Ramai menjadi perbincangan, dua orang remaja di Makassar yang menculik dan membunuh bocah berumur 11 tahun. Pelaku berhasil ditangkap oleh Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Makassar. Para pelaku berhasil dibekuk di rumahnya masing-masing pada hari Selasa (10/1/2023) dini hari.
Diketahui, dua remaja pelaku penculikan dan pembunuhan anak berinisial MFS berusia 11 tahun ini masing-masing adalah berinisial AD (17) dan MF (14).
Melansir dari berbagai sumber, Kepala Polres Makassar, Komisari Besar Polisi Budhi Haryanto menjelaskan bahwa peristiwa ini berawal dari laporan masyarakat terkait dengan hilangnya seorang anak.
Kemudian, dari adanya laporan tersebut, pihak kepolisian setempat langsung bertindak dengan cepat untuk melakukan penyelidikan. Sampai akhirnya, anak tersebut ditemukan dalam kondisi meninggal dunia.
"Kita lakukan penyelidikan, kita kembangkan. Akhirnya, kita ketahui. Hilangnya anak tersebut karena dibunuh oleh seseorang," ujarnya dikutip dari ANTARA.
Pada saat pelaku ditanya terkait dengan motif dari pembunuhan tersebut, pelaku menjelaskan bahwa faktor utamanya yaitu faktor ekonomi.
Para pelaku mengaku tergiur dengan tawaran atau iklas di situs internet, yaitu dengan menjual organ tubuh manusia bisa memperoleh banyak uang.
Lantas, berdasarkan dengan adanya tindakan tersebut, apakah anak di bawah umur bisa dipidana? Simak informasi lengkapnya berikut ini.
Berdasarkan pada Pasal 1 angka 2 UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPA) diatur bahwa anak yang berhadapan dengan hukum yaitu anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana.
Baca Juga: Fakta-fakta Dua Remaja di Makassar Bunuh Bocah 11 Tahun, Terobsesi Jual Organ Tubuh Korban
Lebih lanjut, disebutkan dalam Pasal 1 angka 3 UU SPPA bahwa anak yang memiliki konflik dengan hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berusia 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
Diketahui, sistem peradilan anak di Indonesia mengutamakan pendekatan keadilan restoratif (penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak yang memiliki kaitan untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan) yang meliputi:
- Penyidikan dan penuntutan pidana anak yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
- Persidangan anak yang dilakukan oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum, dan
- Pembinaan, pembimbingan, pengawasan, dan/atau pendampingan selama proses pelaksanaan pidana atau tindakan dans etelah menjalani pidana.
Untuk huruf a dan b, diupayakan adanya diversi. Diversi sendiri merupakan pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Hal tersebut telah diatur dalam 5 UU SPPA. Diversi wajib dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan:
1. Diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun, dan
2. Bukan merupakan pengulangan tindak pidana.
Proses ini akan dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan anak dan orang tua atau walinya, korban dan atau orang tua/walinya, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial profesional berdasarkan pendekatan keadilan restoratif.
Proses peradilan pidana anak dilanjutkan apabila proses diversi tidak menghasilkan kesepakatan atau kesepakatan diversi tidak dilaksanakan.
Kemudian, dalam hal tindak pidana dilakukan oleh anak sebelum genap berumur 18 tahun dan diajukan ke sidang pengadilan setelah anak yang bersangkutan melampaui batas umur 18 tahun, tetapi belum mencapai umur 21 tahun, anak tetap diajukan ke sidang anak.
Lebih lanjut, anak dijatuhi pidana penjara di LPKA apabila keadaan dan perbuatan anak akan membahayakan masyarakat.
Pidana penjara yang bisa dijatuhkan kepada anak paling lama ½ dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.
Apabila tindak pidana yang dilakukan anak merupakan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, pidana yang dijatuhkan adalah pidana penjara paling lama 10 tahun.
Kesimpulannya yaitu anak bisa dipidana apabila anak tersebut telah berumur 14 tahun sampai 18 tahun dan digunakan sebagai upaya akhir. Untuk anak yang berumur belum 14 tahun, hanya bisa dijatuhi tindakan.
Kontributor : Syifa Khoerunnisa
Berita Terkait
-
Fakta-fakta Dua Remaja di Makassar Bunuh Bocah 11 Tahun, Terobsesi Jual Organ Tubuh Korban
-
Anak Dibunuh di Makassar Ditinggal Pergi Orang Tua, Bertahan Hidup Jadi Tukang Parkir
-
Pelaku Berhasil Dibekuk, Polisi Dalami Kasus Kematian Anak di Sulsel
-
Ini Harapan Luis Milla Jelang Persib Bandung Vs Persija Jakarta, Debutnya di El Clasico Indonesia
-
Dua Remaja Culik dan Bunuh Bocah 11 Tahun Untuk Dijual Organ Tubuhnya, Polisi: Tergiur Iklan di Internet
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
Terkini
-
Kemendagri Batalkan Mutasi Kepala SMPN 1 Prabumulih, Wali Kota Arlan Terancam Sanksi
-
DPW dan DPC PPP dari 33 Provinsi Deklarasi Dukung M Mardiono Jadi Ketua Umum
-
Menteri HAM Natalius Pigai Sebut Orang Hilang 'Belum Terlihat', YLBHI Murka: Denial!
-
Dari Dirut Sampai Direktur, Jajaran BPR Jepara Artha Kini Kompak Pakai Rompi Oranye
-
Pemeriksaan Super Panjang, Hilman Latief Dicecar KPK Hampir 12 Jam soal Kuota Haji
-
Dikira Hilang saat Demo Ricuh, Polisi Ungkap Alasan Bima Permana Dagang Barongsai di Malang
-
Tito Karnavian: Satpol PP Harus Humanis, Bukan Jadi Sumber Ketakutan
-
Wamenkum Sebut Gegara Salah Istilah RUU Perampasan Aset Bisa Molor, 'Entah Kapan Selesainya'
-
'Abuse of Power?' Kemendagri Sebut Wali Kota Arlan Langgar Aturan Copot Kepala SMP 1 Prabumulih
-
Strategi Baru Senayan: Mau RUU Perampasan Aset Lolos? UU Polri Harus Direvisi Dulu