Suara.com - Kematian tragis Dea Permata Karisma (27), seorang staf HRD yang ditemukan tewas bersimbah darah di rumahnya di Jatiluhur, Purwakarta, pada Selasa (12/8/2025), bukan sekadar berita kriminal biasa.
Kasus ini menyulut amarah dan kekecewaan publik yang meluas, mengarahkan sorotan tajam pada kinerja Polsek Jatiluhur.
Pertanyaan yang menggema di benak banyak orang, terutama generasi muda yang vokal di media sosial, bukanlah lagi semata tentang siapa pelakunya, melainkan mengapa negara seolah gagal hadir saat warganya berteriak meminta perlindungan.
Kisah pilu ini adalah puncak dari rentetan teror yang telah berlangsung selama tiga bulan.
Nyawa Dea mungkin bisa diselamatkan jika laporan dan permohonan bantuan dari keluarganya ditanggapi dengan serius.
Jeritan Minta Tolong yang Tak Terdengar: Kronologi Teror Tiga Bulan
Sebelum ditemukan tewas dengan sejumlah luka tusukan, Dea dan keluarganya hidup dalam ketakutan.
Berdasarkan penuturan kedua orang tuanya, Sukarno dan Yuli Ismawati, teror yang dialami Dea bukanlah ancaman kosong. Rangkaiannya nyata dan mengerikan:
Rumah Dilempari Cat: Aksi teror dimulai dengan serangan fisik ke properti, sebuah sinyal intimidasi yang jelas.
Baca Juga: SPAM Jatiluhur 1 Resmi Beroperasi: Komitmen untuk Penyediaan Air Bersih dan Keberlanjutan Lingkungan
Penyusup Masuk Rumah: Pelaku bahkan berani masuk ke dalam rumah korban, meski akhirnya kepergok oleh asisten rumah tangga dan melarikan diri.
Ancaman Pembunuhan via WhatsApp: Puncaknya, Dea menerima pesan singkat yang secara eksplisit mengancam akan membunuhnya.
Rangkaian kejadian ini lebih dari cukup untuk membuat siapapun merasa terancam jiwanya.
Keluarga Dea tidak tinggal diam.
Mereka melakukan apa yang seharusnya dilakukan warga negara: melapor kepada pihak berwenang. Namun, respons yang diterima justru hampa.
Ibu korban, Yuli Ismawati, dengan isak tangis yang memilukan mengungkapkan keputusasaan mereka.
"Sudah lapor Babinsa, sampai ke Polsek Jatiluhur, tapi engga ada yang datang," ungkap Yuli dikutip Rabu (13/8/2025).
Sebuah kalimat singkat yang menampar keras wajah aparat penegak hukum dan menjadi bukti duka atas dugaan kelalaian yang fatal.
#PercumaLaporPolisi Menggema: Akun Polsek Jatiluhur Diserbu Netizen
Begitu kabar mengenai laporan yang diabaikan ini mencuat, media sosial sontak bergemuruh.
Akun Instagram resmi Polsek Jatiluhur menjadi sasaran kemarahan publik.
Kolom komentarnya dibanjiri ribuan hujatan, kritik, dan pertanyaan pedas.
Netizen, khususnya anak muda, meluapkan frustrasinya, merasa bahwa kasus Dea adalah representasi nyata dari tagar sinis #PercumaLaporPolisi yang kembali relevan.
Kepolisian dikabarkan berusaha menangkap pelaku pembunuhan, hal itu tidak serta-merta meredakan amarah publik.
Fokus masyarakat kini telah bergeser.
Pengejaran pelaku dianggap sebagai langkah kuratif yang terlambat.
Pertanyaan utamanya adalah tentang langkah preventif yang gagal total.
Mengapa laporan ancaman pembunuhan yang sudah jelas dan berulang kali disampaikan tidak memicu tindakan perlindungan segera dari pihak kepolisian?
Nyawa Melayang, Siapa Bertanggung Jawab?
Kasus pembunuhan HRD di Jatiluhur ini harus menjadi alarm keras bagi institusi Polri.
Ini bukan lagi soal satu oknum, tetapi tentang sistem dan prosedur standar penanganan laporan masyarakat yang berada dalam kondisi terancam.
Ketika seorang warga negara datang dengan bukti ancaman yang nyata, respons cepat dan perlindungan seharusnya menjadi prioritas utama.
Tragedi Dea Permata Karisma adalah cermin pahit dari sebuah sistem yang mungkin lambat dan birokratis, di mana laporan dianggap tumpukan kertas hingga sebuah nyawa benar-benar hilang.
Kepercayaan publik adalah aset termahal yang dimiliki penegak hukum, dan kasus ini telah menggerusnya secara signifikan.
Kematian Dea adalah utang yang harus dibayar dengan perbaikan.
Perbaikan sistem, evaluasi kinerja, dan yang terpenting, transparansi penuh atas penanganan laporan yang dibuat oleh Dea dan keluarganya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Motor Matic Paling Nyaman & Kuat Nanjak untuk Liburan Naik Gunung Berboncengan
- 4 Rekomendasi Cushion dengan Hasil Akhir Dewy, Diperkaya Skincare Infused
- 5 HP RAM 8 GB Memori 256 GB Harga Rp1 Jutaan, Terbaik untuk Pelajar dan Pekerja
- Diminta Selawat di Depan Jamaah Majelis Rasulullah, Ruben Onsu: Kaki Saya Gemetar
- Daftar Promo Alfamart Akhir Tahun 2025, Banyak yang Beli 2 Gratis 1
Pilihan
-
Cerita 1.000 UMKM Banyuasin: Dapat Modal, Kini Usaha Naik Kelas Berkat Bank Sumsel Babel
-
Seni Perang Unai Emery: Mengupas Transformasi Radikal Aston Villa
-
Senjakala di Molineux: Nestapa Wolves yang Menulis Ulang Rekor Terburuk Liga Inggris
-
Live Sore Ini! Sriwijaya FC vs PSMS Medan di Jakabaring
-
Strategi Ngawur atau Pasar yang Lesu? Mengurai Misteri Rp2.509 Triliun Kredit Nganggur
Terkini
-
Malam Tahun Baru 2026 Jalur Puncak Berlaku Car Free Night, Cek Jadwal Penyekatannya di Sini
-
Rilis Akhir Tahun 2025 Polda Riau: Kejahatan Anjlok, Perang Lawan Perusak Lingkungan Makin Sengit
-
Rekaman Tengah Malam Viral, Bongkar Aktivitas Truk Kayu di Jalan Lintas Medan-Banda Aceh
-
'Beda Luar Biasa', Kuasa Hukum Roy Suryo Bongkar Detail Foto Jokowi di Ijazah SMA Vs Sarjana
-
Kadinsos Samosir Jadi Tersangka Korupsi Bantuan Korban Banjir Bandang, Rugikan Negara Rp 516 Juta!
-
Bakal Demo Dua Hari Berturut-turut di Istana, Buruh Sorot Kebijakan Pramono dan KDM soal UMP 2026
-
Arus Balik Natal 2025: Volume Kendaraan Melonjak, Contraflow Tol Jakarta-Cikampek Mulai Diterapkan!
-
18 Ribu Jiwa Terdampak Banjir Banjar, 14 Kecamatan Terendam di Penghujung Tahun
-
UMP Jakarta 2026 Naik Jadi Rp5,7 Juta Diprotes, Rano Karno: Kalau Buruh Mau Demo, Itu Hak Mereka
-
Eks Pimpinan KPK 'Semprot' Keputusan SP3 Kasus Korupsi Tambang Rp2,7 Triliun: Sangat Aneh!