Suara.com - Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan Pimpinan Pusat (Diktilitbang PP) Muhammadiyah meminta Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim mencabut Permendikbudristek No 30 Tahun 2021.
Diketahui pada September 2021, Nadiem mengeluarkan Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi (Permen Dikbudristek No 30 Tahun 2021).
Ketua Diktilitbang PP Muhammadiyah Lincolin Arsyad mengatakan pihaknya mengkritik karena aturan tersebut memiliki masalah formil dan materil.
"Sebaiknya mencabut atau melakukan perubahan terhadap Permendikbudristek No 30 Tahun 2021, agar perumusan peraturan sesuai dengan ketentuan formil pembentukan peraturan perundang-undangan dan secara materil tidak terdapat norma yang bertentangan dengan agama, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945," ujar Arsyad dalam keterangannya, Selasa (9/11/2021).
Ia menjelaskan permasalahan formil yaitu di dalam Permendikbudristek No 30 Tahun 2021, tidak memenuhi asas keterbukaan dalam proses pembentukannya
Selain itu, tidak terpenuhinya asas keterbukaan tersebut, terjadi karena pihak-pihak yang terkait dengan materi Permendikbudristek No 30 Tahun 2021 tidak dilibatkan secara luas, utuh, dan minimnya informasi dalam setiap tahapan pembentukan.
"Hal ini bertentangan dengan Pasal 5 huruf g Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang menegaskan bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan (termasuk peraturan menteri) harus dilakukan berdasarkan asas keterbukaan," ucap dia.
Poin selanjutnya, Diktilitbang PP Muhammadiyah juga menyoroti Permendikbudristek No 30 Tahun 2021 tidak tertib materi muatan.
Pasalnya terdapat dua kesalahan materi muatan yang mencerminkan adanya pengaturan yang melampaui kewenangan.
Baca Juga: LBH Dorong Menteri Nadiem Jelaskan Permen PPKS Agar Tak Multitafsir
Pertama, Permendikbudristek No 30 Tahun 2021 mengatur materi muatan yang seharusnya diatur dalam level undang-undang, seperti mengatur norma pelanggaran seksual yang diikuti dengan ragam sanksi yang tidak proporsional.
"Kedua, Permendikbudristek No 30 Tahun 2021 mengatur norma yang bersifat terlalu rigid dan mengurangi otonomi kelembagaan perguruan tinggi (vide Pasal 62 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi) melalui pembentukan 'Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual' (vide Pasal 23 Permendikbudristek No 30 Tahun 2021)," tutur Arsyad.
Sementara permasalahan materiil yakni poin pertama di Pasal 1 angka 1 merumuskan norma tentang kekerasan seksual dengan basis "ketimpangan relasi kuasa" mengandung pandangan yang menyederhanakan masalah pada satu faktor.
Padahal, kata dia, sejatinya multikausa, serta bagi masyarakat Indonesia yang beragama, pandangan tersebut bertentangan dengan ajaran agama, khususnya Islam yang menjunjung tinggi kemuliaan laki-laki dan perempuan dalam relasi mu’asyarah bil-ma’ruf atau relasi kebaikan berbasis ahlak mulia.
Poin kedua, yakni perumusan norma kekerasan seksual yang diatur dalam Pasal 5 ayat (2) yang memuat frasa 'tanpa persetujuan korban' dalam Permendikbudristek No 30 Tahun 2021, mendegradasi substansi kekerasan seksual, yang mengandung makna dapat dibenarkan apabila ada 'persetujuan korban (consent).'
Adapun poin ketiga yang disoroti Diktilitbang PP Muhammadiyah yakni rumusan norma kekerasan seksual yang diatur dalam Pasal 5 Permendikbudristek No 30 Tahun 2021 menimbulkan makna legalisasi terhadap perbuatan asusila dan seks bebas berbasis persetujuan.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Nikmati Segarnya Re.juve Spesial HUT ke-130 BRI: Harga Istimewa Mulai Rp13 Ribu
Pilihan
-
Kehabisan Gas dan Bahan Baku, Dapur MBG Aceh Bertahan dengan Menu Lokal
-
Saham Entitas Grup Astra Anjlok 5,87% Sepekan, Terseret Sentimen Penutupan Tambang Emas Martabe
-
Pemerintah Naikkan Rentang Alpha Penentuan UMP Jadi 0,5 hingga 0,9, Ini Alasannya
-
Prabowo Perintahkan Tanam Sawit di Papua, Ini Penjelasan Bahlil
-
Peresmian Proyek RDMP Kilang Balikpapan Ditunda, Bahlil Beri Penjelasan
Terkini
-
Prabowo Kunjungan di Sumatra Barat, Tinjau Penanganan Bencana dan Pemulihan Infrastruktur
-
Viral Tumpukan Sampah Ciputat Akhirnya Diangkut, Pemkot Tangsel Siapkan Solusi PSEL
-
KPK Buka Peluang Periksa Istri Ridwan Kamil di Kasus Korupsi Bank BJB, Sebut Perceraian Tak Pengaruh
-
Membara Kala Basah, Kenapa Kebakaran di Jakarta Justru Meningkat Saat Hujan?
-
Keroyok 'Mata Elang' Hingga Tewas, Dua Polisi Dipecat, Empat Lainnya Demosi
-
Disebut-sebut di Sidang Korupsi Chromebook: Wali Kota Semarang Agustina: Saya Tak Terima Apa Pun
-
Kemenbud Resmi Tetapkan 85 Cagar Budaya Peringkat Nasional, Total Jadi 313
-
Bukan Sekadar Viral: Kenapa Tabola Bale dan Tor Monitor Ketua Bisa Menguasai Dunia Maya?
-
Muncul SE Kudeta Gus Yahya dari Kursi Ketum PBNU, Wasekjen: Itu Cacat Hukum!
-
Drone Misterius, Serdadu Diserang: Apa yang Terjadi di Area Tambang Emas Ketapang?