Suara.com - Polemik dugaan ijazah palsu milik mantan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo atau Jokowi menyita perhatian banyak pihak, salah satunya Forum Diaspora Indonesia (FDI).
Bersama dengan para tokoh yang selama ini vokal dalam mempertanyakan keaslian ijazah Universitas Gadjah Mada (UGM) Jokowi seperti dokter Tifa, Roy Suryo, dan Rismon Sianipar, FDI melaporkan kasus tersebut ke Amnesty International dan Human Right di sejumlah negara.
Hal tersebut disampaikan oleh Sekjen FDI Agus Yunanto dalam konferensi pers bersama Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) yang disiarkan melalui kanal YouTube Refly Harun dengan judul "Titik Terang! Kasus Ijazah Jokowi Diadukan ke Amnesti Internasional! Diaspora 25 Negara Ikut Dukung!".
"Yang pertama surat kepada Amnesti Internasional yang beralamat di London, United Kingdom. Kemudian yang kedua, surat yag sama kami tujukan kepada human rights watch yang ada di lima negara. Di Amerika, Inggris, Jepang, Australia, dan Swiss," ucap Agus Yunanto.
Tak hanya itu, pihaknya juga menyurati Presiden Indonesia Prabowo Subianto untuk lebih memperhatikan kasus tersebut.
"Lalu yang terakhir, kami juga membuat surat kepada Presiden Prabowo Subianto," tambahnya.
Lebih lanjut, menurut keterangan Agus Yunanto, ketua TPUA yang kini diketuai oleh Eghie Sudjana tengah berada di Inggris untuk menyampaikan laporan mereka ke Amnesty International.
"Yang perlu saya sampaikan dalam kesempatan ini untuk mengupdate bagaimana FDI ini ikut mendukung memberikan opini dan sebagainya. Saat ini ketua dari TPUA, beliau WhatsApp saya kemarin, beliau sedang berada di UK. Jadi dalam waktu dekat, beliau akan langsung mendatangi kantor Amnesti Internasional di London. Itulah bagian dari kontribusi Forum Diaspora Indonesia," sambungnya lagi.
Selain itu, terdapat beberapa poin yang disampaikan oleh FDI terkait keputusan Bareskrim Polri dan Polda Metro Jaya dalam menyikapi polemik ijazah palsu Jokowi.
Baca Juga: Geger Ijazah Jokowi, Profesor Henuk 'Tampar' Akademisi Lain: Boleh Salah, tapi Jangan Bohong!
FDI menyayangkan bahwa kasus tersebut terlalu berlarut lantaran penegak hukum dinilai tidak bisa memposisikan diri di kolam yang netral.
"Kami atas nama Forum Diaspora Indonesia atau FDI yang tersebar di kurang lebih 25 negara di seluruh dunia ingin menyampaikan beberapa poin dalam pers conference hari ini menyangkut polemik ijazah mantan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo serta pelanggaran hak konstitusional dan pelanggaran hak asasi manusia oleh beberapa anggota masyarakat dan aktivis sebagai berikut. Satu, kami para diaspora Indonesia yang berdomisili di luar negeri sangat prihatin dan kecewa dengan masalah sepele untuk membuktikan keaslian ijazah seorang pejabat publik menjadi polemik besar yang bertele-tele dan berlarut-larut," beber Agus.
Menurut FDI, tidak seharusnya Bareskrim Polri menggelar perkara khusus tanpa menghadirkan Jokowi maupun menampilkan dokumen asli dari ijazah Presiden RI ke-7 tersebut.
"Dua, penegak hukum dalam hal ini Breskrim dan Polda Metro Jaya yang memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menegakkan hukum dan konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 yang harus bersikap netral. Tetapi sangat terkesan besat sebelah melindungi mantan Presiden Indonesia Jokow Widodo. Ya, bagaimana mungkin Bareskrim melakukan gelar perkara khusus tanpa menghadirkan ijazah asli yang menjadi isu utama dalam perkara ini? Bagaimana mungkin Polda Metro Jaya menaikkan perkara ini ke penyidikan dengan menggunakan fotokopi ijazah? Mengapa Bareskrim dan Polda Metro Jaya begitu takut menyita dan menghadirkan ijazah asli milik Pak Joko Widodo? Itu saja sudah membuktikan Bareskrim dan Polda Metro Jaya tidak netral dalam menegakkan hukum. Ini pandangan kami," timpal Agus Yunanto.
FDI juga menyinggung peran Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai badan publik dalam memberikan keterbukaan informasi terhadap publik. Mengacu pada Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik Nomor 14 Tahun 2008, UGM seharusnya mampu menyediakan informasi yang diminta oleh para aktivis terkait ijazah Jokowi kepada publik.
"Dari ayat di atas jelas bahwasannya UGM adalah badan publik. Pak Joko Widodo sebagai mantan presiden dan pejabat di Danantara adalah seorang pejabat publik. Semua badan publik dan pejabat publik memiliki kewajiban terhadap publik, termasuk membuat laporan secara reguler terhadap publik dan memberikan dokumen kepada publik bila diminta," jelas Agus.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pratama Arhan dan Azizah Salsha Dikabarkan Rujuk, Ini Penjelasaan Pengadilan Agama Tigaraksa
- Sahroni Ditemukan Tewas, Dikubur Bersama 4 Anggota Keluarganya di Halaman Belakang Rumah
- Link Resmi Template Brave Pink Hero Green Lovable App, Tren Ubah Foto Jadi Pink Hijau
- Penuhi Tuntutan Demonstran, Ketua DPRA Setuju Aceh Pisah dari Indonesia
- Presiden Prabowo Tunjuk AHY sebagai Wakilnya ke China, Gibran ke Mana?
Pilihan
-
Maulid Nabi Muhammad SAW: Amalkan 3 Doa Ini, Raih Syafaat Rasulullah di Hari Spesial
-
Video Ibu Jilbab Pink Maki-maki Prabowo dan Minta Anies Jadi Presiden: Deepfake?
-
Bisnis Riza Chalid Apa Saja? Sosok Koruptor Berjulukan The Gasoline Godfather
-
ASI Itu Bodyguard, Vaksin Itu Sniper: Kenapa Bayi Butuh Dua-duanya, Bukan Cuma Salah Satunya!
-
5 Rekomendasi HP Murah Baterai Awet di Bawah Rp 2 juta, Tahan Seharian! Terbaik September 2025
Terkini
-
Video Lawas Deddy Sitorus jadi Bahan Politisasi, Ini Kata Analis
-
Nadiem Bisa Lolos? Mahfud MD Temukan 1 Kesalahan Fatal di Kasusnya
-
Babak Baru Kasus Delpedro: Polisi Geledah Kantor Lokataru dan Apartemen Keluarga
-
Dudung Abdurachman Buka Suara Soal Darurat Militer: "Tahapannya Panjang!
-
Babak Baru Nadiem Makarim: Sudah Tersangka di Kejagung, Kini Dibayangi Status Tersangka dari KPK
-
Puan Maharani Pimpin Reformasi DPR; Gebrakan Awal, Tuntutan Publik Menyusul?
-
SOS! Keluarga Indonesia Kehilangan Sentuhan? Ini Jurus Ampuh Menko PMK Selamatkan Generasi dari AI
-
CEK FAKTA: Rumah Ahmad Sahroni di Bandung Dibakar Massa?
-
Komandan Dipecat, Sopir Hanya Demosi: Kompolnas Beberkan Faktor Peringan Bripka Rohmat
-
Sinyal Keras dari Istana, Yusril: Pintu Pidana Masih Terbuka untuk 7 Anggota Brimob