Suara.com - Kalangan intelektual dan kelompok cendikia yang tergabung dalam Akademisi Komunikasi untuk Kebebasan Berekspresi dan Kebebasan Pers mencatat sejumlah aksi kekerasan terhadap sejumlah jurnalis dalam aksi demontrasi penolakan UU TNI, pada Jumat (21/3/2025) lalu.
Berdasarkan data Yayasan Tifa, pada tahun 2024 Indeks Keselamatan Jurnalis tahun 2024 masuk dalam kategori agak terlindungi dan hanya lebih baik 0,7 poin dibandingkan pada 2023.
Sementara berdasarkan data AJI di tahun 2024 juga menyatakan bahwa ada 73 kasus kekerasan pada jurnalis dengan kasus terbanyak adalah kekerasan fisik serta teror dan intimidasi.
"Pelaku kekerasan terhadap jurnalis terbanyak dilakukan oleh aparat Polisi dan prajurit TNI. Data ini menunjukkan tren yang negatif dan berpotensi berlanjut di masa mendatang," kata Guru Besar Bidang Ilmu Media dan Jurnalisme Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia (UII) Masduki, dalam diskusi daring, Rabu (26/3/2025).
Selain itu, aksi teror terhadap kantor berita saat ini juga kembali terjadi. Seperti yang dialami kantor berita Tempo.
Tempo dikirimi kepala babi dan bangkai tikus dalam waktu yang tidak berselang lama, yakni 19 Maret 2025 dan 22 Maret 2025.
Peristiwa yang dialami Tempo, menurut Masduki, mengingatkan pada aksi teror terhadap Koran Suara Indonesia di Malang, Jawa Timur (Jatim) yang terjadi pada 16 November 1984 lalu.
Kantor Redaksi Suara Indonesia dikirimi paket misterius berisi potongan kepala manusia.
"Pada waktu itu, Koran Suara Indonesia dikenal kritis terhadap gelombang aksi penembakan di berbagai kota oleh instansi militer (ABRI) terhadap orang yang dituding sebagai preman atau gali pada masa rezim Orde Baru yang dikenal dengan akronim Petrus (penembak misterius) pada kurun 1982-1985," katanya.
Baca Juga: Demo UU TNI Berujung Ricuh, LBH Ansor Buka Posko Pengaduan Korban Kekerasan Aparat
Terbaru, kekerasan terhadap jurnalis juga dialami oleh jurnalis IDN Times dan dua orang Pers Mahasiswa (Persma), yaitu Pers Suara Mahasiswa Universitas Indonesia (Pers Suma UI) dan Lembaga Pers dan Penyiaran Mahasiswa Parmagz (LPPM Parmagz) ketika meliput aksi Tolak RUU TNI pada 20 Maret 2025 lalu.
"Arya Pramuditha, Muhammad Aidan Ghifari, dan Tino mengalami kekerasan yang berbeda-beda. Arya, jurnalis persma LPPM Parmagz mengalami memar di bagian dada akibat lemparan besi dari arah dalam gedung DPR RI," ungkapnya.
Sementara jurnalis Persma Suma UI mengalami tiga jahitan di kepalanya akibat tiga pukulan berturut-turut di bagian kepalanya dari aparat kepolisian.
"Padahal, kedua jurnalis sudah mengalungi kartu pers dan tidak mengenakan jaket almamater," tambahnya.
Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Fajar Junaedi juga menyoroti soal doxing terhadap wartawan Tempo dan host siniar Bocor Alus, Francisca Christy Rosana.
Doxing yang dilakukan terhadap Francisca dinilai sebagai pembungkaman terhadap kebebasan pers dan masyarakat sipil, termasuk kaum akademisi melalui karya jurnalistik yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28F.
"Dengan adanya rekaman CCTV, dan dengan teknologi face recognition (pengenalan wajah), Polri seharusnya bisa mengungkap siapa pelaku teror ini. Pelaku tak boleh hanya dimaafkan, tetapi harus diseret ke meja hijau," tegasnya.
Teror kepada Tempo merupakan alarm penting bagi ancaman demokrasi di Indonesia, yang akan ditulis oleh pers nasional dan luar negeri.
Setelah mencermati kejadian yang belakangan terjadi, Akademisi Komunikasi untuk Kebebasan Berekspresi dan Kebebasan Pers menyatakan 4 poin yakni menuntut penanganan hukum yang menyeluruh dan tuntas pada kasus teror dan intimidasi kepada majalah Tempo dan jurnalisnya serta memprioritaskan penegakan keadilan dan pemulihan bagi korban.
Puluhan kasus yang melibatkan kerja-kerja jurnalistik seperti kekerasan fisik hingga teror ke majalah Tempo telah mengancam keberlangsungan kemerdekaan pers.
"Polisi harus menghentikan praktik impunitas dengan tidak melakukan undue delay. Sebaliknya, polisi harus menjunjung supremasi hukum dengan menegakkan undang-undang pers yang menjamin kebebasan jurnalis untuk mengumpulkan, mengolah, dan menyebarluaskan berita," bebernya.
Kemudian, Fajar juga Menuntut pelaku intimidasi dijerat dengan delik pidana, pasal 18 ayat (1) Undang-undang Pers No 40 Tahun 1999 karena telah melakukan penghalang-halangan terhadap proses kerja jurnalistik.
Dewan Pers perlu menerjunkan Satgas Anti-Kekerasan guna memastikan kepolisian mengusut kasus ini dengan tuntas.
Jurnalis melakukan kerja pers sebagai bentuk check and balances serta pengimplementasian tugasnya sebagai pilar keempat demokrasi.
"Segala bentuk intimidasi dan ancaman yang dilakukan merupakan bentuk penghalang-halangan kerja pers yang dapat berakibat pada terlanggarnya hak atas jaminan rasa aman bagi jurnalis serta terlanggarnya hak publik atas informasi," ucapnya.
Fajar juga meminta, agar Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi secara terbuka kepada publik.
Pernyataan kontroversial Hasan Nasbi mempertegas asumsi publik bahwa pemerintah saat ini kurang apresiatif terhadap kebebasan pers di satu sisi dan cenderung ignorant terhadap segala ancaman yang datang kepada media yang selama ini berusaha merealisasikan prinsip kebebasan pers secara berani.
Saat itu, Hasan Nasbi meminta media yang diintimidasi dengan paket kepala babi dan bangkai tikus untuk memasak kepala babi tersebut mengandung makna bahwa Istana menginginkan media mengikuti keinginan pengirim.
"Ada tendensi sikap yang meminta media menghadapi intimidasi tanpa perlu pembelaan. Tidak hanya itu, pernyataan tersebut dan juga ralat yang dilakukan telah mencederai nurani serta akal sehat publik," ucapnya.
Fajar kemudian menilai, selaku jubir presiden seharusnya memiliki perspektif yang empatik dan menjamin hak masyarakat yang sama di mata hukum.
"Kami menyatakan bersama-sama dengan Tempo dan jurnalis serta aktivis kebebasan berekspresi dalam melawan represi politik otoritarian era Joko Widodo dan Presiden Prabowo. Produk jurnalisme berkualitas seperti investigasi Tempo adalah pasokan informasi bagi warga negara agar tetap kritis," jelasnya.
Ancaman terhadap Tempo dan terhadap jurnalis, aktivis sosial dan aktivis mahasiswa di seluruh Indonesia sama halnya dengan ancaman terhadap kebebasan akademik sejak akhir periode Joko Widodo pada 2024 yang selama ini menjadi sumber berita.
Pada awal 2024 hingga pelaksanaan Pilpres, puluhan akademisi terutama guru besar mendapat ancaman dan dibungkam.
Berlanjutnya ancaman terhadap media, jurnalis dan akademisi ini menunjukkan Indonesia yang semakin gelap gulita dari sisi nilai-nilai dan praktik demokrasi.
"Bukan hanya itu, pembungkaman atas kebebasan pers, kebebasan berekspresi, dan juga kebebasan akademik adalah inkonstitusional karena melanggar Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, terutama pasal 28F," katanya.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Penampakan Rumah Denada yang Mau Dijual, Lokasi Strategis tapi Kondisinya Jadi Perbincangan
- Belajar dari Tragedi Bulan Madu Berujung Maut, Kenali 6 Penyebab Water Heater Rusak dan Bocor
- Prabowo Disebut Ogah Pasang Badan untuk Jokowi Soal Ijazah Palsu, Benarkah?
- 3 Shio Paling Beruntung Pekan Ketiga 13-19 Oktober 2025
- 4 Mobil Listrik Termurah di Indonesia per Oktober 2025: Mulai Rp180 Jutaan
Pilihan
-
Warisan Utang Proyek Jokowi Bikin Menkeu Purbaya Pusing: Untungnya ke Mereka, Susahnya ke Kita!
-
Tokoh Nasional dan Kader Partai Lain Dikabarkan Gabung PSI, Jokowi: Melihat Masa Depan
-
Proyek Rp65 Triliun Aguan Mendadak Kehilangan Status Strategis, Saham PANI Anjlok 1.100 Poin
-
Pundit Belanda: Patrick Kluivert, Alex Pastoor Cs Gagal Total
-
Tekstil RI Suram, Pengusaha Minta Tolong ke Menkeu Purbaya
Terkini
-
Skandal Rp 285 Triliun: Anak Riza Chalid Diduga Kantongi Rp3,07 T dari Korupsi Minyak
-
Jurnalis Myanmar Dorong Pembentukan Dewan Pers ASEAN, Perkuat Solidaritas Kebebasan Pers
-
Kabinet Prabowo Copy Paste Era Bung Karno, Ikrar Nusa Bhakti: Pemborosan di Tengah Ekonomi Sulit
-
Seleksi Pejabat BPJS Tak Sekadar Rotasi Jabatan, Pansel Cari Pemimpin yang Bisa Reformasi JKN
-
Ikon Baru Jakarta! 'Jembatan Donat' Dukuh Atas Dibangun Tanpa Duit APBD, Kapan Jadinya?
-
Proyek Galian Bikin Koridor 13 'Lumpuh', Transjakarta Kerahkan Puluhan Bus Tambahan
-
Larang Perdagangan Daging Anjing dan Kucing, Gubernur Pramono Siapkan Pergub dalam Sebulan
-
BNI Dukung BPJS Ketenagakerjaan Tingkatkan Layanan Jaminan Sosial lewat BNIdirect Cash
-
'Auditnya Menyusul Belakangan,' Serangan Balik Kubu Nadiem Usai Kalah di Praperadilan
-
Percepat Pembangunan Papua, Mendagri Tekankan Pentingnya Sinkronisasi Program Pusat dan Daerah