- TAUD mengkritik keras penangkapan dan penetapan tersangka Delpedro Marhaen
- Mereka menilai penetapan tersangka Delpedro dan aktivis atas tudingan sebagai provokator kericuhan sebagai bentuk kriminalisasi
- Polda Metro Jaya sebelumnya telah menetapkan 43 orang sebagai tersangka terkait aksi demo ricuh 25 dan 28 Agustus 2025 di Jakarta.
Suara.com - Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) mengkritik keras penangkapan dan penetapan tersangka Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen dan sejumlah aktivis terkait aksi demo.
Anggota TAUD, Fadhil Alfatan, menilai penetapan tersangka Delpedro dan aktivis atas tudingan sebagai provokator kericuhan sebagai bentuk kriminalisasi.
"Kami menduga kuat, konstruksi tuduhan terhadap orang-orang yang dituduh sebagai penghasut, khususnya yang menjadi klien kami Delpedro Marhaen dan kawan-kawan, adalah tuduhan yang konspiratif," ujar Fadhil dalam konferensi pers dikutip dari YouTube YLBHI, Sabtu (6/9/2025).
Upaya kriminalisasi ini, kata Fadhil, nampak terlihat ketika aparat kepolisian nampak mencoba mengait-kaitkan postingan di media sosial dengan peristiwa kerusuhan yang terjadi saat demo 25 dan 28 Agustus 2025.
Namun, polisi menurutnya gagal membuktikan adanya kausalitas atau hubungan sebab-akibat yang jelas, sebuah prasyarat inti yang wajib dipenuhi sebelum menerapkan pasal penghasutan.
Ia mencontohkan bahwa Lokataru sebagai lembaga riset dan advokasi HAM tidak memiliki kapasitas apa pun untuk menggerakkan massa, melakukan kekerasan, atau melempar bom molotov seperti yang dituduhkan.
"Sehingga kami menilai di sini, tidak ada suatu tuduhan yang jelas, dan karena itu kami menduga kuat ini konspiratif," tegasnya.
Penegakan Hukum Prematur dan Gagal Ungkap Aktor Intelektual
TAUD juga menilai proses hukum yang berjalan saat ini sangat prematur.
Baca Juga: Buku Reggae Jadi Bukti Hasutan? Polisi Sita 'Negeri Pelangi' dari Kamar Delpedro
Fadil menyoroti bahwa prioritas aparat kepolisian bukanlah mengungkap fakta sebenarnya atau akar persoalan, seperti mencari siapa "penunggang gelap" atau aktor intelektual di balik kerusuhan.
"Mengungkap fakta yang sebenarnya dan menyelesaikan akar persoalan yang sesungguhnya bukan merupakan prioritas pemerintah, dalam hal ini secara spesifik aparat kepolisian," katanya.
Alih-alih membentuk tim independen pencari fakta yang komprehensif seperti pada kasus-kasus besar lainnya, aparat justru buru-buru memburu para aktivis yang vokal di media sosial.
"Menjadi wajar bahwa ketika banyak orang menyampaikan, penegakan hukum yang terjadi diduga kuat sebagai operasi pencarian kambing hitam," ungkap Fadil.
Kejanggalan lain, lanjutnya, terlihat dari kegagapan aparat dalam proses pemeriksaan dan penggeledahan. Ia merujuk pada kasus Delpedro di mana penyidik sempat berupaya menyita deodoran hingga celana dalam saat menggeledah kantor Lokataru Foundation.
"Jadi datang dan cari, ambil semua baru dianalisis di kantor. Kan enggak gitu cara main penegakan hukum," kritiknya.
Berita Terkait
-
UU Perlindungan Anak Jadi Senjata Polisi Penjarakan Delpedro Marhaen, TAUD: Kriminalisasi Aktivis!
-
Deodoran hingga Celana Dalam Delpedro Nyaris Disita Polisi, Lokataru: Upaya Cari-cari Kesalahan!
-
TNI Bantah 5 Info Viral: Dari Intel BAIS Dituduh Provokator Hingga Pelajar Ngaku Tentara Saat Demo
-
Intel Nyamar Malah Diciduk Brimob, Ini Kronologi Anggota BAIS Dituduh Provokator Demo Ricuh di Slipi
-
Buku Reggae Jadi Bukti Hasutan? Polisi Sita 'Negeri Pelangi' dari Kamar Delpedro
Terpopuler
- Lupakan Louis van Gaal, Akira Nishino Calon Kuat Jadi Pelatih Timnas Indonesia
- Mengintip Rekam Jejak Akira Nishino, Calon Kuat Pelatih Timnas Indonesia
- 7 Mobil Keluarga 7 Seater Seharga Kawasaki Ninja yang Irit dan Nyaman
- Link Download Logo Hari Santri 2025 Beserta Makna dan Tema
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 21 Oktober 2025: Banjir 2.000 Gems, Pemain 110-113, dan Rank Up
Pilihan
-
Wawancara Kerja Lancar? Kuasai 6 Jurus Ini, Dijamin Bikin Pewawancara Terpukau
-
5 Laga Klasik Real Madrid vs Juventus di Liga Champions: Salto Abadi Ronaldo
-
Prabowo Isyaratkan Maung MV3 Kurang Nyaman untuk Mobil Kepresidenan, Akui Kangen Naik Alphard
-
Suara.com Raih Penghargaan Media Brand Awards 2025 dari SPS
-
Uang Bansos Dipakai untuk Judi Online, Sengaja atau Penyalahgunaan NIK?
Terkini
-
Di Hadapan Presiden Brasil, Prabowo Putuskan Bahasa Portugis Diajarkan di Sekolah, Mengapa?
-
Kejati DKI Tetapkan 3 Tersangka Korupsi LPEI Senilai Rp 919 Miliar, Rumah dan Apartemen Digeledah
-
Momen Dedi Mulyadi Ngamuk di Pabrik Aqua: Warga Beli Air, Pabrik Buang Air! Ancam Cabut Izin
-
Profil Sanae Takaichi, Perdana Menteri Perempuan Pertama Jepang yang Dijuluki Wanita Besi
-
Eks Kapolres Ngada Divonis Ringan Kasus Fedofilifa, Komnas HAM Bilang Begini
-
Barbuk Nyaris 200 Ton, Begini Kata DPR usai Polri Ungkap 38 Ribu Kasus Narkoba Selama 10 Bulan
-
Bertemu di Istana Negara, Prabowo Blak-blakan ke Presiden Lula: Saya Banyak Meniru Kebijakan Anda!
-
Okky Madasari: Dalam Waktu Setahun Prabowo Bisa Membangun Ulang Kekuatan
-
Amandla! Awethu! Ini Makna Teriakan Prabowo dan Presiden Afrika Selatan
-
LPEI Buka Suara soal Kasus Korupsi Pemberian Kredit, Hormati Proses Hukum