Program seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) dirancang untuk memastikan nutrisi anak, kesehatan ibu hamil, dan pemenuhan kebutuhan dasar lainnya terpenuhi.
Penggunaan dana untuk rokok, yang jelas merugikan kesehatan, atau skincare, yang sering dianggap sebagai kemewahan, dianggap menyeleweng dari tujuan utama bansos.
Namun, di sisi lain, muncul argumen yang lebih kompleks dari sudut pandang penerima:
Rokok dan Candu: Bagi perokok, berhenti bukanlah hal yang mudah. Ini bukan lagi soal pilihan gaya hidup, melainkan pergulatan melawan adiksi nikotin.
Riset dari Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI) bahkan menemukan korelasi positif antara penerimaan bansos tunai dengan perilaku merokok.
Skincare dan Harga Diri: Di era digital, penampilan menjadi salah satu modal sosial. Bagi sebagian orang, terutama anak muda, skincare dasar bukanlah lagi kemewahan, melainkan kebutuhan untuk menjaga kebersihan, kesehatan kulit, dan meningkatkan rasa percaya diri yang mungkin krusial untuk mencari pekerjaan.
Hak dan Kepercayaan: Argumen mendasar lainnya adalah soal hak. Begitu dana bansos ditransfer ke rekening penerima, dana tersebut menjadi hak milik mereka.
Mendikte penggunaannya bisa dianggap sebagai tindakan yang tidak percaya dan merendahkan martabat penerima, seolah-olah mereka tidak mampu mengelola keuangannya sendiri.
Dilema Abadi: Antara Kontrol Pemerintah dan Otonomi Warga
Baca Juga: Sidang Memanas! Nikita Mirzani Bongkar Dugaan Produk Bodong Reza Gladys di Depan Hakim
Polemik ini mencerminkan dilema abadi dalam penyaluran bantuan sosial di seluruh dunia.
Pemerintah, sebagai pengelola uang pajak, memiliki tanggung jawab untuk memastikan efektivitas program.
Namun, kontrol yang terlalu ketat berisiko menjadi bumerang, menciptakan stigma, dan mengabaikan kompleksitas kehidupan individu dalam kemiskinan.
Usulan evaluasi melalui musyawarah dusun bisa menjadi jalan tengah untuk memastikan akuntabilitas.
Namun, mekanisme ini juga harus diawasi agar tidak menimbulkan konflik sosial atau keputusan subjektif yang merugikan.
Pada akhirnya, perdebatan "bansos untuk skincare dan rokok" ini lebih dari sekadar soal pengeluaran.
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 Rekomendasi Mobil Bekas Kabin Luas di Bawah 90 Juta, Nyaman dan Bertenaga
- 4 Daftar Mobil Bekas Pertama yang Aman dan Mudah Dikendalikan Pemula
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- 6 Shio Ini Diramal Paling Beruntung dan Makmur Pada 11 Desember 2025, Cek Kamu Salah Satunya?
- Kode Redeem FC Mobile 10 Desember 2025: Siap Klaim Nedved dan Gems Melimpah untuk Player F2P
Pilihan
-
Rencana KBMI I Dihapus, OJK Minta Bank-bank Kecil Jangan Terburu-buru!
-
4 Rekomendasi HP 5G Murah Terbaik: Baterai Badak dan Chipset Gahar Desember 2025
-
Entitas Usaha Astra Group Buka Suara Usai Tambang Emas Miliknya Picu Bencana Banjir Sumatera
-
PT Titan Infra Sejahtera: Bisnis, Profil Pemilik, Direksi, dan Prospek Saham
-
OJK: Kecurangan di Industri Keuangan Semakin Canggih
Terkini
-
Benarkah Sakit Hati Ditegur Jadi Motif Siswi SD Bunuh Ibu Kandung di Medan?
-
Dishub Ungkap Kondisi Mobil SPPG Penabrak Puluhan Siswa di Cilincing
-
Bencana Sumatera Disebut Bukan Sekadar Alam, Tapi 'Bencana Pejabat' dan Beban Bagi Prabowo
-
Pengamat Ungkap Untung-Rugi Jika Bulog dan Bapanas Disatukan
-
Stabilkan Harga Jelang Nataru, Pemprov DKI Kirim 15 Ton Pangan ke Kepulauan Seribu
-
Penembakan Petani di Bengkulu: Polisi Preteli Pasal Pembunuhan dan Dugaan Suap Miras
-
ESDM Buka Peluang Alihkan Subsidi LPG ke DME, Defisit 8,6 Juta Ton Jadi Sorotan
-
Kengerian di Kalibata! Amukan Matel Hanguskan Puluhan Kios, Pedagang Ini Nyaris Terbakar
-
Soal Insiden SDN 01 Kalibaru, Sudinhub Sebut SPPG Lakukan Pelanggaran Fatal
-
Kebakaran Terra Drone: Pemilik Bangunan Bakal Diperiksa, Tersangka Bertambah?