- Asfinawati menyebut ada kesesatan logika dari polisi terkait penangkapan terhadap para aktivis dan pegiat media sosial terkait demonstrasi Agustus lalu.
- Dia juga menepis soal tudingan polisi yang menyebut Delpedro dkk sebagai provokator kerusuhan yang meletus di Jakarta saat demonstasi Agustus.
- Menurutnya, aksi demonstrasi bukan perbuatan melawan hukum dan dilindungi oleh undang undang.
Suara.com - Pengacara hak asasi manusia (HAM), Asfinawati melayangkan kritik telak kepada aparat kepolisian imbas adnya penangkapan dan penahanan terhadap sejumlah aktivis termasuk Direktur Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen.
Asfinawati menyebut jika ada kesesatan logika dari kepolisian atas penangkapan terhadap para aktivis dan sejumlah pegiat media sosial.
Diketahui, Delpedro dkk telah ditetapkan sebagai tersangka dan resmi ditahan Polda Metro Jaya atas kasus dugaan memprovokasi anak-anak dan pelajar untuk melakukan kerusuhan saat demonstrasi di Jakarta pada akhir Agustus 2025 lalu.
Kritik telak itu disampaikan Asfinawati saat ikut membesuk para aktivis dan pegiat media sosial yang ditahan di Rutan Polda Metro Jaya pada Rabu (17/9/2025) kemarin.
"Jadi saya melihat ada logika sesat dalam penangkapan kawan-kawan ini. Kenapa saya sebut logika sesat? Mereka dituduh mengajak orang-orang berdemonstrasi," ujar Asfinawati dalam unggahan akun Instagram resmi @lbh_jakarta dikutip pada Kamis (18/9/2025).
Mantan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indinesia (YLBHI) itu pun menepis tudingan polisi soal Delpedro dkk yang dicap sebagai provokator di balik meletusnya kerusuhan di sejumlah titik di Jakarta saat demo Agustus lalu. Menurutnya, penyampaian pendapatan di muka umum adalah hak setiap warga negara dan dilindungi oleh undang-undang.
"Apakah kalau mengajak orang berdemonstrasi, kalaupun mengikuti logika polisi bahwa mereka diajak gitu ya. Apakah mengajak orang berdemonstrasi adalah perbuatan melawan hukum? Bukan, karena demonstrasi dijamin oleh undang-undang (Nomor 9 tahun 1998)," beber Asfinawati.
Menurutnya, penangkapan terhadap sejumlah aktivis dan pegiat medsos menandakan aparat kepolisian sengaja ingin memberangus gerakan protes yang berangkat di kalangan anak-anak muda. Asfinawati pun memberikan ucapan satire terkait tindakan polisi yang dianggap mengkriminalisasikan aktivis seperti Delpedro.
"Tapi dari itu, artinya, polisi melihat demonstrasi adalah perbuatan terlarang. Adalah sama dengan mengajak orang untuk pakai narkoba. Sama dengan mengajak orang untuk mencuri," ujarnya.
Lebih lanjut, Asfinawati pun memastikan jika unjuk rasa yang terjadi pada Agustus lalu bukan tindakan yang melawan hukum. Dia pun menganalogikan unjuk rasa dengan kegiatan lain seperti piknik dan jalan-jalan.
Baca Juga: Ancang-ancang Prabowo: Komisi Reformasi Polri Bakal Dibentuk Bulan Depan, Dipimpin Ahmad Dofiri?
"Padahal kalau kita mengajak orang piknik, menyumbang uang untuk piknik, menyumbang uang untuk jalan-jalan, itu bukan perbuatan pidana, karena piknik, jalan-jalan bukan perbuatan pidana. Demonstrasi bukan perbuatan pidana," pungkasnya.
Dituding Provokator
Polda Metro Jaya telah menetapkan 43 orang sebagai tersangka terkait kericuhan aksi demo 25 dan 28 Agustus 2025 di Jakarta.
Enam di antaranya yakni Delpedro Marhaen (Direktur Eksekutif Lokataru Foundation), Muzaffar Salim (staf Lokataru), Syahdan Husein (aktivis Gejayan Memanggil), Khariq Anhar (mahasiswa Universitas Riau sekaligus pegiat media sosial), serta dua orang lain berinisial RAP dan FL.
Mereka dijerat Pasal 160 KUHP, Pasal 45A Ayat 3 juncto Pasal 28 Ayat 3 UU ITE, dan Pasal 87 UU Perlindungan Anak dengan tuduhan menghasut pelajar serta anak di bawah umur ikut demonstrasi hingga berujung ricuh.
Namun, penangkapan Delpedro, Muzaffar, Syahdan, dan Khariq menuai kritik luas dari masyarakat sipil. Di media sosial, banyak yang mendesak kepolisian segera membebaskan mereka karena dianggap sebagai korban kriminalisasi.
Berita Terkait
-
Ancang-ancang Prabowo: Komisi Reformasi Polri Bakal Dibentuk Bulan Depan, Dipimpin Ahmad Dofiri?
-
Ditunjuk Prabowo Reformasi Polri: Sosok Ahmad Dofiri Jenderal Rp7 Miliar Berani Pecat Ferdy Sambo!
-
DPR Ungkap Seabrek PR Besar Menko Polkam Djamari Chaniago, Salah Satunya Masalah Demokrasi Cacat!
-
Orang yang Memecatnya Kini Diangkat Menko Polkam, Bukti Prabowo Tak Dendam ke Djamari Chaniago?
-
Kepala KSP Era Prabowo: Jejak Panas M Qodari Penggaung Jokowi 3 Periode Sekaligus Juragan Tanah!
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
Terkini
-
Kemendagri Batalkan Mutasi Kepala SMPN 1 Prabumulih, Wali Kota Arlan Terancam Sanksi
-
DPW dan DPC PPP dari 33 Provinsi Deklarasi Dukung M Mardiono Jadi Ketua Umum
-
Menteri HAM Natalius Pigai Sebut Orang Hilang 'Belum Terlihat', YLBHI Murka: Denial!
-
Dari Dirut Sampai Direktur, Jajaran BPR Jepara Artha Kini Kompak Pakai Rompi Oranye
-
Pemeriksaan Super Panjang, Hilman Latief Dicecar KPK Hampir 12 Jam soal Kuota Haji
-
Dikira Hilang saat Demo Ricuh, Polisi Ungkap Alasan Bima Permana Dagang Barongsai di Malang
-
Tito Karnavian: Satpol PP Harus Humanis, Bukan Jadi Sumber Ketakutan
-
Wamenkum Sebut Gegara Salah Istilah RUU Perampasan Aset Bisa Molor, 'Entah Kapan Selesainya'
-
'Abuse of Power?' Kemendagri Sebut Wali Kota Arlan Langgar Aturan Copot Kepala SMP 1 Prabumulih
-
Strategi Baru Senayan: Mau RUU Perampasan Aset Lolos? UU Polri Harus Direvisi Dulu