Suara.com - Terpidana korupsi e-KTP, Setya Novanto, menghirup udara bebas setelah mendapatkan pembebasan bersyarat. Tak hanya itu, ia bahkan tak perlu repot-repot wajib lapor.
Keputusan ini sontak menuai kritik keras, salah satunya dari mantan penyidik KPK, Praswad Nugraha, yang menyebut negara telah gagal memberikan efek jera.
Lolosnya 'Papa Minta Saham' Setnov dari sisa masa hukumannya ini kembali menampar wajah penegakan hukum di Indonesia, terutama dalam perang melawan korupsi yang merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime).
Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Agus Andrianto, mengonfirmasi langsung kabar kebebasan Setya Novanto. Menurutnya, keputusan ini diambil setelah melalui proses asesmen ketat dan didasarkan pada putusan Peninjauan Kembali (PK) dari Mahkamah Agung (MA).
Bahkan, Agus menyebut waktu pembebasan bersyarat Novanto seharusnya sudah lewat.
"Iya, karena sudah melalui proses asesmen dan yang bersangkutan berdasarkan hasil pemeriksaan PK itu sudah melampaui waktunya. Harusnya tanggal 25 yang lalu," kata Agus di kompleks Istana Kepresidenan, Minggu (17/8/2025).
Yang lebih membuat publik geram, Setnov tidak akan dikenai kewajiban lapor setelah bebas. Alasannya? Semua kewajiban finansialnya sudah lunas.
"Nggak ada (wajib lapor) karena kan denda subsider sudah dibayar," ujar Agus.
Dasar utama dari 'diskon' hukuman ini adalah putusan PK yang mengurangi vonis Setnov dari semula 15 tahun menjadi 12 tahun dan 6 bulan penjara. Pengurangan inilah yang menjadi tiket emas bagi sang mantan Ketua DPR untuk bebas lebih awal.
Baca Juga: Setya Novanto Bebas, Golkar Kasih Sinyal Belum Ajak Kembali ke Panggung Politik
Koruptor Kelas Berat Bisa 'Akali' Sistem Hukum
Di sisi lain, mantan penyidik KPK Praswad Nugraha geram mendengar kabar ini. Ia menegaskan, meskipun pembebasan bersyarat adalah hak, penerapannya untuk koruptor kelas kakap dalam kasus yang merugikan negara Rp 2,3 triliun seharusnya super ketat.
“Untuk tindak pidana korupsi yang dikategorikan sebagai extraordinary crime, pemberian hak tersebut seharusnya dilakukan dengan sangat selektif dan ketat,” kata Praswad dalam keterangannya, Senin (18/8/2025).
“Jika tidak, publik akan menilai negara gagal memberikan efek jera.”
Praswad menyoroti bagaimana akumulasi keringanan yang diterima Setnov, mulai dari remisi, PK, hingga bebas bersyarat, telah menciptakan preseden yang sangat buruk.
“Masyarakat bisa menafsirkan bahwa koruptor kelas berat pun bisa mengakali sistem hukum untuk mendapatkan kebebasan lebih cepat. Ini jelas bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi yang sering digaungkan pemerintah,” tuturnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Body Lotion di Indomaret untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Rawat Garis Penuaan
- 7 Rekomendasi Lipstik Transferproof untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp20 Ribuan
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 14 November: Ada Beckham 111, Magic Curve, dan Gems
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 6 Tablet RAM 8 GB Paling Murah untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp2 Jutaan
Pilihan
-
Kerugian Scam Tembus Rp7,3 Triliun: OJK Ingatkan Anak Muda Makin Rawan Jadi Korban!
-
Ketika Serambi Mekkah Menangis: Mengingat Kembali Era DOM di Aceh
-
Catatan Gila Charly van Oosterhout, Pemain Keturunan Indonesia di Ajax: 28 Laga 19 Gol
-
Daftar 611 Pinjol Ilegal Terbaru Update Satgas PASTI OJK: Ada Pindar Terkenal
-
Bobibos Ramai Dibicarakan! Pakar: Wajib Lolos Uji Kelayakan Sebelum Dijual Massal
Terkini
-
Ada Siswa Dibully hingga Meninggal, Kepala Sekolah SMPN 19 Tangsel Didesak Mengundurkan Diri
-
Sepekan Pasca-Ledakan, SMAN 72 Jakarta Mulai Gelar Pembelajaran Tatap Muka Terbatas
-
Celoteh Akademisi Soal MK: Penugasan Polisi Aktif ke Luar Instansi Dibolehkan, Kok Bisa?
-
Polda Metro Bentuk 'Polisi Siswa Keamanan', Apa Peran dan Tujuannya?
-
Kaesang Blak-blakan Target PSI di Pemilu 2029: Ini Momentum Pembuktian Kami!
-
Pegawai Bandara Soetta Dalangi Penipuan Lowongan Pilot, Raup Rp1,3 Miliar dari Korban
-
Mahfud MD: Utang Whoosh Wajib Dibayar, tapi Korupsi Harus Tetap Diusut KPK
-
PSI Tegaskan Posisi: Tetap Pro-Jokowi dan Siap Kawal Pemerintahan Prabowo-Gibran
-
Dasco: DPR Kaji Putusan MK soal Anggota Polri Tak Boleh Duduki Jabatan Sipil
-
Kontroversial! Mahasiswa Diskorsing Usai Rencanakan Diskusi 'Soeharto Bukan Pahlawan' di Kampus