News / Nasional
Rabu, 06 Agustus 2025 | 10:47 WIB
Kendaran melintasi banjir rob di Jalan R.E. Martadinata, Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (17/12/2024). (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar).

Suara.com - Krisis air tanah di wilayah pesisir bukan lagi ancaman masa depan, tapi sudah menjadi kenyataan. Perubahan iklim dan pesatnya urbanisasi membuat kawasan pesisir, termasuk di Indonesia, makin rentan terhadap penurunan muka tanah, intrusi air laut, dan eksploitasi berlebih.

Menanggapi situasi ini, para ahli air tanah dari berbagai negara berkumpul di Institut Teknologi Bandung (ITB) dalam Konferensi Internasional PAAI ke-7 yang digelar bersamaan dengan 8th Asia-Pacific Coastal Aquifer Management Meeting (APCAMM), pada 4–7 Agustus 2025.

Mereka merumuskan strategi bersama untuk memperkuat ketahanan akuifer pesisir tropis. Konferensi ini diikuti oleh 150 peserta dari 41 institusi nasional dan internasional, termasuk dari Vietnam, Belanda, Australia, hingga Arab Saudi.

Kampung Morokrembangan terserang banjir rob. [Suarajatim/Dimas Angga]

Ketua PAAI, Irwan Iskandar, menyebut forum ini penting untuk menjembatani ilmu pengetahuan, kebijakan, dan praktik lapangan, sebuah sinergi yang krusial agar pengelolaan air tanah tak berhenti di tataran teori.

Selama empat hari, para peserta terlibat dalam workshop, diskusi panel, dan presentasi ilmiah yang membahas isu-isu seperti pemanfaatan teknologi penginderaan jauh, strategi pendanaan sumber daya air, serta pemodelan banjir dan hidrogeologi energi.

Mereka juga melakukan kunjungan lapangan ke Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, untuk melihat langsung dampak nyata penurunan muka tanah dan upaya konservasi mangrove.

Dipilihnya Bandung sebagai tuan rumah tak lepas dari peran ITB sebagai pusat riset air tanah nasional.

“ITB punya komitmen kuat untuk mengembangkan ilmu yang menjawab persoalan nyata di lapangan,” kata Irwan yang juga dosen di FITB ITB.

Konferensi ini sekaligus menandai 30 tahun berdirinya PAAI. Sejumlah makalah terpilih dari forum ini akan diterbitkan dalam edisi khusus jurnal Riset Geologi dan Pertambangan yang sudah terindeks Scopus, WoS, dan SINTA-2, sebuah langkah konkret agar hasil diskusi ini tak berhenti jadi arsip.

Baca Juga: Perhutanan Sosial Pertamina, Jaga Lingkungan dan Tingkatkan Kesejahteraan

Lewat forum ini, Indonesia menunjukkan bahwa ia bisa menjadi penggerak kolaborasi internasional dalam mengatasi tantangan pengelolaan air tanah.

“Dengan sinergi lintas sektor dan negara, kita bisa membangun pengelolaan akuifer yang lebih tangguh di tengah krisis iklim dan pertumbuhan kota yang pesat,” ujar Irwan.

Load More