Suara.com - Seorang wanita berusia 34 tahun bermarga Wu meninggal dunia setelah melompat dari atap Rumah Sakit Kota Anqing di provinsi Anhui, Tiongkok timur, menyusul dugaan malpraktik dalam prosedur pencabutan gigi bungsu yang ia jalani awal bulan ini.
Kejadian tragis ini dilaporkan oleh South China Morning Post dan memicu kemarahan publik terhadap pelayanan kesehatan di rumah sakit tersebut.
Menurut keterangan saudara laki-laki Wu, prosedur pencabutan gigi yang seharusnya rutin berubah menjadi mimpi buruk.
Selama 90 menit pertama operasi, Wu tidak diberikan anestesi, sehingga ia menahan rasa sakit yang luar biasa.
Parahnya lagi, dokter yang menangani prosedur tersebut keliru mencabut gigi yang sehat, lalu secara paksa memasang kembali gigi yang telah dicabut ke posisi semula menggunakan kawat untuk mengikatnya bersama beberapa gigi lainnya.
“Adik saya menderita selama satu setengah jam tanpa anestesi,” ungkap saudaranya dengan nada geram.
Akibat kesalahan tersebut, Wu mengalami kerusakan gigi yang parah, wajahnya membengkak, dan ia kesulitan makan.
Selama beberapa hari setelah prosedur, ia hanya mampu bertahan dengan minum air putih karena rasa sakit yang tak tertahankan mengganggu tidurnya. Dalam sebuah video yang diunggah ke media sosial, Wu menceritakan penderitaannya.
“Rumah sakit berbohong kepada saya dari awal hingga akhir. Saya sangat menderita. Siapa yang akan menyelamatkan saya? Karena kerugian ini, saya akan mati di sini,” katanya dengan nada putus asa.
Baca Juga: PPDS Anestesi Undip Terancam Tak Dibuka Kemenkes: Kalau Belum Dilakukan, Kita Nggak Akan Kembalikan
Keluarga Wu menyatakan bahwa ia telah berulang kali melaporkan insiden ini ke pihak rumah sakit dan otoritas setempat, namun tidak ada respons memadai.
"Wu telah berulang kali melaporkan masalah ini ke rumah sakit dan pihak berwenang, tetapi tidak ada tindakan apa pun. Hal ini menghancurkan pertahanan psikologisnya, dan dia mengatakan akan menggunakan kematian untuk membuktikan ketidakbersalahannya," kata kerabat tersebut.
Keputusasaan Wu memuncak hingga ia nekat mengakhiri hidupnya dengan melompat dari atap rumah sakit.
Pasca-kejadian, rumah sakit mengambil langkah dengan menskors dokter yang bertanggung jawab dan menyatakan bahwa kasus ini sedang diselidiki oleh komisi kesehatan serta kepolisian setempat.
Pihak rumah sakit juga menawarkan kompensasi sebesar 100.000 yuan (sekitar Rp11,7 juta), tetapi ditolak keluarga Wu.
Mereka menuntut akses ke rekaman kamera pengawas dari atap tempat kejadian, yang diklaim telah rusak.
Kasus ini menambah daftar panjang kekhawatiran terhadap standar keamanan prosedur gigi di Tiongkok. Sebelumnya, pada Agustus 2024, seorang pria bermarga Huang meninggal akibat serangan jantung dua minggu setelah menjalani pencabutan 23 gigi dan pemasangan 12 implan dalam satu hari.
Insiden tersebut juga terungkap melalui unggahan keluarga di media sosial, menyoroti perlunya reformasi dalam praktik kedokteran gigi di negara tersebut.
Hingga kini, investigasi masih berlangsung, sementara keluarga Wu bersikeras mencari keadilan atas kematian yang mereka anggap sebagai akibat dari kelalaian fatal pihak rumah sakit.
Kasus-kasus ini menimbulkan pertanyaan tentang pengawasan, pelatihan dokter gigi, dan mekanisme penanganan keluhan pasien di sistem kesehatan.
Untuk memastikan keamanan prosedur gigi, beberapa langkah penting biasanya diterapkan di banyak negara, seperti:
Penggunaan Anestesi yang Tepat: Anestesi lokal atau umum harus diberikan sesuai kebutuhan untuk mencegah rasa sakit selama prosedur.
Diagnosis Akurat: Pemeriksaan menyeluruh, termasuk rontgen, diperlukan untuk memastikan gigi yang tepat ditangani.
Sterilitas dan Peralatan: Alat yang bersih dan teknologi modern mengurangi risiko infeksi atau komplikasi.
Pemantauan Pasca-Prosedur: Pasien harus dipantau untuk mendeteksi komplikasi seperti infeksi atau pembengkakan berlebih.
Transparansi dan Akuntabilitas: Rumah sakit perlu menanggapi keluhan pasien dengan serius dan melakukan investigasi jika terjadi kesalahan.
Kasus Wu menunjukkan bahwa kegagalan dalam langkah-langkah ini dapat berakibat fatal, baik secara fisik maupun mental.
Di tingkat global, organisasi kesehatan seperti WHO menekankan pentingnya pelatihan berkelanjutan bagi tenaga medis dan regulasi ketat untuk melindungi pasien.
Di Tiongkok, insiden ini mungkin mendorong otoritas untuk mengevaluasi kembali standar pelayanan gigi, terutama di rumah sakit ternama seperti di Anqing, yang seharusnya menjadi acuan kualitas.
Berita Terkait
-
PPDS Anestesi Undip Terancam Tak Dibuka Kemenkes: Kalau Belum Dilakukan, Kita Nggak Akan Kembalikan
-
Tragis! Lansia Meninggal Setelah Cabut 23 Gigi dan Implan 12 Gigi Sekaligus dalam Satu Hari
-
Apa Itu PPDS? Mengenal Program Pendidikan yang Diikuti Dokter Muda Undip Sebelum Tewas
-
Siapa Prathita Amanda Aryani? Dituding Pelaku Bullying di Undip, Trending di X
-
Alasan Pilu dr Aulia Risma Lestari Tak Bisa Mundur dari PPDS Anestesi Undip Meski Sakit
Terpopuler
- 3 Fakta Menarik Skuad Timnas Indonesia Jelang Duel Panas Lawan Arab Saudi
- 15 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 27 September 2025, Kesempatan Raih Pemain OVR 109-113
- 30 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 28 September: Raih Hadiah Prime Icon, Skill Boost dan Gems Gratis
- Rumahnya Dijadikan Tempat Kebaktian, Apa Agama Krisna Mukti?
- Tak Cuma di Indonesia, Ijazah Gibran Jadi 'Gunjingan' Diaspora di Sydney: Banyak yang Membicarakan
Pilihan
-
Misi Bangkit Dikalahkan Persita, Julio Cesar Siap Bangkit Lawan Bangkok United
-
Gelar Pertemuan Tertutup, Ustaz Abu Bakar Baasyir Ungkap Pesan ke Jokowi
-
Momen Langka! Jokowi Cium Tangan Abu Bakar Ba'asyir di Kediamannya di Solo
-
Laga Klasik Timnas Indonesia vs Arab Saudi: Kartu Merah Ismed, Kemilau Boaz Solossa
-
Prabowo 'Ngamuk' Soal Keracunan MBG: Menteri Dipanggil Tengah Malam!
Terkini
-
Game-Changer Transportasi Jakarta: Stasiun KRL Karet dan BNI City Jadi Satu!
-
Ingin Benahi Masalah Keracunan MBG, Prabowo Minta Ompreng Dicuci Ultraviolet hingga Lakukan Ini
-
Gedung Bundar Siapkan 'Amunisi' untuk Patahkan Gugatan Praperadilan Nadiem Makarim
-
Waspada! 2 Ruas Jalan di Jakarta Barat Terendam: Ketinggian Air Capai...
-
Viral SPBU Shell Pasang Spanduk 'Pijat Refleksi Rp1000/Menit', Imbas BBM Kosong
-
Tok! Lulusan SMA Tetap Bisa Jadi Presiden, MK Tolak Gugatan Syarat Capres-Cawapres Minimal Sarjana
-
Amnesty Tanggapi Pencabutan Kartu Identitas Liputan Istana: Contoh Praktik Otoriter
-
Tak Ada Damai, Penggugat Ijazah Gibran, Subhan Palal Beri Syarat Mutlak: Mundur dari Jabatan Wapres!
-
Dari OB dan Tukang Ojek Jadi Raja Properti, 2 Pemuda Ini Bikin Prabowo Hormat, Cuan Rp150 M Setahun!
-
Masa Depan PPP Suram? Pengamat: Di Mata Rakyat 'Mengurus Partai Saja Tidak Becus'