Suara.com - Diskriminasi terhadap kaum penghayat kepercayaan terus terjadi. Meski putusan MK mengafirmasi keberadaannya melalui KTP, Kemendagri justru berkeberatan mereka diatur rancangan peraturan presiden tentang pemeliharaan kerukunan umat beragama.
MALAM belum begitu larut ketika Utiek Suprapti selesai bersembahyang di Sanggar Pamujan Maha Lingga Padma Buana yang menyatu dengan rumahnya, awal 2012. Ia sendirian hingga segerembolan orang datang.
Sebagai warga Dusun Mangir Lor, Desa Sendangsari, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta, Utiek merupakan penghayat Hindu Mangir atau Hindu Jawa.
Tiga dari sekelompok orang yang tampak sengaja menunggu Utiek selesai bersembahyang langsung menghampiri. Sementara yang lain berjaga-jaga di empat penjuru dusun.
“Tolong berhenti beribadah seperti itu,” kata seseorang yang mendatanginya.
“Kenapa?” sanggah Utiek.
“Itu kan memanggil setan, musyrik,” tuding mereka.
“Mas siapa? Saya enggak kenal! Mas enggak punya hak untuk melarang saya.”
Utiek berupaya sabar dan tenang. Tak ingin ia terlibat keributan. Baginya, tidak ada yang salah dalam keyakinan maupun ibadahnya.
Baca Juga: Detik-detik Politikus PDIP 'Seruduk' Acara Rocky Gerung Bareng Mahasiswa: Tidak Beradab!
Apalagi ia bersembahyang di halaman rumah. Dupa yang dibakar, dibelinya sendiri. Begitu juga sesajen persembahan.
“Kalian tidak bisa menilai ibadah saya memakai keyakinan sendiri. Saya tak mengundang kalian. Ini rumah saya. Malam ini saya tak mau menerima tamu. Tolong tinggalkan rumah saya.”
Kalah berargumentasi, tiga orang tak dikenal segera pergi meninggalkan rumah Utiek.
Sepanjang tahun 2012, Utiek berulangkali harus berhadap-hadapan dengan gerombolan intoleran.
Selain didatangi, rumahnya sempat diancam dibakar. Utiek juga pernah dipanggil ke kantor kepolisian sektor setempat.
Empatbelas orang dari kepolisian, TNI, kantor urusan agama, pejabat kecamatan, hingga pamong desa, mendesak Utiek menghentikan peribadahan di rumahnya.
Berita Terkait
-
Detik-detik Politikus PDIP 'Seruduk' Acara Rocky Gerung Bareng Mahasiswa: Tidak Beradab!
-
Ngaji Rasa Hingga Kumandang Kidung untuk Alam dari Dayak Indramayu di Tepi Jalur Pantura
-
Menyisir Jejak Leluhur dan Jati Diri di Hindu Mangir
-
Permintaan Bupati Minahasa Selatan agar Penghayat Malesung Tak Menjalankan Ritual Bulan Purnama Dinilai Melanggar HAM
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Sekelas Honda Jazz untuk Mahasiswa yang Lebih Murah
- 7 Rekomendasi Body Lotion dengan SPF 50 untuk Usia 40 Tahun ke Atas
- 26 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 13 November: Klaim Ribuan Gems dan FootyVerse 111-113
- 5 Pilihan Bedak Padat Wardah untuk Samarkan Garis Halus Usia 40-an, Harga Terjangkau
- 5 Rekomendasi Sepatu Lokal Senyaman New Balance untuk Jalan Kaki Jauh
Pilihan
-
Bobibos Ramai Dibicarakan! Pakar: Wajib Lolos Uji Kelayakan Sebelum Dijual Massal
-
Video Brutal Latja SPN Polda NTT Bocor, Dua Siswa Dipukuli Senior Bikin Publik Murka
-
Rolas Sitinjak: Kriminalisasi Busuk dalam Kasus Tambang Ilegal PT Position, Polisi Pun Jadi Korban
-
Menkeu Purbaya Ungkap Ada K/L yang Balikin Duit Rp3,5 T Gara-Gara Tak Sanggup Belanja!
-
Vinfast Serius Garap Pasar Indonesia, Ini Strategi di Tengah Gempuran Mobil China
Terkini
-
Bangun Ulang dari Puing, 5 Fakta Rumah Ahmad Sahroni Rata dengan Tanah Usai Tragedi Penjarahan
-
Ulah Camat di Karawang Diduga Tipu Warga Rp1,2 Miliar Modus Jual Rumah, Bupati Aep Syaepuloh Murka
-
Peringatan BMKG: Dua Bibit Siklon Picu Cuaca Ekstrem November 2025
-
Dirikan Biodigister Komunal, Pramono Harap Warga Jakarta Kelola Limbah Sendiri
-
Pramono Setujui SMAN 71 Gelar Pembelajaran Tatap Muka Senin Depan: Yang Mau Daring Boleh
-
Rekam Jejak Arsul Sani: Hakim MK yang Dilaporkan karena Ijazah Doktor Palsu, Ini Profil Lengkapnya
-
Geger Tudingan Ijazah Palsu Hakim MK Arsul Sani, Kampus di Polandia Diselidiki Otoritas Antikorupsi
-
PBHI: Anggota Polri Masih Bisa Duduk di Jabatan Sipil, Asal...
-
Buntut Ledakan SMAN 72, DPR Minta Regulasi Platform Digital Diperkuat: Jangan Cuma Game Online
-
Berakhir di Tangan Massa, Komplotan Copet Bonyok Dihajar Warga di Halte TransJakarta Buaran