Suara.com - Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, mengkritisi adanya putusan Mahkamah Agung (MA) yang menghapus syarat batas usia calon kepala daerah. Ia menyebut hal itu sebagai putusan sontoloyo.
"Sebagai orang yang pengen demokrasi ini tegak, apalagi ada putusan Mahkamah Agung, mahkamah adik, kemarin mahkamah kakak. Saya mengatakan itu putusan-putusan sontoloyo," kata Refly ditemui di Kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Sabtu (1/6/2024).
Ia pun menjelaskan, mengapa dirinya menganggap adanya putusan MA itu sontoloyo.
"Kenapa putusan sontoloyo? Coba bayangkan, kan kalau kita baca undang-undang nomor 10 tahun 2019 (2016), itu jelas syarat untuk mencalonkan diri atau dicalonkan. Anda harus berusia 30 tahun. Jadi sudah jelas, bukan syarat untuk dilantik," katanya.
"Karena kalau syarat untuk dilantik, itu kan kita nggak tahu kapan dilantiknya. Bagaimana KPU melakukan cek list, usia saya masih 29 tahun, tapi kan nanti waktu dilantik sudah 30 tahun, kapan dilantiknya kita nggak ngerti. Karena itu menurut saya putusan sontoloyo," sambungnya.
Untuk itu, ia mengaku akan terus mendorong demokratisasi. Menurutnya, sistem Pemilu di Indonesia sudah rusak.
"Menurut saya, kerusakan sistem berpemilu kita itu sudah makin menjadi-jadi. Padahal bukan ini maksud dari reformasi. Reformasi itu memberantas KKN. Korupsi, kolusi, dan nepotisi. Ini korupsi makin tinggi, terbukti dengan indeks persepsi korupsi kita yang tidak naik sejak zaman SBY," pungkasnya.
Diketahi, Mahkamah Agung memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI untuk mencabut aturan perihal batas usia calon kepala daerah.
Hal itu disampaikan dalam putusan yang menerima gugatan Partai Garuda soal batas usia calon gubernur dan wakil gubernur minimal 30 tahun.
Baca Juga: Soal Putusan Batas Usia Calon Kepala Daerah, MA Tegaskan Siap Diselidiki
"Mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil dari pemohon Partai Garda Republik Indonesia (Partai Garuda)," demikian dikutip dari putusan MA, Kamis (30/5/2024).
Dalam putusannya, MA menyatakan Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan KPU (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota bertentangan dengan UU Nomor 10 Tahun 2016.
Adapun pasal tersebut berbunyi 'Warga Negara Indonesia dapat menjadi calon gubernur dan wakil gubernur memenuhi syarat sebagai berikut: (d) berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur'.
MA menilai Pasal 4 PKPU Nomor 9 Tahun 2020 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 30 tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur dan 25 tahun untuk calon bupati dan wakil bupati atau calon wali kota dan wakil wali kota terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih.
"Memerintahkan kepada KPU RI untuk mencabut Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota," masih dalam putusan MA tersebut.
Berita Terkait
-
Soal Putusan Batas Usia Calon Kepala Daerah, MA Tegaskan Siap Diselidiki
-
Cita-Cita Jan Ethes Viral di Tengah Batas Usia Calon Kepala Daerah Diturunkan, Netizen: Brace Yourself!
-
KY Instruksikan Tim Waskim Dalami Putusan MA Soal Batas Usia Calon Kepala Daerah
-
Putusan Kilat MA Ubah Syarat Calon Kepala Daerah, Buat Kepentingan Siapa?
-
Polemik Putusan MA Ubah Syarat Batas Usia Kepala Daerah, Karpet Merah Buat Kaesang?
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Tak Ada Tawar Menawar! Analis Sebut Reformasi Polri Mustahil Tanpa Ganti Kapolri
-
Menjelajahi Jantung Maluku: "Buru Expedition" Wanadri Ungkap Kekayaan Tersembunyi Pulau Buru
-
Polemik Ijazah Gibran Tak Substansial tapi Jadi Gaduh Politik
-
Klarifikasi Ijazah Gibran Penting agar Tidak Ulangi Kasus Jokowi
-
Menkeu Purbaya Ultimatum ke Pengelolaan Program Makan Gratis: Nggak Jalan, Kita Ambil Duitnya!
-
Eks Kapolri Tegaskan Polri di Bawah Presiden: Perspektif Historis dan Konstitusional
-
J Trust Bank Desak Crowde Lebih Kooperatif dan Selesaikan Kewajiban
-
KPK: Penyidikan Korupsi Haji Tidak Mengarah ke PBNU
-
Ancol Rencanakan Reklamasi 65 Hektare, Pastikan Tak Gunakan Dana APBD
-
Dirut PAM Jaya Jamin Investor Tak Bisa Paksa Naikkan Tarif Air Pasca-IPO