Suara.com - Menjadi 'cleaner' atau petugas pembersih mungkin bukan pekerjaan yang disukai banyak orang. Padahal ini adalah pekerjaan penting.
Tanpa mereka, kita tidak bisa menjalankan aktivitas dengan nyaman. Keberadaan mereka semakin penting di tengah pandemi COVID-19.
Sam Kahandawala mengatakan dia kadang harus bekerja selama 20 jam sehari untuk membuat bisnisnya tetap berjalan dan dilakukan di tengah keadaaan yang sulit.
Inilah pengalaman Sam Kahandawala yang diceritakan kepada ABC.
Sebelum pandemi. perusahaan 'cleaning' milik saya memiliki kontrak dengan berbagai klub malam di Melbourne, perkebunan anggur dan tempat bermain golf. Namun kemudian semua terhenti.
Itulah kejutan yang luar biasa. Pendapatan kami turun 50 persen. Separuh dari karyawan kami pindah ke negara bagian lain atau pulang ke negara asal mereka.
Ketika istri saya dan saya memulai bisnis pembersih, saya hampir tidak banyak terlibat.
Namun sekarang delapan tahun setelah memiliki bisnis tersebut, saya kembali harus turun tangan bahkan bekerja langsung.
Kami masih memiliki kerjaan secara teratur, tujuh hari seminggu membersihkan pub, atau lima hari seminggu membersihkan kantor atau hotel, dan saya bekerja di empat tempat sekarang ini.
Baca Juga: Cium Bau Mencurigakan, Petugas Kebersihan Terkejut Temukan Ini di Gorong-gorong
Beberapa orang yang menjadi 'supervisor' malah harus membersihkan 10 tempat. Biasanya mereka hanya membantu sekadarnya atau kalau ada yang sakit.
Di tengah kesibukan sebagai pembersih dan juga sebagai manajer, saya kadang harus bekerja keseluruhan 20 jam sehari.
'Dua tahun terakhir ini berat sekali'
Mereka yang mau bekerja sebagai 'cleaner' jadi masalah terbesar yang kami hadapi.
Kebanyakan yang kerja sebelumnya adalah mereka yang berasal dari luar negeri.
Banyak mahasiswa internasional berhenti bekerja karena mereka tidak memiliki visa permanen.
Beberapa pulang ke negara asal atau pindah ke negara bagian lain yang tidak 'lockdown'.
Mereka memiliki kesempatan lebih besar di sana untuk bisa menjadi warga permanen di Australia.
Banyak juga karyawan kami yang kehilangan pekerjaan, karena status visa mereka adalah bukan penduduk tetap, atau 'permanent resident' (PR). Mereka tidak mendapat bantuan dari pemerintah Australia lewat program 'JobKeeper' atau 'JobSeeker'.
Kami sudah mencoba yang terbaik untuk memberi mereka pekerjaan, namun kami tidak bisa berbuat banyak karena bisnis menurun 50 persen.
Keadaan mulai membaik ketika kami mendapat tawaran membersihkan tempat-tempat yang dianggap terekspos COVID-19, namun juga sulit karena butuh yang sudah berpengalaman.
Banyak yang bisa bekerja tapi sudah lama tidak melakukan kerja bersih-bersih selama beberapa tahun terakhir.
Mereka pernah bekerja sebagai pembersih di Australia enam sampai 10 tahun lalu, namun sekarang bekerja di bidang akuntansi dan butuh penghasilan tambahan.
Diperlukan banyak biaya untuk melatih mereka dan kami tahu mereka hanya mau bekerja selama beberapa bulan dan kemudian berhenti.
Menjadi petugas pembersih sering dipandang sebagai pekerjaan yang orang tidak mau melakukannya, tetapi sebenarnya penting.
Tanpa petugas pembersih, kadang bisnis tidak bisa berjalan, apalagi sekarang di tengah pandemi.
Saya kira pemerintah dan negara harus memberikan perhatian kepada industri pembersih ini lebih serius dan keamanan mereka yang bekerja di sana.
Apa yang dilakukan di lokasi terekspos COVID?
Kami bekerja dalam tim beranggota lima orang dan diperlukan sekitar empat sampai lima jam untuk membersihkan satu lokasi.
Setiap 45 menit kami harus beristirahat selama 10 menit untuk bernapas karena mengenakan alat perlindungan diri (APD), yang membuat pergerakan susah dan juga mengganggu pernapasan.
Sekarang keadaan menjadi lebih baik, masker wajah sudah lebih nyaman dikenakan.
Bahan kimia pembersih yang direkomendasikan oleh pemerintah Australia sangatlah keras.
Bahan kimia mengandung bahan lebih keras dari bahan yang biasanya digunakan membersihkan gedung perkantoran atau pub.
Kami juga memiliki karyawan yang bekerja di zona merah.
Tugas mereka membersihkan fasilitas rumah perawatan lansia, di mana mereka yang terkena COVID masih tinggal di sana. Petugas harus masuk ke dalam kamar pasien dan membersihkan seluruh bagian yang mungkin disentuhnya.
Rasanya aneh pergi ke sebuah tempat di mana kita tahu ada pasien yang sedang terbaring atau duduk di kamar tersebut.
Kadang yang dilakukan adalah petugas pertama membersihkan, kemudian petugas kedua akan datang belakangan untuk melakukan hal yang sama.
Sebenarnya pekerjaan ini menyenangkan juga karena kami tahu apa yang dilakukan. Semua pekerja sudah kami latih dan memiliki kualifikasi penuh.
Aturan yang harus diikuti ketat sekali. Kami harus mengambil 400 foto di tempat yang kami bersihkan ketika selesai.
Saya pribadi harus mengecek satu per satu foto sebelum menandatangani dokumen mengatakan pekerjaan di situ sudah selesai.
Kami membersihkan tempat tersebut dan kemudian staf dari Departemen Kesehatan akan datang keesokan harinya untuk melakukan pengecekan.
Lega rasanya bila kita mengunjungi pusat perbelanjaan atau supermarket dan kita tahu tempat tersebut baru saja dibersihkan dengan lebih teliti, meski yang melakukannya bukan dari perusahaan saya.
Setelah dibersihkan kita jadi yakin tidak ada lagi virus di sana.
Bagaimana setelah 'lockdown' dicabut?
Selama tiga pekan terakhir, setelah dicabutnya 'lockdown' di Melbourne, permintaan untuk membersihkan di lokasi-lokasi tempat orang terpapar COVID-19 berkurang.
Kami pernah memiliki 100 klien dalam seminggu, namun sekarang hanya membersihkan lima empat.
Bahkan kadang selama beberapa hari tidak ada panggilan sama sekali.
Kami memang masih memiliki tempat yang biasa kami bersihkan, namun belum bekerja penuh seperti sebelumnya.
Banyak bisnis yang sadar mereka harus melakukan pembersihan lebih seksama dari sebelum pandemi. Namun mereka tidak mau melakukannya karena pendapatan yang masih rendah.
Mereka mungkin perlu waktu beberapa bulan lagi untuk bisa mendapatkan penghasilan seperti sebelumnya.
Salah satu perkantoran di mana kami sebelumnya bekerja selama lima hari seminggu sekarang hanya memerlukan kami dua hari seminggu.
Dari yang saya ketahui, semua tempat yang mungkin disentuh oleh manusia sekarang dibersihkan oleh resepsionis setiap pagi.
Saya tahu keadaan memang sulit bagi dunia bisnis.
Dan mereka yang sudah membayar 30 hari sebelumnya sekarang meminta 60 hari.
Keadaan juga masih sulit bagi kami. Kami harus mengurusi semuanya dan kami harus waspada setiap saat karena banyak pekerja kami masih baru di industri ini dan masih dilatih.
Namun saya bangga dengan apa yang sudah kami lakukan.
Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC
Berita Terkait
-
4 Rekomendasi Face Wash Non SLS yang Aman untuk Kulit Sensitif
-
4 Pembersih Wajah Korea dengan Tea Tree, Cocok untuk Rawat Kulit Berjerawat
-
7 Rekomendasi Face Wipes untuk Traveler, Praktis Bersihkan Wajah Mulai Rp19 Ribu
-
4 Cleanser Berbahan Madu Rahasia untuk Wajah Terasa Kenyal dan Sehat!
-
4 Cleansing Tissue Solusi Praktis Bersihkan Makeup, Harga Mulai Rp19 Ribu!
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
Otak Pembakar Rumah Hakim PN Medan Ternyata Mantan Karyawan, Dendam Pribadi Jadi Pemicu
-
Dari IPB hingga UGM, Pakar Pangan dan Gizi Siap Dukung BGN untuk Kemajuan Program MBG
-
Menhaj Rombak Skema Kuota Haji: yang Daftar Duluan, Berangkat Lebih Dulu
-
Isu Yahya Cholil Staquf 'Dimakzulkan' Syuriyah PBNU, Masalah Zionisme Jadi Sebab?
-
Siap-siap! KPK akan Panggil Ridwan Kamil Usai Periksa Pihak Internal BJB
-
Bukan Tax Amnesty, Kejagung Cekal Eks Dirjen dan Bos Djarum Terkait Skandal Pengurangan Pajak
-
Menhaj Irfan Siapkan Kanwil Se-Indonesia: Tak Ada Ruang Main-main Jelang Haji 2026
-
Tembus Rp204 Triliun, Pramono Klaim Jakarta Masih Jadi Primadona Investasi Nasional
-
Nestapa Ratusan Eks Pekerja PT Primissima, Hak yang Tertahan dan Jerih Tak Terbalas
-
Ahli Bedah & Intervensi Jantung RS dr. Soebandi Jember Sukses Selamatkan Pasien Luka Tembus Aorta