Pada era pemerintahan SBY, aturan yang sangat bisa dirasakan yaitu adanya pengetatan syarat remisi. Di era pemerintahan SBY, disebutkan bahwa syarat untuk bisa mendapatkan remisi yaitu berkelakuan baik, dan telah menjalani masa pidana lebih dari 6 bulan.
Namun, terdapat syarat khusus bagi para napi tertentu, termasuk para napi korupsi.
Aturan tersebut tertulis dalam Pasal 34A yang berbunyi:
(1) Pemberian Remisi bagi Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursornarkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanannegara, kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 juga harus memenuhi persyaratan:
- bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya;
- telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan untuk Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana korupsi; dan
- telah mengikuti program deradikalisasi yang diselenggarakan oleh LAPAS dan/atau Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, serta menyatakan ikrar:
- kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia secara tertulis bagi Narapidana Warga Negara Indonesia atau
- tidak akan mengulangi perbuatan tindak pidana terorisme secara tertulis bagi Narapidana Warga Negara Asing, yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme.
Melihat dari Pasal 34A ayat (1) huruf a yang telah disebutkan di atas, napi korupsi yang bisa menerima remisi yaitu yang bekerja sama dengan para penegak hukum atau disebut dengan justice collaborator.
Dengan adanya aturan tersebut, tidak semua para napi korupsi bisa mendapatkan hak remisi.
Namun, seiring berjalannya waktu, aturan tersebut kemudian dianulir oleh Mahkamah Agung (MA) pada masa pemerintahan Presiden Jokowi. Hal tersebut menjadi putusan atas gugatan seorang mantan kepala desa yang saat ini tengah menjalani hukuman di Lapas Sukamiskin Bandung.
Pada saat itu, MA berpendapat bahwa persyaratan untuk bisa menerima remisi tidak bisa bersifat membeda-bedakan yang justru bisa menggeser konsep rehabilitasi dan reintegrasi sosial.
Tidak hanya itu, MA berpandangan bahwa hak tersebut harus bisa mempertimbangkan dampak kelebihan penghuni di lapas.
Baca Juga: Trending di Twitter, Foto Syur Mirip Azwar Anas Kembali Beredar
MA menuturkan bahwa syarat-syarat tambahan di luar syarat pokok untuk bisa diberikan remisi kepada para narapidana seharusnya lebih tepat disebut sebagai bentuk penghargaan. Yaitu berupa tambahan remisi di luar hak hukum yang sudah diberikan.
Akibat adanya pembatalan tersebut, saat ini para narapidana korupsi memiliki hak yang sama dalam mendapatkan remisi tanpa adanya syarat khusu dengan napi dalam kasus lainnya,.
Kemudian, pada tanggal 3 Agustus 2022, diterbitkan Undang-Undang Pemasyarakatan yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo. Pada saat itu, Menteri Hukum dan HAM diduduki oleh Yasonna Laoly.
Kontributor : Syifa Khoerunnisa
Tag
Berita Terkait
-
Trending di Twitter, Foto Syur Mirip Azwar Anas Kembali Beredar
-
Detik-detik Demonstran di Medan Bakar Foto Puan Maharani, Kecewa dengan Wakil Rakyat
-
Pinangki Cs Dapat Diskon Hukuman dan Bebas Bersyarat, Eks Jubir KPK: Jangan Takut Korupsi!
-
Didakwa Rugikan Negara Rp78 Triliun, Surya Darmadi: Saya Minta Keadilan
-
Bertemu Presiden Jokowi, Ketum PSSI Minta Lapangan di Kompleks GBK Diberikan ke Timnas Indonesia
Terpopuler
- Pelatih Argentina Buka Suara Soal Sanksi Facundo Garces: Sindir FAM
- Kiper Keturunan Karawang Rp 2,61 Miliar Calon Pengganti Emil Audero Lawan Arab Saudi
- Usai Temui Jokowi di Solo, Abu Bakar Ba'asyir: Orang Kafir Harus Dinasehati!
- Ingatkan KDM Jangan 'Brengsek!' Prabowo Kantongi Nama Kepala Daerah Petantang-Petenteng
- 30 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 28 September: Raih Hadiah Prime Icon, Skill Boost dan Gems Gratis
Pilihan
-
Here We Go! Jelang Lawan Timnas Indonesia: Arab Saudi Krisis, Irak Limbung
-
Berharap Pada Indra Sjafri: Modal Rekor 59% Kemenangan di Ajang Internasional
-
Penyumbang 30 Juta Ton Emisi Karbon, Bisakah Sepak Bola Jadi Penyelamat Bumi?
-
Muncul Tudingan Ada 'Agen' Dibalik Pertemuan Jokowi dengan Abu Bakar Ba'asyir, Siapa Dia?
-
BBM RI Dituding Mahal Dibandingkan Malaysia, Menkeu Purbaya Bongkar Harga Jual Pertamina
Terkini
-
Merasa Terlindungi, Barang Pemberian Kapolda Herry Heryawan Bikin Penyandang Tunarungu Ini Terharu
-
Kolaborasi Bareng DPRD DKI, Pramono Resmikan Taman Bugar Jakbar
-
Menteri Hukum Ultimatum PPP: Selesaikan Masalah Internal atau AD/ART Jadi Penentu
-
Satu Bulan Tragedi Affan Kurniawan: Lilin Menyala, Tuntutan Menggema di Benhil!
-
Polemik Relokasi Pedagang Pasar Burung Barito, DPRD DKI Surati Gubernur Pramono Anung
-
Siapa Ketum PPP yang Sah? Pemerintah akan Tentukan Pemenangnya
-
KPAI Minta Polri Terapkan Keadilan Restoratif untuk 13 Anak Tersangka Demonstrasi
-
Program Magang Fresh Graduate Berbayar Dibuka 15 Oktober, Bagaimana Cara Mendaftarnya?
-
DPR RI Kajian Mendalam Putusan MK soal Tapera, Kepesertaan Buruh Kini Sukarela
-
Setelah Kasih Nilai Merah, ICW Tagih Aksi Nyata dari Pemerintah dan Aparat Penegak Hukum