Hal ini, lanjut Usman, dipicu oleh perubahan aturan elektoral yang dilakukan Mahkamah Konstitusi pada Oktober 2023, saat-saat di mana tahapan pemilu telah dimulai. Pertama kalinya, integritas dan independensi pemilu Indonesia dipertanyakan.
Kritik, kata Usman, saat itu bukan hanya datang dari akademisi, aktivis, jurnalis, dan mahasiswa di dalam negeri. Tapi juga datang dari berbagai pihak di luar negeri, termasuk Komite HAM PBB, sebagaimana tertuang dalam sesi resmi observasi penutup pada Maret 2024.
Kritik Komite HAM tertuju pada tindakan Presiden Joko Widodo ketika itu yang dinilai mengubah aturan elektoral melalui Mahkamah Konstitusi untuk mengupayakan agar anaknya, Gibran Rakabuming Raka, menduduki jabatan publik yang tinggi.
Seperti termaktub dalam aturan pemilu, Gibran tidak memenuhi persyaratan formal berupa usia minimum untuk menjadi peserta pemilu.
“Ekspresi kritik warga terhadap netralitas pemilu adalah ekspresi yang sah. Wajib dijamin. Partisipasi warga dalam pemilu yang berintegritas juga sangatlah penting. Karena itu Pemilu 2024 menjadi momen ujian besar bagi pelaksanaan kewajiban negara atas hak asasi manusia. Sayangnya Indonesia gagal menjamin integritas elektoral tersebut,” beber Usman.
Selain itu, serangan pada kebebasan berekspresi mencapai tingkat yang cukup mengkhawatirkan. Negara masih cenderung terus memenjarakan orang-orang kritis dengan tuduhan menghina, mencemarkan nama baik lembaga, individu maupun pejabat negara atau keluarga mereka di media sosial maupun elektronik.
Sejak Januari hingga Desember 2024 Amnesty mencatat 13 pelanggaran kebebasan berekspresi dengan 15 korban yang dituduh melanggar UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Meski telah dilakukan revisi sebanyak dua kali, UU ITE masih sering digunakan untuk merepresi warga yang menggunakan hak mereka untuk berpendapat.
Hingga memasuki tahun 2025, kriminalisasi terus terjadi walaupun telah ada aturan hukum yang melindungi warga yang ingin berpartisipasi (Anti-SLAPP).
Baca Juga: Saeful Bahri Sebut Upaya Giring Hukum untuk Jadikan Harun Masiku Anggota DPR RI sebagai Opsus
Usman mengingatkan, pada 10 Maret 2025, lalu polisi menangkap seorang aparatur sipil negara dan seorang mahasiswa di Bangka Belitung.
Kepolisian menetapkan mereka sebagai tersangka pencemaran nama baik karena memuat konten negatif atas seorang pejabat rumah sakit umum daerah Pangkalpinang di media sosial.
Kemudian, ada pula Septia Dwi Pertiwi. Ia didakwa pencemaran nama baik hanya karena mengkritik pimpinan perusahaan tempat dia bekerja. Dalam putusan 22 Januari 2025, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan Septia tidak bersalah.
Namun, pada 17 Februari 2025, jaksa penuntut umum yang mendakwanya dengan UU ITE mengajukan kasasi atas putusan bebas Septia ke Mahkamah Agung.
“Jaksa adalah pengacara negara. Negara seakan ingin mengubah ruang ekspresi menjadi ruang jeruji melalui kriminalisasi ekspresi-ekspresi damai di ruang publik maupun digital,” tegas Usman.
Pembungkaman hingga jerat tindak pidana bukanlah taktik yang manusiawi untuk membungkam kritik. Kriminalisasi tidak hanya menghukum si korban tapi juga menimbulkan trauma psikologis bagi pihak keluarga.
Berita Terkait
-
Saeful Bahri Sebut Upaya Giring Hukum untuk Jadikan Harun Masiku Anggota DPR RI sebagai Opsus
-
Amnesty Sebut Penolakan Prabowo Jadi Modal Penghapusan Hukuman Mati di Indonesia
-
Redaksi Tempo Bertubi-tubi Diteror, Usman Hamid: Polisi Harus Ungkap Dalangnya!
-
Amnesty Internasional: Rencana Perluas Jabatan TNI Aktif di Sipil Ancam Demokrasi, Indonesia Selevel Myanmar
-
Kamisan Tak Padam: 18 Tahun Perjuangan Korban HAM, Janji Ledakkan Tirani
Terpopuler
- 7 Mobil Keluarga 7 Seater Seharga Kawasaki Ninja yang Irit dan Nyaman
- Bukan Akira Nishino, 2 Calon Pelatih Timnas Indonesia dari Asia
- Diisukan Cerai, Hamish Daud Sempat Ungkap soal Sifat Raisa yang Tak Banyak Orang Tahu
- Gugat Cerai Hamish Daud? 6 Fakta Mengejutkan di Kabar Perceraian Raisa
- 21 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 22 Oktober 2025, Dapatkan 1.500 Gems dan Player 110-113 Sekarang
Pilihan
-
Heboh Kasus Ponpes Ditagih PBB hingga Diancam Garis Polisi, Menkeu Purbaya Bakal Lakukan Ini
-
Makna Mendalam 'Usai di Sini', Viral Lagi karena Gugatan Cerai Raisa ke Hamish Daud
-
Emil Audero Akhirnya Buka Suara: Rasanya Menyakitkan!
-
KDM Sebut Dana Pemda Jabar di Giro, Menkeu Purbaya: Lebih Rugi, BPK Nanti Periksa!
-
Mees Hilgers 'Banting Pintu', Bos FC Twente: Selesai Sudah!
Terkini
-
Pakar Sebut Wacana Prabowo Prioritaskan Bahasa Portugis di Sekolah Politis: Kepentingan Relasi Aja
-
Berstatus Tersangka, KPK Kembali Periksa Sekjen DPR Indra Iskandar, Bakal Ditahan?
-
Keracunan Massal di MTS Malang, Polisi Tunggu Hasil Uji Sampel MBG Sebelum Menentukan Langkah Hukum
-
Ajak Bakar Mabes Polri, TikTokers Laras Faizati Curhat Lewat Surat di Penjara, Begini Isinya!
-
Begini Rekayasa Lalin Selama Jakarta Running Festival 2526 Oktober, Sejumlah Jalan Ditutup
-
Lokasi Dijaga Ormas GRIB, Begini Ketegangan saat Proses Eksekusi Rumah Lelang di Petukangan
-
Jakarta Krisis Lahan Makam, Pramono Minta Anak Buahnya Cari Tempat Baru
-
Pengacara Yakin Lisa Mariana Tak Ditahan Bareskrim Usai Diperiksa: Kasusnya Tak Menyeramkan
-
Waspada! Tembus 2.548 Kasus, Jakbar Tertinggi Penyebaran DBD di Jakarta, Pemicunya Apa?
-
Bansos Akhir Tahun Mulai Cair! Begini Cara Cek Nama Penerima Online