Suara.com - Keterlibatan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dalam penyelidikan kasus kematian misterius diplomat Kementerian Luar Negeri, Arya Daru Pangayunan, menuai kritik pedas dari Kriminolog Universitas Indonesia, Adrianus Meliala.
Alih-alih memberikan pencerahan, langkah Kompolnas yang ikut melakukan pemeriksaan dinilai sebagai sebuah kesalahan fatal, tidak produktif, dan melampaui mandat utama mereka sebagai pengawas kinerja Polri.
Adrianus secara blak-blakan menyebut bahwa temuan yang dipaparkan Kompolnas setelah turun ke lapangan sama sekali tidak membawa kebaruan. Menurutnya, informasi tersebut hanyalah pengulangan dari apa yang sudah beredar di masyarakat dan media massa.
"Ya, saya melihat bahwa tujuh hal yang dikatakan baru oleh kompolnas itu, apa barunya? itu sesuatu yang sudah pernah dibicarakan oleh polisi, oleh masyarakat di berbagai pemberitaan sebelumnya. Jadi, saya tidak melihat ada yang baru di situ gitu ya," tegas Adrianus dikutip dari Youtube Intens Investigasi.
Kritik semakin tajam ketika Kompolnas, melalui komisionernya, menyatakan telah menemukan "sesuatu yang sensitif" namun tidak berani mengungkapkannya kepada publik.
Bagi Adrianus, pernyataan ini justru menjadi bumerang yang mempertanyakan urgensi dan efektivitas keterlibatan mereka.
Jika pada akhirnya hanya bersembunyi di balik alasan "sensitif", maka penggunaan kewenangan sebagai pejabat negara untuk memeriksa kasus menjadi sia-sia.
"Lah kalau cuma sekedar sampai pada soal sensitif memberitakan, kenapa harus mempergunakan kewenangan? Saya bisa saja nelepon sana sini dan lalu kemudian ujung-ujungnya jangan diberitakan ya, sensitif gitu. Nah, saya kan bukan pejabat ya. Sementara dia sudah menggunakan dia pejabat terkait ya, dan menggunakan kewenangan loh datang ke sana gitu ya," sindirnya.
Menurut Adrianus, tindakan Kompolnas ini menunjukkan sebuah "salah langkah" yang fundamental. Ia mengingatkan bahwa peran Kompolnas seharusnya berfokus pada pengawasan, dan intervensi baru diperlukan ketika ada indikasi penyimpangan yang jelas dari pihak kepolisian.
Baca Juga: Di Balik Keheningan Polisi dalam Kasus Diplomat Tewas Terlakban, Hadapi Dilema Motif?
"Jadi menurut saya langkah kompolnas ini salah gitu ya. Mengapa? Karena sebetulnya Kompolnas itu adalah sebagai pengawas polisi itu harus masuk ketika ada indikasi penyimpangan ya. Penyimpangannya bisa berupa apa? Adanya kekerasan, adanya perlakuan yang berbeda, adanya mal administrasi. Tapi dalam hal ini apa dong ya?" tanyanya retoris.
Ia berpendapat bahwa lambatnya pengungkapan kasus oleh Polri tidak secara otomatis bisa dikategorikan sebagai penyimpangan yang memerlukan campur tangan Kompolnas.
Setiap kasus memiliki keunikan dan tingkat kesulitannya sendiri, sehingga tidak bisa dihakimi dengan membandingkannya dengan kasus lain.
"Apakah ketika Polri belum kunjung menyampaikan temuan itu adalah sesuatu yang salah? Jangan lupa bahwa sebetulnya tadi kembali kepada apa yang dikatakan di awal semua kasus memiliki kekhususan, semua kasus memiliki kekhasan. Jangan kita men-judge satu kasus dari segi pengungkapan dengan memperbandingkan dengan kasus lain," jelasnya.
"Jadi saya saya tidak melihat ada satu ground, satu dasar mengapa kompolnas selalu perlu memeriksa mereka ya," papar pria yang pernah menjadi komisioner Kompolnas ini.
Lebih jauh, Adrianus menyoroti betapa tidak mungkinnya Kompolnas bisa melampaui kapabilitas penyidik Polri yang sudah bekerja secara intensif. Polri, dengan segala sumber dayanya, jelas jauh lebih unggul.
Tag
Berita Terkait
-
Di Balik Keheningan Polisi dalam Kasus Diplomat Tewas Terlakban, Hadapi Dilema Motif?
-
Kelemahan Teori Fetish dalam Kasus Kematian Arya Daru Menurut Pakar
-
Kriminolog Adrianus Meliala Runtuhkan Teori Bunuh Diri Diplomat Arya dengan Satu Pertanyaan Kunci
-
Kriminolog UI: Kondisi TKP Patahkan Teori Pembunuhan Diplomat Arya Daru
-
Babak Baru Penyelidikan Tewasnya Arya Daru, Antara Bungkamnya Komnas HAM dan Jejak Kunci CCTV
Terpopuler
- Bak Bumi dan Langit, Adu Isi Garasi Menkeu Baru Purbaya Yudhi vs Eks Sri Mulyani
- Kata-kata Elkan Baggott Jelang Timnas Indonesia vs Lebanon Usai Bantai Taiwan 6-0
- Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Dicopot
- Mahfud MD Terkejut dengan Pencopotan BG dalam Reshuffle Kabinet Prabowo
- Viral Murid SD Kompak Tolak Makan Gratis, Anak-Anak Jujur Masalahnya di Menu?
Pilihan
-
3 Kontroversi Purbaya Yudhi Sadewa di Tengah Jabatan Baru sebagai Menteri
-
Indonesia di Ujung Tanduk, Negara Keturunan Jawa Malah Berpeluang Lolos ke Piala Dunia 2026
-
5 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan Memori 256 GB, Terbaru September 2025
-
IHSG Jeblok Hingga 1 Persen di Sesi I Perdagangan Selasa Setelah Sertijab Menteri Keuangan
-
19 Tewas di Aksi Demo Anti Korupsi, Eks Persija Jakarta: Pemerintah Pembunuh!
Terkini
-
Viral! Wanita Ini Syok Isi Celengan Berubah, Uang Ratusan Ribu Mendadak Jadi Recehan
-
Peringatan Ulta Levenia soal Ancaman Intervensi Asing di Indonesia
-
KPK Tahan 3 Tersangka Kasus Suap pada Pengadaan Katalis Pertamina
-
Refly Harun : Gibran Jadi Wapres Setelah SMA di Luar Negeri Adalah Cacat Bawaan
-
Jejak Karier Irjen Asep Edi Suheri yang Dituntut Mundur: Punya Prestasi Mentereng
-
Kaldera Toba Kembali dapat Kartu Hijau UNESCO, Gubernur Bobby Nasution Ajak Terus Jaga Bersama
-
Ngaku Merasa Terhormat Jadi Menteri Keuangan, Kinerja Purbaya Yudhi Sadewa Disorot
-
Pamer ATM Prioritas, Anak Menkeu Purbaya Sebut Ciri Orang Miskin: Rasis & Bermental Pengemis
-
Melawan Kritik dengan Kekuatan Negara? TNI Dikecam Keras Karena Laporkan Ferry Irwandi!
-
Bukan Cuma Tudingan 'Agen CIA'? Ini 4 Fakta Geger Lain dari Anak Menkeu Purbaya Sadewa