Suara.com - Sentilan Presiden Prabowo Subianto kepada hakim yang memvonis hukuman ringan kepada koruptor menjadi sorotan, seharusnya disampaikan DPR sebagai perwakilan suara rakyat.
Pengamat komunikasi politik Emrus Sihombing mengatakan, hukuman ringan kepada koruptor telah mengusik rasa keadilan masyarakat. Kondisi itu yang diduga menjadi penyebab Presiden Prabowo Subianto buka suara.
"Saya pikir Presiden Prabowo adalah bidang eksekutif. Bidang judikatif adalah hakim atau Mahkamah Agung. Jadi yang kita kritisasi adalah teman-teman di pengadilan. Ini bukan ranahnya presiden," kata Emrus kepada Suara.com saat dihubungi Selasa (31/12/2024).
Emrus menilai, kasus vonis ringan terhadap pelaku korupsi yang menuai kritik masyarakat perlu direspons DPR sebagai perwakilan rakyat.
Sebab, bila presiden yang berkomentar, khawatirnya ada anggapan bakal memengaruhi proses hukum.
"Rasa keadilan masyarakat ini harusnya yang bersuara DPR, legislatif. Karena mereka Dewan Perwakilan Rakyat. Mereka yang harusnya 'teriak'. Bahwa kan DPR ini kan representasi daripada rakyat. Tapi kalau Presiden Prabowo nanti menangani itu bisa salah persepsi mencampuri wilayah judikatif," tuturnya.
Sebelumnya, Presiden RI Prabowo Subianto menyinggung soal kasus koruptor yang dihukum ringan saat berpidato di acara Musrenbang Dalam Rangka Pelaksanaan RPJMP 2025-2029 beberapa waktu lalu.
Prabowo geram dengan vonis ringan terhadap koruptor yang hanya beberapa tahun penjara. Padahal, akibat perilaku korupnya, negara mengalami kerugian hingga ratusan triliun rupiah.
Kendati Prabowo tidak menyebut perkara dan nama terdakwa yang dimaksud, tetapi diketahui bahwa belakangan ramai sorotan terhadap vonis ringan Harvey Moeis yang hanya 6,5 tahun penjara.
Baca Juga: Polemik Maaf Koruptor, Prabowo: Saya Ingin Mereka Sadar, Kasihan Rakyat
Diketahui, tuntutan penuntut umum terhadap Harvey Moeis adalah pidana penjara 12 tahun plus uang pengganti Rp 210 miliar subsidair enam tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsidair satu tahun kurungan.
Sedangkan putusan Majelis Hakim adalah pidana penjara 6 tahun 6 bulan plus uang pengganti Rp 210 miliar subsidair dua tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsidair enam bulan kurungan.
Berita Terkait
Terpopuler
- Susunan Tim Pelatih Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2025, Indra Sjafri Ditopang Para Legenda
- Diskon Listrik 50 Persen PLN Oktober 2025, Begini Syarat dan Cara Dapat E-Voucher Tambah Daya!
- Shin Tae-yong Batal Comeback, 4 Pemain Timnas Indonesia Bernafas Lega
- 7 Rekomendasi Smartwatch untuk Tangan Kecil: Nyaman Dipakai dan Responsif
- 5 Bedak Padat yang Cocok untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Samarkan Flek Hitam
Pilihan
-
Harga Emas Sabtu 25 Oktober 2025: Antam Masih 'Hilang', UBS dan Galeri 24 Menguat
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
-
Bayar Hacker untuk Tes Sistem Pajak Coretax, Menkeu Purbaya: Programmer-nya Baru Lulus SMA
-
Perbandingan Spesifikasi HONOR Pad X7 vs Redmi Pad SE 8.7, Duel Tablet Murah Rp 1 Jutaan
-
Di GJAW 2025 Toyota Akan Luncurkan Mobil Hybrid Paling Ditunggu, Veloz?
Terkini
-
Geger Mark-Up Whoosh, Mahfud MD Siap Dipanggil KPK: Saya Akan Datang
-
Detik-detik Atap Lapangan Padel Taman Vila Meruya Ambruk Diterjang Badai Jakarta
-
Kemenag Minta Dosen PTK Manfaatkan Beasiswa Riset LPDP, Pembiayaan Hingga Rp 2 Miliar
-
Jalur Kedunggedeh Normal Lagi Usai KA Purwojaya Anjlok, Argo Parahyangan Jadi Pembuka Jalan
-
Menjelang HLN ke-80, Warga Aek Horsik Tapanuli Tengah Akhirnya Nikmati Listrik Mandiri
-
Isi Rapor SMA Ferry Irwandi Dibuka, 40 Hari Tak Masuk Sekolah Tapi Jadi Wakil Cerdas Cermat
-
Pesan Terakhir Pria di Lubuklinggau Sebelum Tenggak Racun: Aku Lelah, Terlilit Utang Judol
-
Curanmor di Tambora Berakhir Tragis: Tembak Warga, Pelaku Dihajar Massa Hingga Kritis!
-
Bantu Ibu Cari Barang Bekas, Anak 16 Tahun di Lampung Putus Sekolah, Ini Kata Kemen PPPA!
-
Sidak Gabungan di Lapas Karawang, Puluhan Ponsel Disita dari Blok Narapidana