Suara.com - Berbagai pelanggaran HAM berat yang terjadi di Indonesia diproyeksikan tidak akan masuk dalam penulisan ulang sejarah nasional yang ditulis di Bawah koordinasi Kementerian Kebudayaan (Kemenbud).
Sejarawan senior Asvi Warman Adam menuturkan, dugaan itu bisa dilihat dari pernyataan Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon sendiri.
"Saya sangat pesimis. Apalagi karena apa yang dijawab oleh Menteri Kebudayaan bahwa ini bukan buku tentang sejarah HAM tapi secara umum gitu. Seharusnya dia katakan semuanya itu akan ditulis. Walaupun mungkin porsinya itu nanti akan disesuaikan gitu. Tapi dia sudah mengatakan atau membantah," kata Asvi kepada Suara.com dihubungi Selasa (1/7/2025).
Hal lain yang mengecewakan juga, kata Asvi, mengenai pernyataan Fadli Zon mengenai perkosaan massal pada tahun 1998.
Menurut Asvi, kejadian itu sudah seharusnya juga ditulis dalam buku sejarah nasional
"Dia juga menyangkal adanya perkosaan masal tahun '98. Padahal ini sesuatu yang menyakitkan bagi korban, bagi bangsa kita. Bahwa kenapa ini bisa terjadi gitu. Seharusnya itu kan dimuat gitu tapi tidak disangkal seperti sekarang," kritiknya.
Sejarah nasional yang tengah disusun saat ini disebut juga akan membuat generasi muda mendapatkan informasi yang keliru terhadap sejarah.
Padahal, Asvi menekankan kalau generasi muda juga berhak mengenai masa lalu Indonesia sesuai fakta.
"Hal-hal yang terjadi pada masa lalu mestinya diketahui oleh generasi muda. Misalnya pelanggaran HAM berat yang terjadi pada tahun 1965, yang terjadi pada tahun 1968 itu kan harus diketahui oleh generasi muda gitu. Supaya itu tidak terulang lagi," tegasnya.
Baca Juga: Kritik Proyek Menbud Tulis Ulang Sejarah, Asvi Warman Adam: Terlalu Membesar-besarkan Jasa Soeharto
Dihubungi terpisah, sejarawan Asep Kambali juga menegaskan, bila generasi muda hanya disodori sejarah versi tunggal, maka mereka akan tumbuh tanpa kemampuan berpikir kritis dan kehilangan kepekaan terhadap keberagaman narasi masa lalu.
Dia menekankan bahwa sejarah bukan untuk dipuja-puji, melainkan untuk dipahami, dipelajari, dan dijadikan cermin untuk masa depan.
"Tanpa pendekatan akademik yang jujur dan terbuka, sejarah bisa berubah menjadi dogma. Ini membahayakan karena sejarah seharusnya menjadi benteng kesadaran, bukan tembok penjara ingatan," ucapnya.
Alih-alih membuat citra negara jadi baik, menurut Asep, menutup sejarah kelam hanya akan membuat bangsa yang tercerabut dari sejarah akan kehilangan arah.
Tak hanya itu, bahkan mudah dimanipulasi atau dikendalikan oleh kekuatan bangsa lain demi membentuk ulang identitas nasional sesuai kepentingannya.
"Untuk menghancurkan suatu bangsa, musnahkan ingatan sejarah generasi mudanya. Jangan sampai Indonesia hancur, karena tidak merawat ingatan sejarah bangsa kita," katanya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Jemput Weekend Seru di Bogor! 4 Destinasi Wisata dan Kuliner Hits yang Wajib Dicoba Gen Z
- 6 Ramalan Shio Paling Beruntung di Akhir Pekan 4-5 Oktober 2025
Pilihan
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
Terkini
-
Ajang Dunia MotoGPTM 2025 Jadi Penyelenggaraan Terbaik dan Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi Daerah
-
Ketimbang Berpolemik, Kubu Agus Diminta Terima SK Mardiono Ketum PPP: Digugat pun Bakal Sia-sia?
-
Bima Arya: PLBN Sebatik Harus Mampu Dongkrak Ekonomi Masyarakat Perbatasan
-
Jangan Lewatkan! HUT ke-80 TNI di Monas Ada Doorprize 200 Motor, Makanan Gratis dan Atraksi Militer
-
Menhan Bocorkan Isi Pertemuan Para Tokoh di Rumah Prabowo, Begini Katanya
-
Efek Revisi UU TNI? KontraS Ungkap Lonjakan Drastis Kekerasan Aparat, Papua Jadi Episentrum
-
Ajudan Ungkap Pertemuan 4 Mata Jokowi dan Prabowo di Kertanegara, Setelah Itu Pamit
-
SK Menkum Sahkan Mardiono Ketum, Muncul Seruan Rekonsiliasi: Jangan Ada Tarik-Menarik Kepentingan!
-
Jokowi Sambangi Prabowo di Kertanegara Siang Tadi Lakukan Pertemuan Hampir 2 Jam, Bahas Apa?
-
Catatan Hitam KontraS di HUT TNI: Profesionalisme Tergerus, Pelibatan di Urusan Sipil Kian Meluas!