Bukan Sekadar Data, Ini Soal Kedaulatan
Kekacauan komunikasi di lingkaran pemerintah ini merespons pakar dan pegiat hak digital memberikan peringatan keras kepada pemerintah.
Apalagi kesepakatan tersebut bisa menjadi 'cek kosong' yang membahayakan keamanan nasional dan hak-hak warga negara.
Direktur Eksekutif SAFEnet, Nenden Sekar Arum, menyebut langkah ini sangat berbahaya bagi hak digital dan kedaulatan data warga.
Ia mengkritik keras pemerintah yang membuat kesepakatan terlebih dahulu sebelum regulasi dan lembaga perlindungannya siap.
"SAFEnet memandang kesepakatan Indonesia dengan Amerika Serikat yang memungkinkan transfer dan pengelolaan data pribadi warga Indonesia oleh perusahaan-perusahaan asing sebagai langkah yang sangat berbahaya bagi hak digital dan kedaulatan data kita," kata Nenden.
Regulasi Belum Siap
"Kesepakatan internasional seperti ini tidak boleh dibuat sebelum ada kesiapan regulasi dan jaminan perlindungan hukum yang konkret, bukan justru membuat kesepakatan terlebih dahulu, lalu menyusul regulasinya belakangan."
Peringatan lebih keras datang dari Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi.
Baca Juga: Soal Transfer Data ke AS, Presiden Prabowo Buka Suara: Negosiasi Terus Berjalan
Ia menuntut adanya transparansi penuh dan menekankan bahwa transfer data sembarangan dapat mengekspos informasi paling sensitif milik negara.
"Sebab kalau diberikan, semua data penduduk siapa jadi tentara, polisi, PNS (Pegawai Negeri Sipil), alamatnya ketahuan semua. Riwayat kesehatan Presiden, Wapres (Wakil Presiden), Menteri, juga akan bisa diakses. Belum lagi data keuangan Anggota DPR juga bisa dibuka," beber Heru.
UU PDP Tumpul?
Meski mendapat respon keras, pemerintah berdalih bahwa setiap proses akan tunduk pada Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
Sayangnya, argumen pemerintah ini masih sangat lemah. Heru Sutadi mengingatkan, meski UU PDP sudah berlaku efektif sejak 17 Oktober 2024, aturan pelaksanaannya hingga kini belum terbentuk.
"UU PDP sudah efektif berlaku mulai 17 Oktober 2024 meski memang aturan pelaksanaannya seperti PP dan Lembaga PDP belum terbentuk," tegasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Susunan Tim Pelatih Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2025, Indra Sjafri Ditopang Para Legenda
- Gugat Cerai Hamish Daud? 6 Fakta Mengejutkan di Kabar Perceraian Raisa
- Pria Protes Beli Mie Instan Sekardus Tak Ada Bumbu Cabai, Respons Indomie Bikin Ngakak!
- 7 Sunscreen yang Wudhu Friendly: Cocok untuk Muslimah Usia 30-an, Aman Dipakai Seharian
- 19 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 23 Oktober 2025: Pemain 110-113, Gems, dan Poin Rank Up Menanti
Pilihan
-
Harga Emas Sabtu 25 Oktober 2025: Antam Masih 'Hilang', UBS dan Galeri 24 Menguat
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
-
Bayar Hacker untuk Tes Sistem Pajak Coretax, Menkeu Purbaya: Programmer-nya Baru Lulus SMA
-
Perbandingan Spesifikasi HONOR Pad X7 vs Redmi Pad SE 8.7, Duel Tablet Murah Rp 1 Jutaan
-
Di GJAW 2025 Toyota Akan Luncurkan Mobil Hybrid Paling Ditunggu, Veloz?
Terkini
-
Bus Rombongan FKK Terguling di Tol Pemalang, 4 Orang Tewas!
-
3 Fakta Kereta Purwojaya Anjlok di Bekasi, Jalur Terblokir Sejumlah KA Terdampak
-
Bukan Cuma Mesin EDC, KPK Kini Juga Bidik Korupsi Alat Pengukur Stok BBM di Kasus Digitalisasi SPBU
-
Kerajaan Thailand Berduka: Ratu Sirikit Meninggal Dunia di Usia 93 Tahun karena Komplikasi Penyakit
-
Tragis! Mulut Asem Mau Nyebat, Pegawai Warkop di Kebon Jeruk Tewas Tersetrum Listrik
-
PDIP Gaungkan Amanat Bung Karno Jelang Sumpah Pemuda: Indonesia Lahir dari Lautan, Bukan Tembok Baja
-
Heboh Polisi di Bali Terlibat Perdagangan Orang Modus Rekrut Calon ABK, Begini Perannya!
-
Umrah Mandiri: Kabar Baik atau Ancaman? Ini Kata Wamenhaj Soal Regulasi Baru
-
Sempat Digigit Anjing, Mayat Bayi di Bukittinggi Tewas Termutilasi: Tubuh Terpotong 3 Bagian!
-
Bahlil 'Dihujat' di Medsos, Waketum Golkar Idrus Marham: Paradoks Demokrasi