Suara.com - Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra angkat bicara ihwal putusan Mahkaamah Konstitusi yang menolak permohonan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) soalbatas usia capres dan cawapres dari 40 tahun menjadi 35 tahun.
Yusril menyoroti putusan MK yang tidak bulat. Di mana dua dari sembilan hakim MK, yakni Suhartoyo dan M Guntur Hamzah mempunyai pendapat yang berbeda (dissenting opinion).
Yusril mengungkapkan, Suhartoyo berpendapat Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum atau legal standing sehingga MK seharusnya menyatakan tidak berwenang memeriksa pokok perkara.
Sementara, Guntur Hamzah diketahui berpendapat bahwa permohonan seharusnya dikabulkan sebagian sebagai 'inkonstitusional bersyarat' yakni, calon presiden dan wakil presiden dikabulkan berusia 35 tahun dengan syarat pernah menjadi pejabat negara yang dipilih secara langsung oleh rakyat, termasuk kepala daerah.
"Sementara, Ketua MK Anwar Usman yang merupakan ipar Presiden Joko Widodo dan paman dari Gibran Rakabuming Raka yang diduga berkepentingan dengan permohonan, ternyata sependapat dengan mayoritas hakim MK," kata Yusril melalui keterangan tertulisnya, Senin (16/10/2023).
Menurut Yusril, adanya putusan MK tersebut menggambarkan dugaan bahwa MK menjadi "Mahkamah Keluarga" tidak terbukti.
"Dugaan bahwa Anwar, Jokowi, Gibran dan bahkan Kaesang yang belakangan menjadi Ketua PSI sebagai Pemohon akan menjadikan MK sebagai 'Mahkamah Keluarga' ternyata tidak terbukti. Dengan Putusan ini, MK dapat memposisikan diri sebagai penjaga konstitusi dan tidak mudah diintervensi oleh siapapun juga," kata Yusril.
Gugatan PSI Ditolak
Sebelumnya, MK juga telah menolak permohonan yang diajukan Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Baca Juga: Kecewa Gugatan Batas Usia Minimal Capres-Cawapres Ditolak MK, PSI Berharap Bisa Lewat Jalur Senayan
"Mengadili menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Anwar.
Pertimbangan MK menolak ialah karena pokok permohonan para pemohon tidak berasalan menurut hukum.
Sebelumnya, hakim anggota, Saldi Isra menyampaikan sejumlah pertimbangan MK dalam menentukan putusan tersebut.
MK berpendapat kalau urusan batasan usia capres dan cawapres itu menjadi ranah kewenangan DPR dan Presiden untuk membahas dan memutuskannya dalam pembentukan undang-undang.
Terlebih lagi, Pasal 6 Ayat 2 UUD 1945 menyatakan syarat-syarat untuk menjadi presiden dan wakil presiden diatur dengan undang-undang, dalam hal ini batas usia capres dan cawapres termasuk syarat yang ditentukan oleh undang-undang.
Berdasarkan hal tersebut, menurut MK batas minimal usia capres dan cawapres yang disesuaikan dengan dinamikan kehidupan berbangsa dan bernegara, sepenuhnya merupakan ranah pembentuk undang-undang untuk menentukannya.
"Oleh karena itu, dalil permohonan a quo adalah tidak beralasan menurut hukum," ungkapnya.
Tudingan Mahkamah Keluarga
Sebelumnya, mantan Menko Kemaritiman Rizal Ramli ikut berkomentar soal 'Mahkamah Keluarga' yang tengah ramai diperbincangkan di sosial media. Isu ini muncul di tengah proses uji materiil soal ketentuan batas usia minimal capres dan cawapres pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Rizal Ramli dalam twitter atau akun X pribadinya @RamliRizal mengatakan akan ada kejutan dari putusan MK.
"Hari ini akan ada sirkus Mahkamah Keluarga yang akan memutuskan boleh jadi Capres/Wapres," ujarnya seperti dikutip Suara.com, Rabu (11/102023).
Menurutnya, putusan MK nanti tidak mengubah aturan soal batas usia capres dari 40 tahun menjadi 35 tahun.
Namun dari bocoran yang didapat Rizal Ramli ada pengecualian mereka yang sudah pernah merasakan menjadi Bupati hingga Gubernur boleh mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres.
"(MK) tidak ubah batas umur, asalkan pernah jadi bupati/gubernur," katanya.
Lebih lanjut, ekonom ini menilai sangat disayangkan MK merubah aturan demi memuluskan putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024. Sebelumnya, nama Gibran santer bakal dijadikan cawapres untuk Prabowo Subianto.
"Memalukan ini MK menjadi ‘Mahkamah Keluarga’ membangun dinasti kerajaan Jokowi - disgusting," katanya.
"Jokowi jatuh kita bubarkan MK nepotisme dan abal-abal ini!," Jokowi menambahkan.
Sebagaimana diketahui, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman merupakan adik ipar dari Presiden Jokowi, atau tak lain merupakan paman dari Gibran Rakabuming Raka.
Berita Terkait
Terpopuler
- Bak Bumi dan Langit, Adu Isi Garasi Menkeu Baru Purbaya Yudhi vs Eks Sri Mulyani
- Apa Jabatan Nono Anwar Makarim? Ayah Nadiem Makarim yang Dikenal Anti Korupsi
- Mahfud MD Bongkar Sisi Lain Nadiem Makarim: Ngantor di Hotel Sulit Ditemui Pejabat Tinggi
- Kata-kata Elkan Baggott Jelang Timnas Indonesia vs Lebanon Usai Bantai Taiwan 6-0
- Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Dicopot
Pilihan
-
Studi Banding Hemat Ala Konten Kreator: Wawancara DPR Jepang Bongkar Budaya Mundur Pejabat
-
Jurus Baru Menkeu Purbaya: Pindahkan Rp200 Triliun dari BI ke Bank, 'Paksa' Perbankan Genjot Kredit!
-
Sore: Istri dari Masa Depan Jadi Film Indonesia ke-27 yang Dikirim ke Oscar, Masuk Nominasi Gak Ya?
-
CELIOS Minta MUI Fatwakan Gaji Menteri Rangkap Jabatan: Halal, Haram, atau Syubhat?
-
Hipdut, Genre Baru yang Bikin Gen Z Ketagihan Dangdut
Terkini
-
Suciwati: Penangkapan Delpedro Bagian dari Pengalihan Isu dan Bukti Rezim Takut Kritik
-
Viral Pagar Beton di Cilincing Halangi Nelayan, Pemprov DKI: Itu Izin Pemerintah Pusat
-
Temuan Baru: Brimob Dalam Rantis Sengaja Lindas Affan Kurniawan
-
PAN Tolak PAM Jaya Jadi Perseroda: Khawatir IPO dan Komersialisasi Air Bersih
-
CEK FAKTA: Isu Pemerkosaan Mahasiswi Beralmamater Biru di Kwitang
-
Blusukan Gibran Picu Instruksi Tito, Jhon: Kenapa Malah Warga yang Diminta Jaga Keamanan?
-
DPR Sambut Baik Kementerian Haji dan Umrah, Sebut Lompatan Besar Reformasi Haji
-
CEK FAKTA: Viral Klaim Proyek Mall di Leuwiliang, Benarkah?
-
Aktivis '98: Penangkapan Delpedro adalah 'Teror Negara', Bukan Kami yang Teroris
-
Menteri PKP Ara Minta Pramono Sediakan Rumah Tapak di Jakarta Pakai Aset Pemerintah