Suara.com - Getaran bass yang terasa hingga ke dada, dinding rumah yang ikut bergetar, dan dentuman musik yang memekakkan telinga dari kejauhan.
Bagi sebagian orang, ini adalah puncak kemeriahan sebuah karnaval atau hajatan.
Namun bagi sebagian lainnya, ini adalah teror polusi suara yang mengganggu.
Inilah realitas dari fenomena "sound horeg", sebuah tren audio ekstrem yang kini menjadi pedang bermata dua di tengah masyarakat Indonesia.
Di balik gemuruh yang membelah opini ini, ada satu nama yang sering disebut sebagai pelopornya: Edi Purnomo, atau yang lebih dikenal sebagai Edi Sound.
Perjalanannya menjadi figur sentral dalam dunia sound system tidak terjadi dalam semalam. Berawal dari kecintaannya pada dunia audio di Jawa Timur, Edi Sound bereksperimen untuk menciptakan pengalaman suara yang tak terlupakan.
Ia ingin hajatan atau acara kampung tak lagi monoton, melainkan menjadi sebuah pertunjukan spektakuler yang bisa dinikmati dari segala penjuru.
Hasilnya adalah racikan sound system berkekuatan ribuan watt yang mampu menghasilkan suara menggelegar, yang kemudian populer dengan sebutan 'horeg' (bahasa Jawa: bergerak tak karuan/heboh).
Popularitas sound horeg meroket, terutama di kalangan anak muda dan komunitas pecinta audio.
Baca Juga: Hobi Mahal! Ini Rincian Biaya Bikin Sound Horeg, Si Perontok Genteng yang Lebih dari Rp100 Juta
Fenomena ini melahirkan 'battle sound', sebuah ajang adu gengsi antar penyedia jasa sound system untuk membuktikan siapa yang paling kuat dan paling 'horeg'.
Bagi para pelakunya, ini adalah bentuk ekspresi seni, inovasi teknologi audio, sekaligus ladang bisnis yang menggiurkan.
Satu rig sound system horeg bisa bernilai ratusan juta hingga miliaran rupiah, menjadi simbol status dan kebanggaan bagi pemiliknya.
Namun, di sinilah polemik dimulai. Kekuatan suara yang masif ini ternyata membawa dampak destruktif.
Laporan mengenai kaca jendela rumah warga yang pecah, dinding retak, hingga genteng berjatuhan akibat getaran sound horeg menjadi berita lazim.
Lebih dari sekadar kerusakan fisik, dampak kesehatan seperti gangguan pendengaran dan stres akibat kebisingan ekstrem menjadi ancaman nyata.
Berita Terkait
Terpopuler
- 10 Sunscreen untuk Flek Hitam Terlaris di Shopee yang Bisa Kamu Coba
- Penyerang Klub Belanda Siap Susul Miliano Bela Timnas Indonesia: Ibu Senang Tiap Pulang ke Depok
- Lebih Murah dari Innova Zenix: 5 Mobil 7 Seater Kabin Lega Cocok untuk Liburan Keluarga Akhir Tahun
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 Oktober: Raih 18.500 Gems dan Pemain 111-113
- 7 Mobil 8 Seater Termurah untuk Keluarga, MPV hingga SUV Super Nyaman
Pilihan
-
4 HP Memori 256 GB Paling Murah, Cocok untuk Gamer yang Ingin Install Banyak Game
-
Disebut Menteri Berbahaya, Menkeu Purbaya Langsung Skakmat Hasan Nasbi
-
Hasan Nasbi Sebut Menkeu Purbaya Berbahaya, Bisa Lemahkan Pemerintah
-
5 Fakta Kemenangan 2-1 Real Madrid Atas Barcelona: 16 Gol Kylian Mbappe
-
Harga Emas Hari Ini: Galeri 24 dan UBS Sentuh Rp 2,4 Juta di Pegadaian, Antam Nihil!
Terkini
-
Kewenangannya Dicabut, Karen Agustiawan Klaim Tak Tahu Soal Penyewaan Tangki BBM Anak Riza Chalid
-
Babak Baru Skandal Whoosh: Pakar Hukum Desak KPK 'Seret' Jokowi ke Meja Pemeriksaan
-
Karen Agustiawan Ungkap Fakta TBBM Merak: Kunci Ketahanan Energi Nasional atau Ladang Korupsi?
-
Blok M Bangkit Lagi! Gubernur DKI Janjikan Sistem Parkir Satu Pintu, Minta Warga Naik Transum
-
KCIC Siap Bekerja Sama dengan KPK soal Dugaan Mark Up Anggaran Proyek Kereta Cepat Whoosh
-
Mendagri Tito Karnavian Buka-bukaan, Ini Biang Kerok Ekonomi 2 Daerah Amblas!
-
Sidang Kasus Korupsi Pertamina, Karen Agustiawan Ungkap Tekanan 2 Pejabat Soal Tangki Merak
-
Ultimatum Gubernur Pramono: Bongkar Tiang Monorel Mangkrak atau Pemprov DKI Turun Tangan!
-
Drama Grup WA 'Mas Menteri': Najelaa Shihab dan Kubu Nadiem Kompak Bantah, tapi Temuan Jaksa Beda
-
Karen Agustiawan Ungkap Pertemuan Pertama dengan Anak Riza Chalid di Kasus Korupsi Pertamina