Suara.com - Keberanian seorang warga menyuarakan protes terhadap hingar bingar sound horeg berujung pada teror dan pengucilan sosial.
Pak Eko, warga Desa Kepung, Kabupaten Kediri, harus menelan pil pahit ketika penolakannya terhadap pawai sound system berkekuatan raksasa justru dibalas dengan intimidasi yang menyasar langsung ke jantung keluarganya.
Peristiwa ini menjadi potret buram dari konflik sosial yang kerap menyertai fenomena hiburan yang sedang tren tersebut.
Kisah Pak Eko mulai menyita perhatian publik setelah ia memberanikan diri mengadu melalui siaran Radio Andika pada Selasa, 29 Juli 2025.
Dengan suara bergetar, ia menceritakan bagaimana pawai sound horeg yang digelar di desanya menjadi sumber malapetaka bagi keluarganya.
Rombongan pawai dengan sengaja berhenti tepat di depan kediamannya, lalu menyalakan musik dengan volume maksimal.
"Kita diteror pak, mulai jam 13.30 sampai jam 9 malam, di depan rumah itu bahkan sound itu dihadapkan ke rumah," ungkap Eko.
"Jadi mereka berusaha menghadapkan sound itu persis di depan rumah dan dimatikan. habis itu disetel sekeras-kerasnya," katanya pula.
Aksi ini bukan sekadar gangguan kebisingan biasa.
Baca Juga: Warga sampai Antre, Berapa Tarif Foto Bareng Biduan Sound Horeg?
Tindakan tersebut terasa lebih menyakitkan karena saat itu orang tua Pak Eko sedang dalam kondisi sakit dan membutuhkan ketenangan.
Upayanya mencari keadilan di tingkat desa pun seolah membentur tembok.
Laporannya kepada kepala desa tidak mendapatkan respons yang diharapkan.
Menurut Eko, ia tidak sendirian dalam ketidaksetujuannya.
Banyak warga lain yang sebenarnya merasa terganggu, terlebih dengan adanya iuran yang dibebankan panitia hingga mencapai Rp500 ribu per kepala keluarga.
Namun, ketakutan menjadi selimut yang membungkam banyak suara. Sebagian warga yang tidak setuju sound horeg, memilih mengungsi.
Dari Protes Menjadi Teror Psikologis dan Fisik
Penolakan Pak Eko tidak hanya dibalas dengan dentuman bass.
Teror menjelma dalam bentuk yang lebih personal dan merusak tatanan sosial keluarganya.
Hubungan dengan para tetangga mendingin, keluarganya seolah diasingkan.
Puncaknya, intimidasi merambah ke dunia maya.
"Foto kami disebar di antara mereka bahwa 'ini lho yang menghambat keberadaan Sound Horeg'," keluhnya.
Narasi negatif yang sengaja dibangun di komunitas sound horeg membuat citra keluarganya tercoreng.
Tekanan psikologis ini bukanlah pengalaman pertama bagi Eko.
Ia mengaku pernah menjadi korban pengeroyokan oleh massa pada tahun 2022 silam, setelah menegur rombongan sound horeg yang juga berhenti di depan rumahnya.
Kini, dampak dari teror beruntun itu sangat dirasakan oleh keluarganya.
Meskipun ia bersyukur atas perhatian yang akhirnya datang dari pihak kepolisian, trauma mendalam tetap membekas.
"Alhamdulillah kita dapat atensi dari pak kapolres dan pihak kepolisian sehingga alhamdulillah saya merasa aman. Cuma ya, ibu (saya) syok berat dan bapak (saya) ketakutan anaknya kalau keluar kayak gini ya takut (terjadi apa-apa)," ucapnya pilu.
Kasus yang menimpa Pak Eko menggarisbawahi dampak destruktif dari fenomena sound horeg yang tak terkendali.
Di satu sisi, ia dianggap sebagai hiburan rakyat dan ladang ekonomi kreatif.[3] Namun di sisi lain, ia memicu keresahan, konflik horizontal, dan bahkan tindakan intimidasi bagi mereka yang berani menentang.
Menanggapi maraknya keluhan dan insiden, Pemerintah Kabupaten Kediri sebenarnya telah menerbitkan Surat Edaran (SE) pada 25 Juli 2025 yang mengatur secara rinci pelaksanaan pawai sound horeg.
Aturan ini mencakup batasan spesifikasi audio, batas kebisingan maksimal 70 desibel, hingga jam operasional yang dibatasi hingga pukul 10 malam.
Selain itu, Pemkab juga membentuk Satgas Khusus untuk mengawasi dan menertibkan penggunaan sound system ini.
Namun, implementasi dan penegakan aturan di lapangan menjadi kunci agar kasus seperti yang dialami Pak Eko tidak terulang kembali, dan warga tidak perlu lagi memilih antara mengungsi atau hidup dalam ketakutan di rumah sendiri.
Berita Terkait
-
Warga sampai Antre, Berapa Tarif Foto Bareng Biduan Sound Horeg?
-
Biasa Setting Paket 1 Miliar, Mobil Dinas Edi Penemu Sound Horeg Anti Mainstream
-
Bagaimana Cara Membuat Akun Letterboxd seperti Anies Baswedan?
-
9 Tahun Tinggal di Kolong Jembatan, Kisah Pilu Dokter Bertahan Hidup Berkat Kebaikan Masyarakat
-
Pertanyaan Kalcer: Lebih Dulu Mana, Sound Horeg di Indonesia atau India?
Terpopuler
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 7 Mobil Bekas Keluarga 3 Baris Rp50 Jutaan Paling Dicari, Terbaik Sepanjang Masa
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- 5 Sepatu Running Lokal Selevel Asics Original, Kualitas Juara Harga Aman di Dompet
- 7 HP Samsung Seri A Turun Harga hingga Rp 1 Jutaan, Mana yang Paling Worth It?
Pilihan
-
Viral Atlet Indonesia Lagi Hamil 4 Bulan Tetap Bertanding di SEA Games 2025, Eh Dapat Emas
-
6 HP Snapdragon RAM 8 GB Termurah: Terbaik untuk Daily Driver Gaming dan Multitasking
-
Analisis: Taktik Jitu Andoni Iraola Obrak Abrik Jantung Pertahanan Manchester United
-
29 Unit Usaha Syariah Mau Spin Off, Ini Bocorannya
-
Soal Klub Baru usai SEA Games 2025, Megawati Hangestri: Emm ... Rahasia
Terkini
-
Pemprov Aceh Surati PBB Minta Bantuan, Komisi II DPR: Tak Usah Diperdebatkan
-
Terungkap, Ada Nama Kakak Najwa Shihab di Grup Mas Menteri Core Team Nadiem Makarim
-
Gubsu Bobby Nasution: Pemerintah Pusat Sangat Membantu Pemulihan Pascabencana
-
Pemprov Aceh Minta Bantuan PBB, Nasir Djamil: Bukan Berarti Pusat Tak Sanggup, Ini Misi Kemanusiaan
-
Kuasa Hukum Kerry Sebut Tak Ada Dakwaan Soal Pengoplosan BBM di Kasus Pertamina
-
Cirebon Dipilih Jadi Titik Strategis Siaga SPKLU PLN Saat Nataru
-
Jaksa Bongkar 3 Nama Titipan Walkot Semarang untuk Nadiem di Kasus Pengadaan Chromebook
-
Jangan ke MA, Mahfud MD Dorong Presiden Ambil Alih Pembatalan Perpol Jabatan Sipil Polri
-
Proyek Chromebook Diduga Jadi Bancakan, 3 Terdakwa Didakwa Bobol Duit Negara Rp2,18 Triliun
-
Inovasi Penanganan Bencana di Indonesia, Tiga Pelajar SMA Memperkenalkan Drone Rajawali