Suara.com - Polri mengklaim tak menemukan adanya unsur kesengajaan yang dilakukan oleh penyidik Polres Cirebon dalam menetapkan Nurhayati sebagai tersangka kasus dugaan korupsi di Desa Citemu. Dalihnya, penetapan tersangka terhadap pelapor kasus korupsi ini merujuk pada petunjuk Jaksa Peneliti dari Kejaksaan Negeri Cirebon.
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto menilai hal ini sebagai bentuk degradasi profesionalitas penyidik Polri. Sebab proses penyidikan menurutnya harus dilakukan berdasar aturan dan fakta hukum, bukan sekadar petunjuk dari Jaksa.
"Artinya memang sudah jadi degradasi profesionalitas penyidik. Sebuah proses penyidikan hukum tentunya dilakukan secara sadar berdasar aturan-aturan dan fakta-fakta hukum yang ada bukan sekadar petunjuk Jaksa," kata Bambang kepada suara.com, Selasa (1/3/2022).
Petunjuk Jaksa Peneliti, kata Bambang, semestinya dibaca dari beberapa sudut pandang untuk melengkapi berkas perkara bila kasus tersebut memiliki bukti-bukti permulaan yang cukup. Jika memang tidak ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, maka sudah semestinya perkara tersebut dihentikan sejak awal.
"Sebelum memutuskan seseorang menjadi tersangka, ada SPDP atau surat perintah dimulainya penyidikan. Ini yang harus diusut tuntas, siapa yang mengeluarkan dan bukti permulaan apa saja yang membuat dasar dimulainya penyidikan? Kalau bukti-bukti permulaan tidak cukup, memang sejak awal tidak diperlukan SPDP, apalagi meneruskan kasus yang ujungnya adalah SP3," katanya.
"Di situlah letak profesionalisme dan independensi penyidik. Kalau penyidik sudah tidak memiliki integritas, independensi, dan profesionalitas sebaiknya dicopot saja, karena akan mengganggu rasa keadilan publik," imbuhnya.
Selain mengganggu rasa keadilan publik, tindakan penyidik Polres Cirebon yang menetapkan tersangka terhadap pelapor kasus korupsi ini juga dinilai akan menurunkan kepercayaan publik terhadap institusi Polri. Apalagi, dalih mereka menetapkan Nurhayati sebagai tersangka hanya merujuk pada petunjuk Jaksa Peneliti.
"Dampaknya tentu saja akan menurunkan kepercayaan publik pada kepolisian," jelas Bambang.
Sebelumnya, jejaring media sosial sempat dihebohkan oleh video berisi pengakuan seorang perempuan atas nama Nurhayati yang mengaku sebagai Kepala Urusan (Kaur) keuangan Desa Citemu Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon.
Dalam video berdurasi 2,5 detik itu, Nurhayati mengaku statusnya sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri Kabupaten Cirebon.
Ia mengaku kecewa dan tak mengerti atas penetapan dirinya sebagai tersangka. Pasalnya, ia merupakan pihak pemberi informasi yang membantu pengungkapan kasus korupsi di Desa Citemu.
“Saya pribadi yang tidak mengerti akan hukum itu merasa janggal karena saya sendiri sebagai pelapor, saya yang memberikan keterangan, informasi kepada penyidik selama hampir dua tahun prosesnya, di ujung akhir Tahun 2021, saya ditetapkan sebagai tersangka,” ungkapnya dalam video tersebut.
Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto mengklaim tidak menemukan adanya unsur kesengajaan dari penyidik Polres Cirebon untuk menetapkan Nurhayati sebagai tersangka. Dia berdalih penetapan tersangka dilakukan berdasar petunjuk Jaksa Peneliti untuk mendalami adanya dugaan perbuatan melawan hukum yang dilakukan Nurhayati.
"Dari diskusi dengan Karowassidik dan Dirtipidkor belum terlihat unsur sengaja mentersangkakan Nurhayati dalam kasus tersebut," kata Agus kepada wartawan, Sabtu (26/2) lalu.
Kendati begitu, Agus memastikan akan memproses penyidik Polres Cirebon apabila nantinya ditemukan kelalaian dalam melakukan proses penyidikan. Namun, menurutnya masalah ini perlu dilihat terlebih dahulu secara utuh.
Berita Terkait
-
Pelapor Korupsi Sempat jadi Tersangka, Anggota DPR RI: Jangan Main dalam Menegakkan Hukum
-
Pelapor Korupsi Jadi Tersangka, Kejaksaan Agung Bakal Periksa Jaksa Peneliti Kejari Kabupaten Cirebon
-
Penyidik Polres Cirebon Yang Tetapkan Nurhayati Jadi Tersangka Terancam Sanksi Tegas
-
Perjuangan Nurhayati Sang Pembongkar Kasus Korupsi Berbuah Manis
-
Penjelasan Mahfud MD Soal Mekanisme Pencabutan Status Tersangka Nurhayati
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Keluarga 3 Baris Rp50 Jutaan Paling Dicari, Terbaik Sepanjang Masa
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Sepatu Running Lokal Selevel Asics Original, Kualitas Juara Harga Aman di Dompet
- Nikmati Segarnya Re.juve Spesial HUT ke-130 BRI: Harga Istimewa Mulai Rp13 Ribu
Pilihan
-
Jadwal dan Link Streaming Nonton Rizky Ridho Bakal Raih Puskas Award 2025 Malam Ini
-
5 HP RAM 6 GB Paling Murah untuk Multitasking Lancar bagi Pengguna Umum
-
Viral Atlet Indonesia Lagi Hamil 4 Bulan Tetap Bertanding di SEA Games 2025, Eh Dapat Emas
-
6 HP Snapdragon RAM 8 GB Termurah: Terbaik untuk Daily Driver Gaming dan Multitasking
-
Analisis: Taktik Jitu Andoni Iraola Obrak Abrik Jantung Pertahanan Manchester United
Terkini
-
Antrean Panjang di Stasiun, Kenapa Kereta Api Selalu Jadi Primadona di Periode Libur Panjang?
-
Kasus Deforestasi PT Mayawana, Kepala Adat Dayak Penjaga Hutan di Kalbar Dijadikan Tersangka
-
Eks Pejabat KPI Tepis Tudingan Jaksa Atur Penyewaan Kapal dan Ekspor Minyak
-
Diperiksa KPK Soal Korupsi Haji, Gus Yaqut Pilih Irit Bicara: Tanya Penyidik
-
Buka-bukaan Kerry Riza di Sidang: Terminal OTM Hentikan Ketergantungan Pasokan BBM dari Singapura
-
MBG Dinilai Efektif sebagai Instrumen Pengendali Harga
-
Ultimatum Keras Prabowo: Pejabat Tak Setia ke Rakyat Silakan Berhenti, Kita Copot!
-
Legislator DPR: YouTuber Ferry Irwandi Layak Diapresiasi Negara Lewat BPIP
-
Racun Sianida Akhiri Pertemanan, Mahasiswa di Jambi Divonis 17 Tahun Penjara
-
Ramai Narasi Perpol Lawan Putusan MK, Dinilai Tendensius dan Tak Berdasar