Suara.com - Negara-negara Timur Tengah berupaya meningkatkan kemandirian pangan mereka untuk mengatasi kekurangan gandum akibat perang di Ukraina. Tapi masih banyak tantangan untuk mencapai hal itu saat ini.
Anjloknya impor gandum tahun ini akibat perang di Ukraina membuat negara-negara Timur Tengah menjadikan swasembada pangan sebagai salah satu prioritas utama. "Upaya di Timur Tengah telah berlipat ganda setelah pandemi global dan krisis Rusia-Ukraina,” kata Neil Quilliam, ahli Timur Tengah dan Afrika Utara di lembaga pemikir Chatham House yang berbasis di London kepada DW.
Salah satu contohnya adalah Lebanon, yang lahan roduksi gandumnya mencakup 50.000 hektar, sedangkan untuk memasok cukup pangan bagi 6,5 juta penduduk akan dibutuhkan 180.000 hektar.
"Selama beberapa dekade, Lebanon adalah pengimpor gandum skala besar karena biaya impor lebih murah daripada menanam gandum. Tetapi karena krisis, kami terpaksa mencari rencana alternatif," ujar Abdallah Nasreddine, juru bicara kementerian pertanian Lebanon.
"Kementerian pertanian telah menugaskan LSM internasional untuk menguji di mana tanah cukup subur, tetapi untuk ini kami membutuhkan dana," katanya kepada DW. Memang masih dibutuhkan perubahan ekonomi dan struktural sebelum lebih banyak bantuan keuangan bisa datang dari Bank Dunia atau Dana Moneter Internasional (IMF).
Perubahan itu tampaknya sulit dicapai karena perekonomi negara itu sejak lama berada di ambang kehancuran. Bibit yang lebih baik, lebih banyak lahan Mesir, negara terpadat di Timur Tengah dengan 102 juta penduduk, juga menghadapi masalah dengan pasokan gandum akibat perang di Ukraina.
Penduduk Mesir tahun ini diperkirakan akan mengonsumsi sekitar 20 juta ton, tapi produksi dalam negeri hanya 10 juta ton per tahun. Sisanya biasanya diimpor dari Ukraina dan Rusia.
Tapi yang dibutuhkan bukan hanya gandum. Mesir mengimpor 80% pasokan pangannya dari Ukraina dan Rusia. Setelah pecah perang di Ukraina, pemerintah Mesir mengembangkan agenda tiga langkah untuk mendongkrak produksi lokal.
"Tahun ini, pemerintah telah mengalokasikan 250.000 hektar sebagai lahan baru untuk budidaya gandum, dan tahun depan ditargetkan meningkat menjadi 500.000 hektar,” kata Aladdin Hamwieh, ahli bioteknologi di Pusat Penelitian Pertanian Internasional di Daerah Kering ICARDA, yang berafiliasi dengan pemerintah.
Baca Juga: Perang Ukraina: Kisah Lansia yang Tidak Punya Pilihan Selain Tetap Tinggal
"Ini merupakan tambahan dari 1,5 juta hektar yang telah dikembangkan pemerintah dalam beberapa tahun terakhir," tambahnya.
Selain di lembah Delta yang subur, gandum kini juga ditanam di daerah gurun Mesir Hulu, padahal tanah yang kering membutuhkan lebih banyak pupuk.
Pemerintah juga mendorong produksi lokal dengan menyediakan benih bersertifikat bagi petani yang menghasilkan panen lebih tinggi. Pemerintah Mesir menjalankan program subsidi makanan untuk 70% populasi — terutama untuk roti, makanan pokok utama penduduk Mesir.
Namun, masih banyak inovasi yang dibutuhkan untuk menggenjot budidaya. "Semakin banyak gandum akan ditanam di bedengan yang ditinggikan," kata Aladdin Hamwieh kepada DW.
"Metode ini dapat menghemat 25% air irigasi, dan membutuhkan benih 15% lebih sedikit." Kembali ke akar Timur Tengah dan Afrika Utara "dapat memperoleh kembali kejayaannya dalam inovasi pertanian seperti di zaman kuno, dengan berinvestasi dalam praktik dan teknologi mutakhir yang responsif terhadap perubahan iklim, seperti hidroponik, pertanian konservasi, dan penggunaan air olahan yang aman," kata Aladdin Hamwieh.
Perusahaan agritech 'Pure Harvest' yang berbasis di Abu Dhabi saat ini dipandang sebagai pelopor proses itu. Perusahaan menanam produk dengan menggunakan hidroponik yang memungkinkan tanaman tumbuh di atas larutan nutrisi mineral, bukan di atas tanah.
Berita Terkait
-
Bar-bar! Saddil Ramdani Prediksi Timnas Indonesia Menang dengan Skor Ini
-
RI Resmi Punya Pembangkit Listrik Paling Canggih Se-Asia Tenggara
-
5 Moisturizer untuk Mengecilkan Pori-pori, Harga Murah Mulai Rp40 Ribuan
-
Revisi UU Ketenagakerjaan Jadi Kunci Nasib Pekerja Digital, Rieke Diah Pitaloka: Mari Kawal Bersama
-
Bahlil: Permen Minerba akan Prioritaskan UMKM dan Koperasi Lokal, Bukan dari Jakarta
Terpopuler
- Karawang di Ujung Tanduk Sengketa Tanah: Pemerintah-BPN Turun Gunung Bahas Solusi Cepat
- 5 Fakta Heboh Kasus Video Panas Hilda Pricillya dan Pratu Risal yang Guncang Media Sosial
- Jadwal dan Lokasi Penukaran Uang Baru di Kota Makassar Bulan Oktober 2025
- 18 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 6 Oktober 2025, Banjir Ribuan Gems dan Kesempatan Klaim Ballon d'Or
- 5 Rekomendasi Motor Listrik Harga Mulai Rp6 Jutaan, Ramah Lingkungan dan Aman Digunakan saat Hujan
Pilihan
-
BREAKING NEWS! Tanpa Calvin Verdonk, Ini Pemain Timnas Indonesia vs Arab Saudi
-
Waketum PSI Dapat Tugas dari Jokowi Usai Laporkan Penyelewengan Dana PIP
-
Ole Romeny Diragukan, Siapa Penyerang Timnas Indonesia vs Arab Saudi?
-
Wasapada! Trio Mematikan Arab Saudi Siap Uji Ketangguhan Timnas Indonesia
-
Panjatkan Doa Khusus Menghadap Kabah, Gus Miftah Berharap Timnas Indonesia Lolos Piala Dunia
Terkini
-
Ledakan Dahsyat Hancurkan Gedung Nucleus Farma di Tangsel, Sejumlah Bangunan Terdampak
-
Istana Bantah Kabar Sebut Listyo Sigit Setor Nama Komite Reformasi Polri ke Presiden Prabowo
-
Jejak Rekonsiliasi, Momen PPAD Ziarah ke Makam Pahlawan Timor Leste
-
Dirut PT WKM Tegaskan PT Position Nyolong Nikel di Lahan IUP Miliknya
-
Dirut PT WKM Ungkap Ada Barang Bukti Pelanggaran PT Position yang Dihilangkan
-
NasDem Sentil Projo Soal Isu Jokowi-Prabowo Renggang: Itu Nggak Relevan
-
Seskab Teddy Indra Wijaya dan Mensesneg Prasetyo Hadi Hadiri Rapat Strategis di DPR, Bahas Apa?
-
Cetak Generasi Emas Berwawasan Global, Sekolah Garuda Siap Terapkan Kurikulum Internasional
-
Prabowo Video Call dengan Patrick Kluivert Jelang Timnas Lawan Arab Saudi: Give Us Good News
-
Pelamar Rekrutmen PLN Group 2025 Tembus 200 Ribu: Bukti Antusiasme Tinggi