Suara.com - Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Golkar, Ahmad Doli Kurnia, menegaskan bahwa kebijakan tersebut tidak mungkin diambil dalam waktu dekat.
Ia menyebut ada tiga faktor utama yang membuat pemerintah menahan diri: keterbatasan fiskal, risiko kecemburuan sosial, serta sorotan terhadap kinerja PNS itu sendiri.
Hal itu disampaikan Doli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 20 Agustus 2025.
"Situasi rakyat kita sekarang ini kan juga sedang tidak baik-baik saja," kata Doli.
Menurutnya, kenaikan gaji justru bisa memicu ketidakadilan sosial di tengah kondisi ekonomi yang sulit.
"Pemerintah juga mempertimbangkan masalah sosiologis seperti itu. Jangan sampai misalnya, di tengah masyarakat kita secara umum, itu masih kesulitan ekonomi, tetapi ada kelompok lain yang naik gajinya, kan itu jadi persoalan," ujarnya.
Lebih jauh, Doli mengaitkan wacana kenaikan gaji dengan kebijakan kerja fleksibel atau Work From Anywhere (WFA) yang masih menimbulkan tanda tanya besar.
Ia menilai, tanpa bukti peningkatan produktivitas, menaikkan gaji ASN justru akan menjadi paradoks.
"Ini kan kemarin kita bicara tentang soal mereka work from anywhere. Bagaimana tuh mereka di tengah kinerjanya yang kita masih pertanyakan dalam tanda petik, kemudian gaji dinaikkan. Kan itu paradoks," tegasnya.
Baca Juga: Ancaman Demo Besar 25 Agustus, Puan Maharani: Pintu DPR Terbuka Lebar, Silakan Datang
Ia juga mengingatkan, menaikkan gaji ASN di saat efektivitas WFA belum jelas dapat menambah kecemburuan sosial.
"Disuruh kerja di tempat di mana aja, yang belum clear, tapi disuruh naikin gaji di tengah masyarakat yang situasinya ekonominya tidak begitu baik, kan nanti jadi masalah kecemburan sosial dan segala macam," tambahnya.
Kepastian tidak adanya kenaikan gaji ASN tahun 2026 sendiri sudah ditegaskan Presiden Prabowo Subianto dalam pidato RUU APBN dan Nota Keuangan pada 15 Agustus 2025.
Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, turut mengonfirmasi hal tersebut.
"Ya berarti apa yang tidak disampaikan, tidak ada," kata Prasetyo.
Doli menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa kondisi fiskal tetap menjadi faktor kunci, karena anggaran difokuskan pada delapan program prioritas nasional.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Rekomendasi Motor Listrik Harga di Bawah Rp10 Juta, Hemat dan Ramah Lingkungan
- 10 Rekomendasi Tablet Harga 1 Jutaan Dilengkapi SIM Card dan RAM Besar
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
Pilihan
-
Maarten Paes: Pertama (Kalahkan) Arab Saudi Lalu Irak, Lalu Kita Berpesta!
-
Formasi Bocor! Begini Susunan Pemain Arab Saudi Lawan Timnas Indonesia
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
Terkini
-
Pemerintah Sebut UU Pers Beri Jaminan Perlindungan Hukum Wartawan, Iwakum Sebut Ini
-
Menpar Widiyanti Targetkan Industri MICE Indonesia Susul Vietnam di Peringkat Global
-
Puji Kepemimpinan Gubernur Ahmad Luthfi, BGN Puji Jateng Paling Siap Jalankan Program Gizi Nasional
-
Jokowi 'Dikepung' Politik? Rocky Gerung Bongkar Alasan di Balik Manuver Prabowo-Gibran 2029
-
'Mereka Ada Sebelum Negara Ini Ada,' Pembelaan Antropolg untuk 11 Warga Maba Sangaji di Persidangan
-
Terungkap! 'Orang Baik' yang Selamatkan PPP dari Perpecahan: Ini Peran Pentingnya
-
Dana Transfer Dipangkas Rp 15 Triliun, APBD DKI 2026 Anjlok dan Gubernur Perintahkan Efisiensi Total
-
Kelurahan Kapuk Dipecah Jadi 3: Lurah Klaim Warga Menanti Sejak Lama, Semua RW dan RT Setuju
-
Antonius Kosasih Divonis 10 Tahun Bui di Kasus Korupsi PT Taspen, Hukuman Uang Pengganti Fantastis!
-
Kapuk Over Populasi, Lurah Sebut Petugas Sampai Kerja di Akhir Pekan Urus Kependudukan