Suara.com - Komunitas Advokat Lingkar Nusantara (Lisan) melaporkan Hakim Konstitusi Arief Hidayat ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terkait adanya dugaan pelanggaran. Mereka menilai Arief Hidayat telah menyerang Mahkamah Konstitusi (MK) saat membacakan dissenting opinion atau pendapat berbeda dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023.
Dalam putusan itu, MK mengabulkan sebagian permohonan pengujian pasal 169 huruf q UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dengan begitu, MK memperbolehkan orang yang berusia di bawah 40 menjadi calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) asal pernah atau sedang memiliki jabatan yang didapatkan melalui pemilu, termasuk pilkada.
Namun, Arief Hidayat bersama tiga hakim konstitusi lainnya yaitu Wahidudin Adams, Saldi Isra, dan Suhartoyo menyatakan pendapat berbeda.
Ketua Komunitas Advokat Lisan Hendarsam Marantoki menilai Arief Hidayat melanggar kode etik lantaran menyebut MK tidak netral dan berpihak pada penguasa.
"Belum lagi pernyataan tersebut ditambahi dengan bumbu diksi kecewa dengan tempatnya bekerja dan Indonesia sedang tidak baik-baik saja sehingga perlu diselamatkan," kata Hendarsam dalam pernyataannya, Senin (30/10/2023).
Komunitas yang pernah menyatakan dukungannya terhadap Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka itu menilai Arief telah bermanuver.
"Manuver Arief Hidayat diduga berupaya memancing air keruh dan ikut dalam politik praktis dengan berusaha mencari simpati publik yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang hakim," tutur Hendarsam.
Pada kesempatan yang sama, dia menegaskan putusan MK soal batas usia minimal capres dan cawapres bersifat final dan mengikat sehingga harus diikuti oleh semua pihak, termasuk Arief Hidayat sendiri sebagai hakim konstitusi yang berperan serta dalam mengadili perkara tersebut.
"Arief Hidayat sama sekali tidak menghormati perbedaan pendapat dan dinamika yang terjadi dalam pengambilan keputusan di sidang MK," ujar Hendarsam.
Baca Juga: Pilihan Politiknya Beda, Ganjar: Sampai Detik Ini Saya Tetap Menghormati Pak Jokowi dan Mas Gibran
Putusan MK
Diketahui, MK memperbolehkan orang yang berusia di bawah 40 tahun menjadi capres atau cawapres jika pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah melalui pilkada.
"Mengadili, satu, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu nomor 182 tambahan lembaran negara nomor 6109 yang menyatakan berusia paling rendah 40 tahun bertentangan UUD RI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang memiliki jabatan yang dipilih melalui Pemilu termasuk pemilihan kepala daerah," kata Ketua MK Anwar Usman, Senin (16/10/2023).
Salah satu pertimbangan hakim Konstitusi menerima permohonan tersebut ialah karena banyak anak muda yang juga ditunjuk sebagai pemimpin.
Putusan tersebut mendapatkan banyak reaksi masyarakat lantaran dianggap membuka jalan bagi keponakam Anwar, yaitu Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi cawapres.
Adapun mahasiswa asal Surakarta, Almas Tsaibbirru Re A selaku pemohon dalam perkara itu juga memiliki pandangan tokoh ideal sebagai pemimpin bangsa Indonesia yakni mengidolakan Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka periode 2020-2025.
Berita Terkait
-
Keputusan di Tangan Rakyat, Fahri Hamzah Sentil Publik Alasan Tak Pilih Gibran
-
Diundang ke Istana, Anies, Ganjar dan Prabowo Akan Makan Siang Bareng Jokowi Hari Ini
-
Mulai Tangani Dugaan Pelanggaran Etik, MKMK Bakal Temui Anwar Usman dan Hakim Konstitusi Hari Ini
-
Pilihan Politiknya Beda, Ganjar: Sampai Detik Ini Saya Tetap Menghormati Pak Jokowi dan Mas Gibran
-
Uniknya Yenny Wahid, Paslonnya Pilih Ganjar-Mahfud MD Tapi Tetap Coblos PSI
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
Terkini
-
Kemendagri Batalkan Mutasi Kepala SMPN 1 Prabumulih, Wali Kota Arlan Terancam Sanksi
-
DPW dan DPC PPP dari 33 Provinsi Deklarasi Dukung M Mardiono Jadi Ketua Umum
-
Menteri HAM Natalius Pigai Sebut Orang Hilang 'Belum Terlihat', YLBHI Murka: Denial!
-
Dari Dirut Sampai Direktur, Jajaran BPR Jepara Artha Kini Kompak Pakai Rompi Oranye
-
Pemeriksaan Super Panjang, Hilman Latief Dicecar KPK Hampir 12 Jam soal Kuota Haji
-
Dikira Hilang saat Demo Ricuh, Polisi Ungkap Alasan Bima Permana Dagang Barongsai di Malang
-
Tito Karnavian: Satpol PP Harus Humanis, Bukan Jadi Sumber Ketakutan
-
Wamenkum Sebut Gegara Salah Istilah RUU Perampasan Aset Bisa Molor, 'Entah Kapan Selesainya'
-
'Abuse of Power?' Kemendagri Sebut Wali Kota Arlan Langgar Aturan Copot Kepala SMP 1 Prabumulih
-
Strategi Baru Senayan: Mau RUU Perampasan Aset Lolos? UU Polri Harus Direvisi Dulu