News / Nasional
Kamis, 04 September 2025 | 13:45 WIB
Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka (Ist)

Suara.com - Sebuah gugatan hukum dengan nilai yang fantastis kini mengguncang kursi Wakil Presiden.

Gibran Rakabuming Raka digugat secara perdata oleh seorang warga bernama Subhan dengan tuntutan ganti rugi sebesar Rp 125 Triliun.

Penyebabnya? Sebuah isu yang kembali diungkit ke permukaan yakni Gibran dituding tidak memiliki ijazah Sekolah Menengah Atas (SMA) atau yang sederajat.

Gugatan yang didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ini bukan sekadar sensasi.

Ini adalah sebuah tantangan hukum serius yang mempertanyakan kembali keabsahan Gibran sebagai orang nomor dua di Indonesia.

Akar Gugatan: Ijazah Luar Negeri Dianggap Tidak Setara

Inti dari gugatan Subhan adalah dalil hukum yang sangat spesifik.

Menurutnya, syarat untuk menjadi calon presiden dan wakil presiden adalah "berpendidikan paling rendah sekolah menengah atas atau sederajat."

Subhan berargumen bahwa riwayat pendidikan Gibran di Singapura dan Australia tidak secara otomatis setara dengan ijazah SMA di Indonesia.

Baca Juga: Kesenjangan Sosial Kian Menganga: Dari Dugaan 'Ojol Fiktif' hingga Rumah Sempit 3x12 Meter

Penggugat menyoroti bahwa proses penyetaraan ijazah luar negeri memerlukan prosedur khusus dari kementerian terkait, yang keabsahannya kini mereka pertanyakan.

Gugatan ini secara esensial menuduh Gibran telah melakukan perbuatan melawan hukum saat maju dalam Pilpres 2024 tanpa memenuhi syarat pendidikan formal yang diamanatkan konstitusi.

Wapres Gibran Rakabuming Raka. [ANTARA]

Angka Fantastis Rp 125 Triliun, Apa Maksudnya?

Tentu saja, angka Rp 125 triliun bukanlah angka sembarangan.

Tuntutan ganti rugi ini memiliki dasar perhitungan yang sangat simbolis.

Penggugat menuntut ganti rugi sebesar Rp 500.000 untuk setiap warga negara Indonesia yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024.

Ini adalah sebuah pernyataan politik yang kuat.

Subhan tidak menuntut uang untuk dirinya sendiri, melainkan untuk seluruh rakyat Indonesia yang hak konstitusionalnya dianggap telah dirugikan karena harus memilih calon yang diduga tidak memenuhi syarat.

Angka ini adalah simbol dari kerugian demokrasi yang menurutnya telah terjadi.

Gugatan ini adalah babak terbaru dari pertarungan panjang yang mempertanyakan legitimasi Gibran, yang sebelumnya sudah diwarnai oleh kontroversi putusan Mahkamah Konstitusi terkait batas usia.

Meskipun pihak Gibran kemungkinan besar akan menepis gugatan ini, bola panas kini telah dilempar ke ranah pengadilan.

Publik kini menanti, apakah pengadilan akan menganggap gugatan ini serius, atau hanya akan menolaknya sebagai gugatan yang tidak berdasar?

Apapun hasilnya, gugatan "ijazah SMA" ini telah berhasil menyalakan kembali api perdebatan tentang syarat dan keabsahan seorang pemimpin di mata hukum dan konstitusi.

Menurut Anda, apakah gugatan ini adalah sebuah langkah penegakan hukum yang berani, atau sekadar manuver politik untuk mendelegitimasi pemerintah?

Diskusikan di kolom komentar!

Load More