Buat Foto Miniatur Motor dan Mobil Ala BANDAI dengan AI yang Viral di Medsos!
Pilihan
-
Dulu Raja Rokok Hingga Saham, Kini Gudang Garam Berada di Tepi Jurang
-
Burden Sharing Kemenkeu-BI Demi Biayai Program Prabowo
-
Skandal Domino Menteri Kehutanan: Beneran Nggak Kenal atau Tanda Hilangnya Integritas?
-
Mikel Merino Hattrick, Spanyol Bantai Turki Setengah Lusin
-
Isu PHK Massal Gudang Garam: Laba Perusahaan Anjlok Parah, Jumlah Karyawan Menyusut?
Terkini
-
Dibalik Polemik Suksesi, Fathian Ungkap Siapa Saja yang Dukung Gibran Jadi Presiden
-
Menpan-RB Kode CPNS 2025 Kembali Dibuka, Ini Cara Daftar dan Syaratnya
-
KPK Kumpulkan Bukti Keterlibatan Sudewo hingga Pembangunan Jalur KA di Sumatera dan Sulawesi
-
CEK FAKTA: Unggahan TikTok Soal Kondisi Ahmad Sahroni, Uya Kuya, dan Eko Patrio Pasca Demo
-
Disdik DKI Akui Tak Punya Data Lengkap Penerima Chromebook dari Era Nadiem, Begini Penjelasannya
-
Berapa Tarif Listrik Terbaru Periode 8-14 September 2025? Berikut Rinciannya
-
Hearts2Hearts Membuat Iklan Shopee 9.9 Super Shopping Day Semakin Seru dengan Nyanyi Lirik Indonesia
-
Kini Harta Turun Drastis, Nadiem Makarim Jadi Menteri Pendidikan Bukan Tambah Kaya?
-
Disebut Pengusaha Pembalakan Liar Main Domino Bareng Menteri? Aziz Wellang Buka Suara!
-
Kekayaan Abdul Kadir Karding, Menteri P2MI Main Domino Bareng Tersangka Pembalakan Liar