Suara.com - Korupsi bukanlah hal yang asing lagi bagi masyarakat.
Bahkan, sudah tak bisa dihitung jari lagi, hampir setiap hari mereka disuguhkan dengan berita soal korupsi.
Korupsi sendiri bukanlah hanya soal pencurian uang negara, melainkan juga melibatkan serangkaian Tindakan yang tergolong tidak etis.
Korupsi menjadi penyakit sosial yang menyebabkan dampak merusak berbagai aspek kehidupan.
Korupsi dapat menjadi pemicu lambatnya pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Sebagai upaya pemberantasan, pemerintah Menyusun UU tentang korupsi dan hukumannya.
Pemberian hukuman ini dinilai dari besarnya kerugian negara akan korupsi yang dilakukan.
Hal ini seringkali membuat khalayak merasa bahwa orang yang telah mencuri uang negara secara ugal-ugalan haruslah dihukum mati agar setimpal.
Namun menurut Politikus Indonesia, Anies Baswedan sanksi untuk para koruptor sebenarnya bukanlah hukuman mati.
Baca Juga: Sesumbar Dapat Gelar Doktor Betulan, Intip Judul Disertasi Anies Baswedan
Meskipun secara reflek, hukuman mati setimpal dengan apa yang sudah dilakukan oleh para koruptor, yaitu mengambil uang negara, namun bagi Anies tidak.
Menurut Anies bukanlah hukuman mati yang seharusnya diberikan, melainkan dimiskinkan sampai harta benda milik negara dikembalikan semuanya.
“Dimiskinkan apa kurang menohok? Miskin habis. Dimiskinkan, walaupun ya memang belum pernah terjadi,” sebut Anies, dikutip dari youtube The Sungkars, Rabu (19/3/25).
Anies mengatakan bahwa dengan cara dimiskinkan inilah koruptor yang telah mengambil milik negara itu bisa mengembalikan semua hak negara.
“Dimiskinkan ini jadi hukuman yang menakutkan, karena orang akan berpikir wah kalau dimiskinkan diambil semua dong hartanya,” ungkapnya.
Anies menjelaskan jika hukuman mati belum bisa menjadi pilihan, lantaran sistem hukum di Indonesia masih belum sempurna.
“Kenapa tidak hukuman mati? Selama sistem hukum kita, penegak hukum kita dan pengadilan kita belum sempurna, maka ada ruang terjadi kekeliruan,” sebutnya.
“Ketika terjadi kekeliruan maka kekeliruan atas putusan itu harus bisa dikoreksi. Bayangkan, kalau ternyata rekayasa terjadi, bukti-bukti yang diberikan adalah bukti-bukti dengan kepalsuan, saksinya palsu, tapi sistem kita ini masih belum sempurna, lalu kita berikan hukuman yang enggak bisa diandu,” urainya.
Sehingga, sampai kapan pun jika sistem hukum di Indonesia belum sempurna, maka hukuman mati tidak bisa dilakukan.
Sebaliknya, jika sistem pengadilan di Indonesia sudah sempurna maka hukuman mati bagi koruptor bisa menjadi pilihan.
“Kalau negeri ini penegakan hukumnya sudah sempurna, sistem pengadilan sudah sempurna, Nah hukuman mati itu bisa menjadi opsi,” tandasnya.
Undang-Undang tentang Korupsi dan hukumannya yang masih berlaku di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, diatur jenis kejahatan melawan hukum berupa perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau juga korporasi.
bagi siapapun yang melakukan Tindakan ini akan dipenjara dengan 3 pilihan, Penjara seumur hidup, Pidana penjara paling singkat 4 tahun, dan pidana penjara paling lama 20 tahun. Selain itu hukuman dendanya paling sedikit Rp 200 juta rupiah atau paling banyak Rp 1 Miliar rupiah.
Dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999, mengatur tentang kejahatan yang dilakukan oleh seseorang untuk memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi serta menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang dimilikinya.
Jika korupsi ini terjadi, seseorang bisa mendapatkan pidana penjara seumur hidup. Pilihan yang lebih ringan, ia dipenjara minimal satu tahun atau paling lama 20 tahun.
Untuk hukuman pembayaran denda, minimal Rp 50 juta rupiah dan paling banyak Rp 1 Miliar rupiah.
Kemudian dalam Pasal 5 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2001, mengatur tentang hukuman yang akan diberikan kepada seseorang yang memberikan janji kepada PNS atau penyelenggara negara lainnya.
Janji ini dimaksudkan sebagai suap agar PNS itu melaksanakan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan pemberi suap.
Jika kasus ini terjadi, maka yang memberikan janji akan dikenakan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun. Sementara hukuman dendanya minimal Rp 50 juta rupiah dan maksimal Rp 250 juta rupiah.
Kontributor : Kanita
Berita Terkait
Terpopuler
- KPK: Perusahaan Biro Travel Jual 20.000 Kuota Haji Tambahan, Duit Mengalir Sampai...
- Selamat Datang Elkan Baggott Gantikan Mees Hilgers Bela Timnas Indonesia, Peluangnya Sangat Besar
- Jangan Ketinggalan Tren! Begini Cara Cepat Ubah Foto Jadi Miniatur AI yang Lagi Viral
- Hari Pelanggan Nasional 2025: Nikmati Promo Spesial BRI, Diskon Sampai 25%
- Maki-Maki Prabowo dan Ingin Anies Baswedan Jadi Presiden, Ibu Jilbab Pink Viral Disebut Korban AI
Pilihan
-
Media Lokal: AS Trencin Dapat Berlian, Marselino Ferdinan Bikin Eksposur Liga Slovakia Meledak
-
Rieke Diah Pitaloka Bela Uya Kuya dan Eko Patrio: 'Konyol Sih, tapi Mereka Tulus!'
-
Dari Anak Ajaib Jadi Pesakitan: Ironi Perjalanan Karier Nadiem Makarim Sebelum Terjerat Korupsi
-
Nonaktif Hanya Akal-akalan, Tokoh Pergerakan Solo Desak Ahmad Sahroni hingga Eko Patrio Dipecat
-
Paspor Sehari Jadi: Jurus Sat-set untuk yang Kepepet, tapi Siap-siap Dompet Kaget!
Terkini
-
Sejarah Panjang Gudang Garam yang Kini Dihantam Isu PHK Massal Pekerja
-
Pengamat Intelijen: Kinerja Listyo Sigit Bagus tapi Tetap Harus Diganti, Ini Alasannya
-
Terungkap! Rontgen Gigi Hingga Tato Bantu Identifikasi WNA Korban Helikopter Kalsel
-
Misteri Dosen UPI Hilang Terpecahkan: Ditemukan di Lembang dengan Kondisi Memprihatinkan
-
Dugaan Badai PHK Gudang Garam, Benarkah Tanda-tanda Keruntuhan Industri Kretek?
-
Israel Bunuh 15 Jurnalis Palestina Sepanjang Agustus 2025, PJS Ungkap Deretan Pelanggaran Berat
-
Mengenal Tuntutan 17+8 yang Sukses Bikin DPR Pangkas Fasilitas Mewah
-
IPI: Desakan Pencopotan Kapolri Tak Relevan, Prabowo Butuh Listyo Sigit Jaga Stabilitas
-
Arie Total Politik Jengkel Lihat Ulah Jerome Polin saat Demo: Jangan Nyari Heroiknya Doang!
-
Sekarang 'Cuma' Dapat Rp65,5 Juta Per Bulan, Berapa Perbandingan Gaji DPR yang Dulu?