Suara.com - Situasi di Suriah kembali menjadi sorotan dunia internasional setelah kelompok oposisi bersenjata berhasil merebut beberapa kota strategis, termasuk Hama dan Aleppo, dari kendali pemerintah Bashar al-Assad. Perkembangan ini memicu reaksi dari Amerika Serikat, Prancis, Jerman, dan Inggris, yang menyerukan de-eskalasi (peredeman konflik) dan perlindungan terhadap warga sipil.
Dalam pernyataan bersama, negara-negara tersebut juga menegaskan pentingnya solusi politik sesuai resolusi Dewan Keamanan PBB. Namun, di balik seruan tersebut, pemerintahan Joe Biden menghadapi kritik atas kebijakan yang dinilai kurang jelas terhadap Suriah. Hingga kini, AS menyatakan fokus utamanya adalah mengalahkan ISIS, sementara pihak oposisi yang memimpin ofensif, termasuk kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS), telah lama dianggap sebagai organisasi teroris oleh Washington.
Sanksi dan Ketegangan Diplomatik
Sejak awal konflik, AS telah memberlakukan sanksi ekonomi berat terhadap pemerintahan Assad, termasuk di bawah Undang-Undang Caesar. Sanksi ini bertujuan mendorong akuntabilitas atas pelanggaran HAM dan mencegah normalisasi hubungan internasional dengan pemerintah Assad. Namun, batas waktu pemberlakuan Undang-Undang Caesar akan segera berakhir, tergantung keputusan Kongres AS.
Seorang pejabat Departemen Luar Negeri AS menegaskan bahwa sanksi ini tetap berlaku penuh. “AS akan terus mengambil langkah untuk mendorong akuntabilitas terhadap mereka yang mendukung penindasan rezim Assad,” ujar pejabat tersebut.
Peran AS di Lapangan
Meskipun secara resmi tidak terlibat dalam ofensif terbaru, militer AS baru-baru ini meluncurkan serangan defensif terhadap sistem senjata di dekat pangkalan MSS Euphrates setelah serangan roket yang diduga dilakukan oleh milisi pro-Iran. Pentagon juga melaporkan evaluasi terhadap tiga tentara AS yang mengalami cedera otak traumatik akibat serangan tersebut.
Sementara itu, kerja sama antara AS dan Pasukan Demokratik Suriah (SDF) di timur laut Suriah tetap berjalan. Menurut laporan, SDF mendapat bantuan dari militer AS untuk mencegah kebangkitan ISIS di wilayah yang tengah dilanda konflik. Namun, Pentagon menolak memberikan rincian lebih lanjut tentang operasi tersebut.
Ketidakpastian Masa Depan Assad
Para analis menyebutkan bahwa masa depan Assad semakin tidak pasti, terutama dengan keterbatasan dukungan dari sekutu utamanya, Rusia dan Iran. Rusia yang terjebak dalam konflik berkepanjangan di Ukraina dan Iran yang menghadapi konfrontasi langsung dengan Israel, dinilai kesulitan memberikan dukungan seperti sebelumnya.
Namun, mantan pejabat Pentagon, Dana Stroul, memperingatkan risiko meningkatnya kekuatan HTS di wilayah barat laut Suriah. “Bukan kepentingan AS jika HTS menguasai Aleppo. Selain itu, mengembalikan Assad ke komunitas internasional tanpa perubahan perilaku rezimnya akan memperburuk situasi,” katanya.
Eksodus Warga Sipil
Di tengah konflik yang terus memanas, puluhan warga Amerika keturunan Suriah berusaha meninggalkan daerah konflik. Pemerintah AS menyarankan mereka untuk menghubungi Kedutaan Besar Ceko di Damaskus untuk mendapatkan bantuan konsuler.
Baca Juga: Kota Hama Berhasil Direbut Kelompok Anti Rezim Suriah
Krisis Suriah yang semakin kompleks menempatkan dunia internasional pada persimpangan sulit antara melawan terorisme, mendorong solusi politik, dan melindungi jutaan warga sipil yang terjebak dalam konflik berkepanjangan.
Berita Terkait
-
Kota Hama Berhasil Direbut Kelompok Anti Rezim Suriah
-
Pertempuran Memanas di Suriah, Kelompok Oposisi Dorong Masuk ke Kota Strategis Hama
-
Kekejaman Baru Israel: Perang Psikologis dengan Suara Tangisan Bayi di Gaza
-
Serangan Israel Picu Eksodus Balik Pengungsi Lebanon dari Suriah
-
Perang Suriah Memanas: PBB Peringatkan Potensi Pelanggaran HAM di Aleppo
Terpopuler
- Pelatih Argentina Buka Suara Soal Sanksi Facundo Garces: Sindir FAM
- Kiper Keturunan Karawang Rp 2,61 Miliar Calon Pengganti Emil Audero Lawan Arab Saudi
- Usai Temui Jokowi di Solo, Abu Bakar Ba'asyir: Orang Kafir Harus Dinasehati!
- Ingatkan KDM Jangan 'Brengsek!' Prabowo Kantongi Nama Kepala Daerah Petantang-Petenteng
- 30 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 28 September: Raih Hadiah Prime Icon, Skill Boost dan Gems Gratis
Pilihan
-
Pertamax Tetap, Daftar Harga BBM yang Naik Mulai 1 Oktober
-
Lowongan Kerja PLN untuk Lulusan D3 hingga S2, Cek Cara Daftarnya
-
Here We Go! Jelang Lawan Timnas Indonesia: Arab Saudi Krisis, Irak Limbung
-
Berharap Pada Indra Sjafri: Modal Rekor 59% Kemenangan di Ajang Internasional
-
Penyumbang 30 Juta Ton Emisi Karbon, Bisakah Sepak Bola Jadi Penyelamat Bumi?
Terkini
-
Terbuai Ramalan Kiamat Seorang Pastor, Ratusan Warga Rela ke Hutan Tinggalkan Segalanya
-
Pemerintah Wajibkan Rapid Test di Dapur MBG, Perpres Darurat Segera Terbit
-
Modus Keji Predator Seks di Apartemen Kalibata: Imingi Hadiah Ultah, Rekam Aksi dengan Handycam!
-
Geger Keracunan Massal, Program Makan Bergizi Gratis Didesak Setop, Kantin Sekolah Jadi Solusi?
-
Dokter Tifa Tawarkan Obat Autoimun Manjur untuk Jokowi, Syaratnya Cuma Satu: Tobat Nasuha!
-
KPK Panggil Eks Dirut PGN untuk Kasus Korupsi Jual Beli Gas
-
Dituduh Cabul Hingga Diusir Warga, Benarkah Eks Dosen UIN Malang Ini Korban Fitnah Tetangga Sendiri?
-
Sebar ShopeePay: Tebar Saldo Gratis hingga 2,5 Juta, Klik Linknya Sekarang Juga!
-
Viral Perang Tetangga di Malang: Yai Mim Diusir Warga Dituduh Cabul, Ternyata Ini Akar Masalahnya
-
Di DPR, BGN Ungkap Ada 75 Kasus dan 6 Ribuan Siswa Keracunan MBG Sejak Januari-September