Suara.com - Bekas Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo dituntut pidana penjara enam tahun dan denda Rp1 miliar subsider pidana kurungan enam bulan dalam kasus korupsi pengadaan pesawat di PT Garuda Indonesia. Dalam kasus ini, terdakwa Soetikno diduga bersengkokol dengan eks Dirut Garuda, Emirsyah Satar.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Soetikno Soedarjo berupa pidana penjara selama enam tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan di rutan,” kata jaksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis.
Selain itu, Soetikno Soedarjo juga dituntut membayar uang pengganti sebesar 1.666.667,46 dolar Amerika Serikat (AS) dan 4.344.363,19 euro Uni Eropa.
Dengan ketentuan jika ia tidak membayar uang pengganti dalam waktu satu bulan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa untuk dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
“Jika terpidana tidak membayar atau belum mencukupi pembayaran uang pengganti, maka dipidana penjara selama tiga tahun,” kata jaksa.
Jaksa menyatakan pengusaha itu terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana sebagaimana Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Menurut jaksa, perbuatan Soetikno tidak mendukung pemerintah dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi, sehingga dipertimbangkan sebagai hal yang memberatkan.
“Terdakwa bersikap sopan selama persidangan, terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya, terdakwa juga menjadi tulang punggung keluarga,” sambung jaksa membacakan pertimbangan meringankan.
Terbukti Sekongkol
Baca Juga: Korupsi Pesawat, Eks Dirut Garuda Emirsyah Satar Dituntut 8 Tahun Penjara
Dalam perkara ini, Soetikno dinilai terbukti bersekongkol dengan mantan Direktur Utama (Dirut) PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar dalam pengadaan pesawat di maskapai tersebut.
Emirsyah Satar, yang juga terdakwa dalam perkara ini, dinilai terbukti secara tanpa hak menyerahkan rencana pengadaan armada (fleet plan) PT Garuda Indonesia kepada Soetikno.
Rencana pengadaan armada yang sejatinya rahasia perusahaan tersebut kemudian diserahkan kepada pabrikan Bombardier.
Emirsyah dinilai terbukti mengubah rencana kebutuhan pengadaan pesawat dari 70 kursi menjadi 90 kursi, tanpa terlebih dahulu ditetapkan dalam rencana jangka panjang perusahaan.
Dia juga dinilai terbukti memerintahkan bawahannya untuk mengubah kriteria pemilihan dalam pengadaan pesawat di PT Garuda Indonesia tanpa persetujuan dari dewan direksi.
Emirsyah pun dinilai jaksa telah terbukti bersekongkol dengan Soetikno Soedarjo selaku penasihat komersial (commercial advisory) Bombardier dan Avions De Transport Regional (ATR) untuk memenangkan Bombardier dan ATR dalam pemilihan pengadaan pesawat pada PT Garuda Indonesia.
Padahal, pesawat jenis Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600 tidak sesuai dengan konsep bisnis PT Garuda Indonesia yang menyediakan pelayanan penuh (full service).
Perbuatan para terdakwa, kata jaksa, mengakibatkan kerugian keuangan negara pada PT Garuda Indonesia dengan jumlah total 609.814.504 dolar AS.
Sebelumnya, Soetikno juga telah divonis dalam perkara berbeda. Pada 8 Mei 2020, ia divonis enam tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider tiga bulan kurungan karena terbukti menyuap Emirsyah Satar selaku Direktur Utama PT Garuda Indonesia 2005—2014 serta melakukan pencucian uang
Berita Terkait
-
Korupsi Pesawat, Eks Dirut Garuda Emirsyah Satar Dituntut 8 Tahun Penjara
-
Jalani Sidang Perdana, Eks Dirut Garuda Indonesia Emirsyah Satar Didakwa Rugikan Negara Rp 9,3 T
-
TNI AU Terima Hibah dari KPK Aset Terpidana Korupsi Anas Urbaningrum dan Emirsyah Satar Total Rp 30,9 Miliar Lebih
-
KPK Tetapkan Eks Anggota DPR Tersangka Baru Kasus Garuda Indonesia, Siapa?
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
Terkini
-
Kemendagri Batalkan Mutasi Kepala SMPN 1 Prabumulih, Wali Kota Arlan Terancam Sanksi
-
DPW dan DPC PPP dari 33 Provinsi Deklarasi Dukung M Mardiono Jadi Ketua Umum
-
Menteri HAM Natalius Pigai Sebut Orang Hilang 'Belum Terlihat', YLBHI Murka: Denial!
-
Dari Dirut Sampai Direktur, Jajaran BPR Jepara Artha Kini Kompak Pakai Rompi Oranye
-
Pemeriksaan Super Panjang, Hilman Latief Dicecar KPK Hampir 12 Jam soal Kuota Haji
-
Dikira Hilang saat Demo Ricuh, Polisi Ungkap Alasan Bima Permana Dagang Barongsai di Malang
-
Tito Karnavian: Satpol PP Harus Humanis, Bukan Jadi Sumber Ketakutan
-
Wamenkum Sebut Gegara Salah Istilah RUU Perampasan Aset Bisa Molor, 'Entah Kapan Selesainya'
-
'Abuse of Power?' Kemendagri Sebut Wali Kota Arlan Langgar Aturan Copot Kepala SMP 1 Prabumulih
-
Strategi Baru Senayan: Mau RUU Perampasan Aset Lolos? UU Polri Harus Direvisi Dulu