Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengarahkan sorotan penuh pada dua fokus utama dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi penyelenggaraan haji 2024: mengidentifikasi aktor intelektual di balik kebijakan kuota, dan memetakan aliran dana yang diduga merugikan negara lebih dari Rp 1 triliun.
Meski status perkara sudah naik ke tahap penyidikan, KPK memastikan penetapan tersangka belum akan dilakukan dalam waktu dekat.
Hal itu disampaikan Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin, 11 Agustus 2025.
“Nah di sini penyidik akan mendalami terkait dengan perintah-perintah penentuan kuota tersebut dan juga aliran uang tentunya,” kata Budi.
Budi menyebut, tim penyidik akan mengusut secara rinci kemungkinan adanya aliran dana dari agen-agen travel penyelenggara haji khusus ke pihak-pihak tertentu yang berada di lingkar kekuasaan.
“Kita akan lihat apakah ada aliran uang ke pihak-pihak tertentu, jika ada siapa saja pihak-pihak tertentu itu, nah semuanya akan ditelusuri oleh,” tegasnya.
Penyimpangan Besar dalam Kuota Tambahan
Akar perkara ini bermula dari dugaan penyalahgunaan kuota haji tambahan sebanyak 20.000 jemaah yang diberikan Arab Saudi untuk tahun 2024.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, pembagiannya seharusnya 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.
Baca Juga: Kasus Kolaka Timur, KPK Segel dan Geledah Ruangan di Kemenkes
Dengan demikian, 18.400 kuota tambahan seharusnya diberikan kepada jemaah reguler yang mengantre panjang, sementara 1.600 jatah sisanya dialokasikan untuk haji khusus. Namun, pola itu dilanggar.
“Tetapi kemudian, ini tidak sesuai, itu yang menjadi perbuatan melawan hukumnya, itu tidak sesuai aturan itu, tapi dibagi dua. 10.000 untuk reguler, 10.000 lagi untuk kuota khusus,” ungkap Plt Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu, beberapa waktu lalu.
“Jadi kan berbeda dong, harusnya 92 persen dengan 8 persen, ini menjadi 50 persen, 50 persen. Nah seperti itu, itu menyalahi aturan yang ada,” sambungnya.
Potensi Kerugian Mencapai Triliunan
Selain memotong hak jemaah reguler, skema pembagian kuota yang menyimpang ini juga memunculkan potensi kerugian negara yang besar.
“Dalam perkara ini, hitungan awal, dugaan kerugian negaranya lebih dari Rp 1 triliun,” ungkap Budi.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Pandji Pragiwaksono Dihukum Adat Toraja: 48 Kerbau, 48 Babi, dan Denda 2 Miliar
- 6 HP Snapdragon dengan RAM 8 GB Paling Murah, Lancar untuk Gaming dan Multitasking Intens
- 8 Mobil Kecil Bekas Terkenal Irit BBM dan Nyaman, Terbaik buat Harian
- 7 Rekomendasi Parfum Lokal Aroma Citrus yang Segar, Tahan Lama dan Anti Bau Keringat
- 5 Rekomendasi Moisturizer Korea untuk Mencerahkan Wajah, Bisa Bantu Atasi Flek Hitam
Pilihan
-
Berapa Gaji Zinedine Zidane Jika Latih Timnas Indonesia?
-
Breaking News! Bahrain Batalkan Uji Coba Hadapi Timnas Indonesia U-22
-
James Riady Tegaskan Tanah Jusuf Kalla Bukan Milik Lippo, Tapi..
-
6 Tablet Memori 128 GB Paling Murah, Pilihan Terbaik Pelajar dan Pekerja Multitasking
-
Heboh Merger GrabGoTo, Begini Tanggapan Resmi Danantara dan Pemerintah!
Terkini
-
Babak Baru PPHN: Ahmad Muzani Minta Waktu Presiden Prabowo, Nasib 'GBHN' Ditentukan di Istana
-
KPK Digugat Praperadilan! Ada Apa dengan Penghentian Kasus Korupsi Kuota Haji Pejabat Kemenag?
-
Tiga Hari ke Depan, Para Pemimpin Dunia Rumuskan Masa Depan Pariwisata di Riyadh
-
Terkuak! Siswa SMAN 72 Jakarta Siapkan 7 Peledak, Termasuk Bom Sumbu Berwadah Kaleng Coca-Cola
-
Drama 6 Jam KPK di Ponorogo: Tiga Koper Misterius Diangkut dari Ruang Kerja Bupati Sugiri Sancoko
-
Bukan Terorisme Jaringan, Bom SMAN 72 Ternyata Aksi 'Memetic Violence' Terinspirasi Dunia Maya
-
Revolusi Digital Korlantas: Urus SIM, STNK, BPKB Kini Full Online dan Transparan, Pungli Lenyap
-
Babak Baru Horor Nuklir Cikande: 40 Saksi Diperiksa, Jejak DNA Diburu di Lapak Barang Bekas
-
Dua Menko Ikut ke Sydney, Apa Saja Agenda Lawatan Prabowo di Australia?
-
Tak Hanya Game! Politisi PKB Desak Pemerintah Batasi Medsos Anak Usai Insiden Ledakan SMA 72 Jakarta