Suara.com - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi melontarkan kritik tajam yang menyasar langsung tata kelola anggaran pada masa pemerintahan sebelumnya.
Dalam sebuah diskusi panas di podcast Akbar Faizal Uncensored, Dedi menyebut alokasi anggaran yang tidak efektif telah membuat pembangunan di Tanah Pasundan mengalami kemunduran hingga 20 tahun.
Pria yang akrab disapa Kang Dedi Mulyadi (KDM) ini membongkar sejumlah data yang menurutnya menjadi biang keladi keterlambatan pembangunan.
Salah satu sorotan utamanya adalah pada sektor pendidikan. Ia mengungkap adanya ketimpangan alokasi yang mencengangkan.
"Anggaran pendidikan kita 12 triliun, tetapi 730 miliar untuk IT, pembangunan ruang kelas cuma 50 miliar," ungkap Dedi Mulyadi dalam podcast tersebut.
Menurutnya, kebijakan ini berdampak langsung pada minimnya pembangunan infrastruktur pendidikan dasar.
Ia mencontohkan, akibat dari kebijakan tersebut, penambahan SMA baru di seluruh Jawa Barat pada masa sebelumnya rata-rata hanya satu sekolah per tahun. Angka yang sangat ironis untuk provinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia.
Kondisi ini diperparah dengan temuan Dedi Mulyadi mengenai adanya 3.333 ruang kelas yang rusak di seluruh Jabar.
Sebagai respons, pemerintahannya kini mengalokasikan Rp1,2 triliun untuk pembangunan sekolah dan ruang kelas baru pada tahun 2025, angka yang melonjak 20 kali lipat dibanding era Ridwan Kamil yang hanya sekitar Rp60 miliar.
Baca Juga: Di Balik Aksi Unik Ustaz Felix Siauw Kibarkan Bendera One Piece, Ternyata Ini Pesan yang Disampaikan
"Makanya kenapa beli TIK, sakola na arek rugrug (sekolahnya sudah mau roboh)," sindirnya.
Dana Hibah Fantastis dan Infrastruktur Minim
Tak hanya pendidikan, Dedi juga menyoroti penggunaan dana hibah yang pernah mencapai angka fantastis hingga Rp12 triliun.
Menurutnya, penyaluran dana tersebut sarat dengan kepentingan dan seringkali tidak tepat sasaran, lebih berdasarkan akses politik ketimbang kebutuhan riil publik.
Sejumlah pihak bahkan menyoroti sulitnya mengakses dana hibah bagi pesantren di era Ridwan Kamil jika tidak memiliki koneksi politik.
"Audit BPK atau BPKP itu seharusnya tidak hanya bersifat administratif tetapi juga melihat outcome dan benefit anggaran untuk publik," tegas Dedi Mulyadi.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pelatih Argentina Buka Suara Soal Sanksi Facundo Garces: Sindir FAM
- Kiper Keturunan Karawang Rp 2,61 Miliar Calon Pengganti Emil Audero Lawan Arab Saudi
- Usai Temui Jokowi di Solo, Abu Bakar Ba'asyir: Orang Kafir Harus Dinasehati!
- Ingatkan KDM Jangan 'Brengsek!' Prabowo Kantongi Nama Kepala Daerah Petantang-Petenteng
- 30 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 28 September: Raih Hadiah Prime Icon, Skill Boost dan Gems Gratis
Pilihan
-
Lowongan Kerja PLN untuk Lulusan D3 hingga S2, Cek Cara Daftarnya
-
Here We Go! Jelang Lawan Timnas Indonesia: Arab Saudi Krisis, Irak Limbung
-
Berharap Pada Indra Sjafri: Modal Rekor 59% Kemenangan di Ajang Internasional
-
Penyumbang 30 Juta Ton Emisi Karbon, Bisakah Sepak Bola Jadi Penyelamat Bumi?
-
Muncul Tudingan Ada 'Agen' Dibalik Pertemuan Jokowi dengan Abu Bakar Ba'asyir, Siapa Dia?
Terkini
-
Prabowo Pimpin Upacara Hari Kesaktian Pancasila, Lanjut Tinjau Monumen Pancasila Sakti
-
Pemprov DKI Bangun Dua Kantor Kelurahan Hasil Pemekaran Kapuk, Kejari Jakbar Ikut Kawal Anggaran
-
Tren Penindakan Korupsi 2024 Anjlok, Kerugian Negara Justru Meroket
-
DPR Desak Pemerintah Gerak Cepat Tangani Ambruknya Musala Ponpes Al Khoziny di Sidoarjo
-
Perempuan Masih Jadi Objek Politik? Kritik Pedas Mahasiswi untuk Demokrasi Indonesia
-
Cuaca Hari Ini: Hujan Merata di Kota-kota Besar Jawa dan Sumatera
-
Pengacar Arya Daru Pangayunan Minta Polisi Dalami Sosok Vara dan Dion, Siapa Dia?
-
Guru Besar IPB: Petani Dituntut Taat Kebijakan, Tapi Bantuan Benih dan Pupuk Masih Jauh dari Cukup
-
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Dugaan Korupsi Program Digitalisasi Pendidikan
-
1.300 UMKM Siap Unjuk Gigi di Kompetisi Perdana Shopee Jagoan UMKM Naik Kelas