Suara.com - Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual mendukung keberadaan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) versi Badan Legislatif (Baleg) per 30 Agustus 2021.
Jaringan dari 1112 nama yang mewakili 140 lembaga dan individu tersebut mendukung keberadaan RUU TPKS versi Baleg sebagai langkah maju di tengah penolakan, berita bohong, dan stigma untuk menghambat kemajuan pembahasan RUU ini sejak 2016.
"Kami, para pendamping korban, organisasi perempuan, advokat, akademisi, pemimpin perempuan akar rumput, pekerja kemanusiaan, jurnalis, kaum muda, aktivis lembaga keagamaan, psiokolog, pekerja sosial, penyintas kekerasan seksual bersatu mengawal RUU TPKS agar menjadi RUU inisiatif DPR dan dibahas DPR secara resmi bersama Pemerintah dan disahkan dalam periode DPR saat ini," ujar Aktivis Jaringan Pembela Hak Asasi Perempuan Korban Kekerasan Seksual Lusia Palulungan, Rabu (3/11/2021).
Karena itu Jaringan Pembela Hak Asasi Perempuan Korban Kekerasan Seksual menyatakan sikap terkait keberadaan RUU RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).
Pertama, pihaknya mendukung judul RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual karena menguatkan bahwa RUU ini merupakan hukum pidana khusus.
"Dengan judul ini, aturan pemidanaan dan hukum acara khusus bisa maksimal diatur pada saat yang sama tetap bisa mengatur aspek non-hukum, seperti pencegahan dan pemulihan korban," ucap Pakar Hukum Tata Negara yang juga bagian dari Aktivis Jaringan Pembela Hak Asasi Perempuan Korban Kekerasan Seksual Bivitri Susanti.
Kedua Jaringan Pembela Hak Asasi Perempuan Korban Kekerasan kata Bivitri, meminta DPR dan pemerintah memperbaiki definisi kekerasan seksual (Pasal 1) di dalam RUU TPKS. Yakni dengan mengeluarkan unsur "secara paksa", dan menambahkan, "kekerasan, penyalahgunaan kekuasaan dan/atau memanfaatkan posisi rentan" sebagai modus kekerasan seksual.
"(Ketiga) mengatur 9 bentuk kekerasan seksual, termasuk yang berbasis siber di dalam RUU TPKS, meskipun tidak harus berdiri sendiri sebagai sebuah delik. (Beberapa usulan perbaikan rumusan hukum terkait bentuk kekerasan seksual, terlampir)," tutur Bivitri.
Keempat, yakni agar ada penambahan rumusan pasal penjembatan (Pasal 33) sehingga ketentuan tindak pidana kekerasan seksual yang diatur di UU lain tetap memberlakukan UU TPKS, baik terkait hukum acara khusus maupun ketentuan lainnya di dalam RUU TPKS.
Baca Juga: Pemerintah Minta DPR Segera Sahkan RUU PKS
Seperti pencegahan dan pemulihan serta aspek lainnya dalam UU TPKS, sepanjang tidak diatur tersendiri di UU lain tersebut.
Kelima, Bivitri menuturkan pihaknya meminta agar mengubah rumusan pasal soal rehabilitasi pelaku (Pasal 9) menjadi tindakan korektif untuk pelaku yang berlaku bagi semua terpidana untuk tujuan mengubah pola pikir,cara pandang dan perilaku seksualnya.
"Tindakan korektif meliputi konseling perubahan perilaku, psikoterapi, dan/atau terapi psikiatrik. Ini untuk menghindari tumpang tindih dengan rehabilitasi korban," kata dia.
Keenam, pihaknya meminta agar memasukkan akses penyandang disabilitas mental dan intelektual dalam ketentuan tentang pemberian keterangan korban atau saksi di Pasal 16.
Ketujuh, Jaringan Pembela Hak Asasi Perempuan Korban Kekerasan meminta untuk dimuat di Pasal 17 pentingnya ketentuan terkait penanganan terpadu dan terintegrasi, terutama bagi korban dalam situasi trauma fisik dan psikis berat agar dapat mengakses layanan satu atap (one stop crisis centre).
Kedelapan, penanganan pendampingan korban tidak hanya dilakukan oleh pemerintah tetapi juga lembaga layanan non-pemerintah, beserta perlindungan yang holistik bagi pendamping.
Berita Terkait
Terpopuler
- Susunan Tim Pelatih Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2025, Indra Sjafri Ditopang Para Legenda
- Diskon Listrik 50 Persen PLN Oktober 2025, Begini Syarat dan Cara Dapat E-Voucher Tambah Daya!
- Shin Tae-yong Batal Comeback, 4 Pemain Timnas Indonesia Bernafas Lega
- 7 Rekomendasi Smartwatch untuk Tangan Kecil: Nyaman Dipakai dan Responsif
- 5 Bedak Padat yang Cocok untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Samarkan Flek Hitam
Pilihan
-
Harga Emas Sabtu 25 Oktober 2025: Antam Masih 'Hilang', UBS dan Galeri 24 Menguat
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
-
Bayar Hacker untuk Tes Sistem Pajak Coretax, Menkeu Purbaya: Programmer-nya Baru Lulus SMA
-
Perbandingan Spesifikasi HONOR Pad X7 vs Redmi Pad SE 8.7, Duel Tablet Murah Rp 1 Jutaan
-
Di GJAW 2025 Toyota Akan Luncurkan Mobil Hybrid Paling Ditunggu, Veloz?
Terkini
-
Perkuat Ekosistem Bisnis, BNI dan Anak Usaha Dorong Daya Saing UMKM di wondr JRF Expo
-
Dosen Merapat! Kemenag-LPDP Guyur Dana Riset Rp 2 Miliar, Ini Caranya
-
Lewat Bank Sampah, Warga Kini Terbiasa Daur Ulang Sampah di Sungai Cisadane
-
Tragis! Lexus Ringsek Tertimpa Pohon Tumbang di Pondok Indah, Pengemudi Tewas
-
Atap Arena Padel di Meruya Roboh Saat Final Kompetisi, Yura Yunita Pulang Lebih Awal
-
Hadiri Konferensi Damai di Vatikan, Menag Soroti Warisan Kemanusiaan Paus Fransiskus
-
Nyaris Jadi Korban! Nenek 66 Tahun Ceritakan Kengerian Saat Atap Arena Padel Ambruk di Depan Mata
-
PLN Hadirkan Terang di Klaten, Wujudkan Harapan Baru Warga di HLN ke-80
-
Geger KTT ASEAN: Prabowo Dipanggil Jokowi, TV Pemerintah Malaysia Langsung Minta Maaf
-
88 Tas Mewah Sandra Dewi Cuma Akal-akalan Harvey Moeis, Bukan Endorsement?