Suara.com - Kematian Juliana Marins, petualang asal Brasil yang meninggal setelah terjatuh saat mendaki Gunung Rinjali, Lombok, NTB, ternyata masih berbuntut panjang.
Terbaru, dikutip dari IBtimes UK, Rabu (2/7/2025), keluarga Juliana Marins mengancam akan mengajukan tuntutan hukum kepada pemerintah Indonesia atas kasus 'kelalaian' TIM SAR saat penyelamatan.
Juliana Marins, yang berprofesi sebagai penari berusia 26 tahun, tewas secara tragis setelah terjatuh ke dalam kawah Gunung Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Insiden ini mengguncang publik, terlebih setelah pihak keluarga menuduh adanya kelalaian dari tim penyelamat, yang mereka yakini bisa menyelamatkan nyawa Juliana jika pertolongan datang lebih cepat.
Kronologi peristiwa nahas ini dimulai pada hari Sabtu, 21 Juni 2025.
Juliana, bersama rombongan pendaki lainnya, memulai pendakian di Gunung Rinjani, gunung berapi aktif tertinggi kedua di Indonesia.
Namun, tragedi menimpanya saat ia secara tidak sengaja tergelincir dan jatuh dari ketinggian 1.600 kaki atau sekitar 487 meter ke dalam kawah.
Secara luar biasa, Juliana selamat dari benturan awal. Namun, ia terperangkap di medan yang curam dan sangat berbahaya.
Selama beberapa hari berikutnya, rekaman drone yang dramatis berhasil menangkap pergerakan dan teriakan minta tolongnya.
Baca Juga: Pengakuan Agam Rinjani Saat Menemukan Juliana Marins: Kepala Retak, Sudah Mati di Tempat
Dunia terhenyak menyaksikan video yang menunjukkan situasinya yang mengerikan.
Menurut laporan BBC, tim penyelamat bahkan sempat mendengar langsung teriakannya setelah insiden jatuh tersebut.
Tim penyelamat gabungan, termasuk dari Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas), segera bergegas ke lokasi.
Akan tetapi, upaya penyelamatan berulang kali terhambat oleh kondisi alam yang ekstrem. Kabut tebal, medan yang tidak stabil, dan ketinggian menjadi rintangan utama.
Tewas Setelah Empat Hari Terjebak
Harapan untuk menyelamatkan Juliana pupus setelah keluarganya mengonfirmasi kematiannya pada tanggal 24 Juni 2025.
"Dengan kesedihan yang mendalam, kami menginformasikan bahwa dia tidak selamat," demikian pernyataan pilu dari pihak keluarga.
"Kami tetap sangat berterima kasih atas semua doa, pesan kasih sayang, dan dukungan yang telah kami terima."
Tudingan serius kemudian dilayangkan oleh keluarga Marins.
Mereka mengklaim bahwa nyawa putri mereka seharusnya bisa diselamatkan jika tim penyelamat tiba tepat waktu dan bertindak cepat.
"Juliana mengalami kelalaian besar dari pihak tim penyelamat," kata pihak keluarga setelah jenazah Juliana berhasil dievakuasi pada hari Rabu, 25 Juni 2025.
Mereka menambahkan, jika tim penyelamat berhasil mencapai turis Brazil itu dalam waktu 7 jam setelah jatuh, Juliana mungkin masih bisa diselamatkan.
Keluarga Marins menegaskan akan menempuh jalur hukum untuk mencari keadilan.
"Juliana pantas mendapatkan yang lebih baik! Sekarang kami akan mencari keadilan untuknya, karena itulah yang pantas dia dapatkan! Jangan menyerah untuk Juliana!" tegas keluarga Marins, mengisyaratkan potensi gugatan hukum.
Meski begitu, mereka tetap mengucapkan terima kasih kepada para sukarelawan yang membantu mengevakuasi jenazah putrinya dari kawah.
Respons Tim Penyelamat dan Proses Lanjutan
Menanggapi tudingan tersebut, Kepala Basarnas setempat, Mohammad Syafiti, mengonfirmasi telah bertemu dengan keluarga korban.
Ia mengakui bahwa upaya penyelamatan mereka tertunda karena berbagai tantangan berat di lapangan, seperti kabut tebal yang mengganggu fungsi drone termal untuk melacak posisi Juliana.
Syafiti menjelaskan bahwa rencana awal untuk menggunakan helikopter harus dibatalkan karena kondisi cuaca yang sangat buruk.
"Jadi, kami harus mengevakuasi korban dengan tandu, yang memakan waktu cukup lama," ujarnya.
Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat, Indah Dhamayanti Putri, menyatakan bahwa jenazah korban telah dibawa ke pulau tetangga, Bali.
Ia menambahkan bahwa proses autopsi akan dilakukan untuk menentukan penyebab utama dan waktu pasti kematian Juliana.
Tag
Berita Terkait
-
Pengakuan Agam Rinjani Saat Menemukan Juliana Marins: Kepala Retak, Sudah Mati di Tempat
-
Sisi Lain Agam Rinjani, Pernah Habiskan Rp 367 Juta Buat Hidup Mewah di Bali
-
Lagi di Jakarta saat Juliana Marins Jatuh, Agam Rinjani: Kalau Saya di Sana Mungkin Selamat
-
Ira Wibowo Kenang Medan Berat Gunung Rinjani, Akui Sempat Terpeleset di Trek Berpasir dan Berbatu
-
Ira Wibowo Apresiasi Tim Penyelamat Pendaki Brasil di Rinjani, Sentil Netizen Asal Bicara Nyinyir
Terpopuler
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 8 Mobil Bekas Sekelas Alphard dengan Harga Lebih Murah, Pilihan Keluarga Besar
- 7 Bedak Padat yang Awet untuk Kondangan, Berkeringat Tetap Flawless
- 5 Rekomendasi Tablet dengan Slot SIM Card, Cocok untuk Pekerja Remote
- 5 Pilihan HP Snapdragon Murah RAM Besar, Harga Mulai Rp 1 Jutaan
Pilihan
-
Pertemuan Mendadak Jusuf Kalla dan Andi Sudirman di Tengah Memanasnya Konflik Lahan
-
Cerita Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Jenuh Dilatih Guardiola: Kami seperti Anjing
-
Mengejutkan! Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Resmi Pensiun Dini
-
Kerugian Scam Tembus Rp7,3 Triliun: OJK Ingatkan Anak Muda Makin Rawan Jadi Korban!
-
Ketika Serambi Mekkah Menangis: Mengingat Kembali Era DOM di Aceh
Terkini
-
Heboh Tuduhan Ijazah Palsu Hakim MK Arsul Sani, MKD DPR Disebut Bakal Turun Tangan
-
Pemkab Jember Kebut Perbaikan Jalan di Ratusan Titik, Target Rampung Akhir 2025
-
Kejagung Geledah Sejumlah Rumah Petinggi Ditjen Pajak, Usut Dugaan Suap Tax Amnesty
-
Kepala BGN Soal Pernyataan Waka DPR: Program MBG Haram Tanpa Tenaga Paham Gizi
-
Muhammad Rullyandi Sebut Polri Harus Lepas dari Politik Praktis, Menuju Paradigma Baru!
-
Hari Pertama Operasi Zebra 2025, Akal-akalan Tutup Plat Pakai Tisu Demi Hindari ETLE
-
Anak Legislator di Sulsel Kelola 41 SPPG, Kepala BGN Tak Mau Menindak: Mereka Pahlawan
-
Guru Sempat Cium Bau Bangkai di Menu Ayam, BGN Tutup Sementara SPPG di Bogor
-
KPK Akui Belum Endus Keterlibatan Bobby Nasution dalam Kasus Korupsi Pengadaan Jalan Sumut
-
Luncurkan Kampanye Makan Bergizi Hak Anak Indonesia, BGN: Akses Gizi Bukan Bantuan