Suara.com - Wakil Ketua Badan Pengurus Setara Institute Bonar Tigor Naipospos mengatakan keputusan Panglima TNI Andika Perkasa untuk memperbolehkan keturunan PKI mengikuti tes penerimaan prajurit TNI tahun 2022 patut diberikan acungan jempol dan mendapat apresiasi tinggi.
Bonar mengatakan peristiwa 1965 sudah terjadi lebih dari 50 tahun dan mereka yang merupakan keturunan PKI dan simpatisannya saat ini merupakan generasi ketiga (cucu) dan keempat (cicit).
Menurut Bonar adalah tindakan yang irasional dan diluar perikemanusiaan apabila mereka tetap menanggung "dosa turunan" dan diperlakukan tidak setara sebagai warganegara.
"Sudah saatnya bangsa ini berdamai dengan sejarah masa lalu. Setiap warganegara apapun latar belakang sosialnya sepanjang tidak terlibat perbuatan melanggar hukum berhak untuk menyumbangkan tenaganya menjadi bagian pertahanan Indonesia," katanya, hari ini.
Setara Institute berharap keputusan Panglima TNI hendaknya menjadi terobosan baru bagi bangsa ini dalam melakukan refleksi dan rekonsiliasi terhadap peristiwa 1965. Sudah saatnya mata rantai stigma dan banalitas diakhiri. Termasuk juga upaya untuk menjadikan peristiwa 1965 sebagai komoditi kelompok tertentu untuk menyudutkan kompetitor politiknya.
Setara Institute juga meminta perhatian dari Panglima TNI terhadap keluhan dari kelompok penghayat yang ingin menyumbangkan tenaganya untuk menjadi prajurit TNI.
Dalam catatan Setara Institute, mereka yang merupakan keturunan kelompok penghayat mengalami hambatan dan diskriminasi ketika hendak melakukan pendaftaran melalui formulir online. Dikarenakan di formulir tersebut tidak ada kolom agama dan keyakinan untuk penghayat sehingga kalaupun mereka bersikeras ingin menjadi prajurit TNI, mereka harus memilih agama dan keyakinan lain.
Padahal di institusi pemerintah lain dan dan juga kepolisian hambatan semacam itu tidak ditemukan, kata Bonar.
Menurut Bonar ketiadaan kolom untuk kelompok penghayat dalam formulir online untuk menjadi prajurit TNI jelas bertentangan dengan UUD Adminduk Nomor 24 Tahun 2013 dan Keputusan Mahkamah Konstitusi November 2017 yang menyatakan warganegara berhak untuk mengisi kolom agama dan KTP sesuai dengan kepercayaan masing-masing.
"Hendaknya Panglima TNI mengambil langkah perbaikan agar kelompok penghayat memiliki peluang dan kesempatan yang sama sebagai warganegara untuk menjadi prajurit TNI," katanya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Tak Ada Tawar Menawar! Analis Sebut Reformasi Polri Mustahil Tanpa Ganti Kapolri
-
Menjelajahi Jantung Maluku: "Buru Expedition" Wanadri Ungkap Kekayaan Tersembunyi Pulau Buru
-
Polemik Ijazah Gibran Tak Substansial tapi Jadi Gaduh Politik
-
Klarifikasi Ijazah Gibran Penting agar Tidak Ulangi Kasus Jokowi
-
Menkeu Purbaya Ultimatum ke Pengelolaan Program Makan Gratis: Nggak Jalan, Kita Ambil Duitnya!
-
Eks Kapolri Tegaskan Polri di Bawah Presiden: Perspektif Historis dan Konstitusional
-
J Trust Bank Desak Crowde Lebih Kooperatif dan Selesaikan Kewajiban
-
KPK: Penyidikan Korupsi Haji Tidak Mengarah ke PBNU
-
Ancol Rencanakan Reklamasi 65 Hektare, Pastikan Tak Gunakan Dana APBD
-
Dirut PAM Jaya Jamin Investor Tak Bisa Paksa Naikkan Tarif Air Pasca-IPO