Suara.com - Pengasuh PP Darunnajah Cidokom Hadiyanto Arief mengatakan prihatin dengan adanya kasus kekerasan yang terjadi di Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur.
Hadiyanto Arief yang biasa dipanggil ustaz Dedy menyebut tak hanya di Gontor, kasus kekerasan juga terjadi di beberapa tempat, termasuk lembaga yang dia asuh.
Ustaz Dedy mengatakan kasus kekerasan yang terjadi di lembaga pendidikan pesantren membuat dia merenung panjang.
Tetapi dia tidak sependapat dengan adanya pandangan yang dia sebut "membabi buta menyalahkan pola pendidikan ala Gontor" dan "sampai menuntut untuk mengubah pola dasar pendidikan yang menjadi ruh dan visi lembaga itu sendiri."
Ustaz Dedy yang pernah menjadi santri pondok pesantren Gontor berkata "jika ada maling lari ke hutan, jangan bakar hutannya. Tapi tangkap malingnya. Syukur kita bisa mencegah agar orang tak lagi mencuri."
Menuntut untuk mengubah pola dasar pendidikan yang menjadi ruh dan visi Gontor, menurut dia, justru menjauhkan pondok pesantren itu dari visi lembaga kaderisasi yang telah dipegangnya sejak awal pendirian, pola yang dia sebut telah teruji hampir satu abad lamanya.
"Jangan sampai sebab nila satu titik, rusak susu sebelangga," kata ustaz Dedy.
Ustaz Dedy menyebutkan Gontor dan pondok-pondok semodelnya tidaklah anti kritik.
Dia mengatakan telah menyaksikan sendiri, di sana selalu ada perbaikan dan penyempurnaan.
Baca Juga: Kata Mahfud MD soal Kasus Dugaan Penganiayaan Sebabkan Santri Gontor Tewas
Dia menyebut tuduhan bahwa Gontor mendukung kekerasan, tidaklah benar, apalagi kekerasan merupakan perilaku yang tidak dapat dibenarkan.
Ketika masih menjadi santri di Gontor, Ustaz Dedy mengaku pernah mendapatkan kekerasan fisik dan dia menceritakan pengalamannya.
"Jujur, sewaktu saya nyantri di pondok ini di awal 90an, tempelengan, rotan dan pukulan adalah sebuah keniscayaan yang relatif dibiarkan dalam penegakan disiplin. Namun, sejak era reformasi, pelarangan terkait hukuman fisik sudah mulai diterapkan. Banyak santri bahkan guru pelaku kekerasan yang sudah dipulangkan karena melakukan kekerasan fisik," katanya.
Pengalaman pahit itu dikatakan ustaz Dedy kemudian membangun semangatnya di dalam hati untuk melakukan perubahan dengan menerapkan kebijakan-kebijakan anti kekerasan setelah dia menjadi pengasuh santri, termasuk di pondok pesantren yang sekarang dia asuh.
"Namun, pada tataran praktis, selalu ada celah untuk munculnya pelanggaran terhadap aturan atau kebijakan," katanya.
"Apalagi, pendidikan melalui kehidupan ala Gontor menerapkan apa yang dikenal sebagai teori Pendidikan Student Centered Learning. Pola Pendidikan SCL menempatkan santri sebagai subyek dari proses kehidupan. Memanfaatkan dinamika kehidupan di pondok sebagai wasailul idhoh, alat peraga Pendidikan yang dimanfaatkan untuk mencapai tujuan Pendidikan kaderisasi kepemimpinan Gontor."
Ustaz Dedy menjelaskan teori SCL juga membutuhkan apa yang dikenal dalam Bahasa Pendidikan karakter sebagai 3K. Tiga Komponen yang dimanfaatkan oleh pola pendidikan semacam Gontor untuk membangun karakter kepemimpinan santri: kompetisi, kerjasama, dan konflik.
Dia menyebutkan ramuan tiga komponen itu tersebar di seluruh sendi kehidupan di pondok. Pembagian kelompok baik di asrama, kelas, kegiatan organisasi, ekstra kurikuler, adalah bentuk penterjemahan dari pola pendidikan SCL. Pola Pendidikan yang terbukti efektif dalam mencapai tujuan pendidikan kaderisasi kepemimpinan ala Muallimin Gontor, kata ustaz Dedy.
"Tentu saja, pola pendidikan ini disadari memang memiliki resiko yang relatif besar. The smooth sea will never give the best sailor. Melahirkan pelaut handal, memang butuh samudera dengan ombak yang besar. Kemudi patah, layar robek bahkan resiko tenggelam memang menjadi tantangan yang harus dihadapi."
Ustaz Dedy menggunakan analogi kursus mengemudi. Metode yang paling efektif dilakukan untuk melahirkan “driver” bukanlah dengan meminta peserta kursus untuk menghafal dan memahami teori teori mengendarai kendaraan dan aturan berlalu lintas semata.
Dia harus diberikan akses mempraktikkan mengendarai kendaraan di lapangan, menempatkan teori yang diajarkan dalam konteks lapangan dan jalanan. Peserta kursus diletakkan di balik kemudi sambil diawasi ketat oleh instruktur yang duduk di samping dan memiliki akses rem darurat untuk menghindari bencana yang tak diinginkan.
Jika diperhatikan, kata dia, mobil yang digunakan untuk latihan pastinyalah tak mulus. Penuh dengan tanda goretan, gesekan, benturan yang disebabkan oleh proses latihan. Harga sebuah pembelajaran.
Menggunakan analogi ini, ustaz Dedy mencatat ada dua wilayah rawan utama yang perlu terus dievaluasi menghindari kasus serupa di lembaga pendidikan model Gontor.
Pertama adalah sistem pengereman. Sistem pencegahan kasus kekerasan atau pelanggaran.
Sistem pencegahan sebenarnya sudah dilakukan oleh pembaga pendidikan pesantren. Kebijakan resmi lembaga sudah sering disampaikan.
"Nasihat, arahan kepada santri dan guru terkait kekerasan pun saya yakin sudah sering disampaikan oleh kyai dan guru. Tidak ada kyai dan guru yang mengajarkan kekerasan sebagai jalan dakwah yang dilazimkan," katanya.
Ustaz Dedy menekankan kekerasan sejak lama tidak mendapat tempat di lembaga pesantren seperti Gontor. Sudah banyak bukti tak hanya santri pelaku kekerasan, namun juga guru yang dihukum tegas hingga dikeluarkan. Hukuman itu sudah diterapkan maksimal. Bahkan surat keputusan lazimnya dibacakan didepan seluruh santri untuk pembelajaran bagi semua agar tak terulang.
Dia menyebut titik rawannya terletak di sistem pengadilan dalam penegakan disiplin kehidupan sehari hari di asrama. Dalam hal ini, menjadi tugas para pengasuh pondok untuk perlu memikirkan pola yang tepat agar tak terjadi persidangan dengan kekerasan.
Dengan menentukan pola yang wajib diikuti, seperti memisahkan hak menyidik serta menghukum dari sebuah organisasi yang berwenang di level santri.
Alternatif lain adalah meniadakan hak santri untuk mendisiplikan atau menghukum. Dialihkan ke guru atau pihak yang lebih dewasa dalam pengawasan disipilin. Sesuatu yang perlu dilakukan secara bijak tanpa sampai “membakar hutannya”.
Seni mengurangi pelanggaran pencurian bukanlah dalam proses menangkap pencuri, namun mengurangi tingkat pencurian pada tahap pencegahan.
"Beberapa pesantren yang saya kenal bahkan sampai pada tahap “membakar hutan”nya. Mengubah total wajah pendidikan dengan mengubahnya menjadi lebih Teacher Centered. Semua wewenang pengelolaan organisasi dipreteli bahkan dikurangi secara drastis. Hasilnya justru lebih mengkhawatirkan. Kualitas karakter kepemimpinan santri tak lagi menonjol. Sesuatu yang justru menjadi bencana dalam jangka panjang," kata ustaz Dedy.
Titik rawan kedua adalah mitigasi jika terjadi kasus kekerasan. Worst scenario jika hal hal yang tidak diinginkan terjadi. Karena seperti kehidupan, kasus kekerasan serupa tak hanya muncul di pesantren, namun merata di model jenis pendidikan bahkan kehidupan di masyarakat di beragam level kehidupan.
Ustaz Dedy mengatakan penanganan kasus memang menjadi PR tersendiri bagi lembaga. Apalagi jika terkait dengan aspek hukum pidana, perdata atau media. Butuh SOP yang jelas sehingga tak salah langkah dalam menuntaskan perkara.
"Tentu saja ini bukanlah pekerjaan mudah. Kasus obstruction of justice di lembaga kepolisian RI memberi gambaran betapa rumitnya pola penegakan disiplin bermasyarakat. Tapi saya yakin, ketulusan para kyai, pengelola pondok dan kebesaran jiwa mereka mampu memberi ruang pembelajaran bagi pendidikan pesantren untuk memperbaiki kualitas pendidikan mereka," katanya.
Dia berharap momentum ini bisa menjadi momentum peningkatan kualitas pendidikan pesantren.
Berita Terkait
-
Ahli Waris Terverifikasi, Kemensos Siap Salurkan Santunan Korban Tanah Longsor di Pesantren Gontor
-
Kisah Panji Hilmansyah, Mendiang Anak Susi Pudjiastuti Ternyata Santri Gontor
-
Kawinan sampai Yasinan, Rumah Joglo Anies Biasa Dipakai Gratis oleh Tetangga, Kini Terancam Diambil Pemda
-
Pendopo dan Genteng Rumah Anies Baswedan Mau Diambil Pemda, Berapa Harga Rumahnya?
-
Berapa Harga Rumah Joglo Anies Baswedan? Kini Pendopo dan Genteng Terancam Diambil Pemda
Terpopuler
- Kumpulan Prompt Siap Pakai untuk Membuat Miniatur AI Foto Keluarga hingga Diri Sendiri
- Terjawab Teka-teki Apakah Thijs Dallinga Punya Keturunan Indonesia
- Bakal Bersinar? Mees Hilgers Akan Dilatih Eks Barcelona, Bayern dan AC Milan
- Gerhana Bulan Langka 7 September 2025: Cara Lihat dan Jadwal Blood Moon Se-Indo dari WIB-WIT
- Geger Foto Menhut Raja Juli Main Domino Bareng Eks Tersangka Pembalakan Liar, Begini Klarifikasinya
Pilihan
-
Solusi Menkeu Baru Soal 17+8 Tuntutan Rakyat: Bikin Ekonomi Ngebut Biar Rakyat Sibuk Cari Makan Enak
-
Nomor 13 di Timnas Indonesia: Bisakah Mauro Zijlstra Ulangi Kejayaan Si Piton?
-
Dari 'Sepupu Raisa' Jadi Bintang Podcast: Kenalan Sama Duo Kocak Mario Caesar dan Niky Putra
-
CORE Indonesia: Sri Mulyani Disayang Pasar, Purbaya Punya PR Berat
-
Sri Mulyani Menteri Terbaik Dunia yang 'Dibuang' Prabowo
Terkini
-
CEK FAKTA: Sri Mulyani Ajukan Pengunduran Diri 2 Kali Sebelum Direshuffle dari Menteri Keuangan
-
Misteri Angka 8 Prabowo: Reshuffle Senin Pon, Kode Keras Ekonomi Meroket 8 Persen?
-
4 Fakta dan Kontroversi Sri Mulyani Terdampak Reshuffle Prabowo
-
3 Fakta Skandal Pungli Paskibra Pejabat Kesbangpol, Uang Makan Dipotong Puluhan Juta?
-
Perintah Prabowo: Anggota DPR Gerindra Dilarang 'Flexing', Ahmad Dhani Usulkan RUU Anti-flexing
-
Pesan Prabowo untuk Anggota DPR Gerindra: Jaga Tutur Kata dan Gaya Hidup!
-
Jadwal Pemberkasan CPNS 2024 Bergeser, Kapan Seleksi CPNS 2025 Dibuka?
-
Kakek-kakek Ngaku Dibawa Bidadari, Ditemukan setelah Hilang di Kebun Karet Riau
-
Benarkah 'Era Jokowi' Sudah Usai? 5 Fakta Reshuffle Prabowo, Diawali Depak Sri Mulyani
-
Kompolnas: Etik Tak Cukup, Kasus Kematian Ojol Affan Kurniawan Harus Diproses Pidana