Suara.com - Rapat perdana digelar oleh Tim Penyelesaian Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM) berat masa lalu di Kota Surabaya, Jawa Timur pada Minggu (25/9/2022).
Berdasarkan penjelasan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD, tim ini dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 17 Tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi yang Berat Masa Lalu.
Tim ini bertugas untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu sebagai bentuk pertanggungjawaban moral untuk menciptakan kerukunan berbangsa dan bernegara.
"Nama timnya PPHAM. Bertugas menyelesaikan secara nonyudisial pelanggaran HAM berat di masa lalu sebagai perwujudan tanggung jawab moral, politik kebangsaan, guna mengakhiri luka bangsa demi terciptanya kerukunan berbangsa dan bernegara," kata Mahfud MD kepada wartawan usai memimpin rapat perdana.
Selain itu, tim PPHAM ini dibentuk karena Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengalami kesulitan memproses perkara-perkaranya melalui mekanisme yudisial.
Mahfud mengatakan, lembaga yang memiliki wewenang menentukan pelanggaran HAM berat hanya Komnas HAM, yaitu melalui proses penyelidikan dan keputusan sidang pleno. Saat ini, tersisa 13 pelanggaran HAM berat.
"Komnas HAM menyatakan saat ini tersisa 13 pelanggaran HAM berat. Sebanyak sembilan kasus terjadi sebelum dibuat UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Selain itu, empat kasus terjadi setelah keluarnya UU Nomor 26 Tahun 2000," ujar dia.
Mahfud mengatakan, terdapat beberapa kasus yang telah diajukan Komnas HAM melalui mekanisme yudisial. Dua di antaranya kejadian HAM berat yang terjadi sebelum diterbitkan UU Nomor 26 Tahun 2000, yaitu pascajajak pendapat di Timor Timur dan peristiwa Tanjung Priok.
Satu lagi kejadian HAM berat yang sudah disidangkan ke pengadilan terjadi setelah diterbitkan UU Nomor 26 Tahun 2000, yaitu peristiwa Abepura.
Baca Juga: Khofifah: Mahfud MD Sosok yang Tak dapat Dikendalikan Siapapun
"Terhadap sembilan kasus pelanggaran HAM yang terjadi sebelum diterbitkan UU Nomor 26 Tahun 2000 dan telah diselidiki Komnas HAM sampai sekarang masih menunggu proses pembentukan pengadilan HAM ad hoc. Sedangkan empat kasus yang terjadi setelah diterbitkan UU Nomor 26 Tahun 2000, masih sedang diproses untuk diselesaikan melalui Pengadilan HAM yang permanen," kata dia.
Selain itu, lanjut dia, penyelesaian melalui mekanisme yudisial menggunakan UU Nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Saat ini sedang dilakukan pengajuan rancangan UU KKR yang baru.
"Maka sambil menunggu UU KKR yang baru, dikeluarkan Kepres Nomor 17 Tahun 2022 tentang pembentukan tim penyelesaian non yudisial pelanggaran ham berat di masa lalu, atau disebut Tim PPHAM. Pembentukannya tidak ada kaitan dengan politik kekinian. Ini murni tugas negara yang berkesinambungan dan tetap harus kita lanjutkan siapa pun pemerintahnya. Karena upaya pembentukannya telah melalui serangkaian panjang yang dimulai sejak 2007," ujar dia.
Masa kerja Tim PPHAM terhitung sejak diterbitkan Kepres Nomor 17 Tahun 2022 hingga terakhir 31 Desember 2022.
Ketua Tim PPHAM Makarim Wibisono mengatakan, hasil rapat perdana di Surabaya akan mengawali tugasnya dengan mempelajari sebanyak 13 kasus pelanggaran berat HAM di masa lalu, sebagaimana telah ditetapkan Komnas HAM.
"Insya Allah dalam waktu dekat kami sudah mulai melakukan pengkajian-pengkajian dan bertemu muka dengan para korban dan tokoh-tokoh yang terlibat. Kita juga telah mengagendakan focus group discussion di beberapa tempat wilayah Tanah Air," kata Makarim. [ANTARA]
Berita Terkait
-
Khofifah: Mahfud MD Sosok yang Tak dapat Dikendalikan Siapapun
-
Mahfud MD Tegur Tingkah Wakil Ketua DPRD Depok Tajudin Tabri ke Sopir Truk, Publik: Copot, dong!
-
Mahfud MD Soal Aksi Semena-mena Wakil Ketua DPRD Depok Sopir Truk: Proporsional tak Perlu Emosional
-
Mahfud MD Buka Suara Soal Aksi Barbar Wakil Rakyat kepada Sopir Truk: Proporsional tak Perlu Emosional
-
Viral Wakil Ketua DPRD dari Golkar Emosi dan Injak Sopir Truk, Mahfud MD: Tidak Boleh!
Terpopuler
- Terungkap! Kronologi Perampokan dan Penculikan Istri Pegawai Pajak, Pelaku Pakai HP Korban
- Promo Superindo Hari Ini 10-13 November 2025: Diskon Besar Awal Pekan!
- 5 Rekomendasi Motor yang Bisa Bawa Galon untuk Hidup Mandiri Sehari-hari
- 5 Bedak Padat yang Bagus dan Tahan Lama, Cocok untuk Kulit Berminyak
- 5 Parfum Aroma Sabun Mandi untuk Pekerja Kantoran, Beri Kesan Segar dan Bersih yang Tahan Lama
Pilihan
-
Geger Keraton Solo: Putra PB XIII Dinobatkan Mendadak Jadi PB XIV, Berujung Walkout dan Keributan
-
Cetak 33 Gol dari 26 Laga, Pemain Keturunan Indonesia Ini Siap Bela Garuda
-
Jawaban GoTo Usai Beredar Usul Patrick Walujo Diganti
-
Waduh, Rupiah Jadi Paling Lemah di Asia Lawan Dolar Amerika Serikat
-
Tekad Besar Putu Panji Usai Timnas Indonesia Tersingkir di Piala Dunia U-17 2025
Terkini
-
DPR-Pemerintah Mulai 'Bedah' 29 Klaster RUU KUHAP: Sejumlah Pasal Sudah Disepakati, Ini di Antaranya
-
Sisi Gelap Taman Daan Mogot, Disebut Jadi Lokasi Prostitusi Sesama Jenis Tiap Tengah Malam
-
Luruskan Simpang Siur, Ini Klarifikasi Resmi Aliansi Terkait 7 Daftar Organisasi Advokat yang Diakui
-
Kasus Femisida Melonjak, Komnas Perempuan Sebut Negara Belum Akui sebagai Kejahatan Serius
-
Anak Menteri Keuangan Blak-blakan: Purbaya Ternyata Tak Setuju dengan Redenominasi Rupiah
-
Percepat Tanggulangi Kemiskinan, Gubernur Ahmad Luthfi Gandeng Berbagai Stakeholder
-
Tok! MK Putuskan Jabatan Kapolri Tak Ikut Presiden, Jaga Polri dari Intervensi Politik
-
Siswa SMAN 72 Bantah Ada Bullying di Sekolah: Jangan Termakan Hoaks
-
Roy Suryo 'Semprot' Mahasiswa dan MUI: Kalian Sudah Nyaman?
-
Peneliti: Pemanasan Arktik dan Antartika Bisa Picu Gelombang Penyakit di Dunia