News / Nasional
Jum'at, 19 September 2025 | 12:03 WIB
Sekretaris Jenderal PBNU, Saifullah Yusuf. (Suara.com/Lilis)
Baca 10 detik
  • PBNU mengapresiasi klarifikasi KPK yang menyatakan bahwa penyidikan kasus korupsi kuota haji menargetkan individu di Kemenag, bukan PBNU sebagai organisasi
  • KPK menjelaskan bahwa mereka mengikuti aliran dana korupsi yang melekat pada individu
  • Kasus ini telah menjerat mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang dicegah ke luar negeri
[batas-kesimpulan]

Suara.com - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) akhirnya bisa bernapas lega. Sekretaris Jenderal PBNU, Saifullah Yusuf, secara terbuka menyampaikan terima kasih kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah memberikan klarifikasi penting terkait penyidikan dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama tahun 2023–2024.

Klarifikasi ini menjadi jawaban atas spekulasi liar yang menyeret nama besar PBNU ke dalam pusaran kasus megakorupsi dengan kerugian negara ditaksir mencapai Rp1 triliun lebih.

Pertanyaan publik terjawab setelah KPK menegaskan bahwa bidikan mereka adalah individu atau oknum yang terlibat, bukan PBNU sebagai sebuah institusi keagamaan.

“Terima kasih kepada KPK melalui Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi Asep Guntur Rahayu yang telah memberikan pernyataan cukup jelas dan bisa dipahami dengan baik, yakni menyatakan bahwa yang dipanggil adalah orang per orang, bukan organisasi,” ujar Sekjen PBNU yang akrab disapa Gus Ipul ini dalam pernyataannya, Jumat (19/9/2025).

Menurut Gus Ipul, pernyataan tegas dari KPK ini sangat penting untuk meredam isu yang berkembang. PBNU pun menegaskan dukungannya secara penuh terhadap langkah KPK untuk membongkar praktik culas dalam pengelolaan dana umat tersebut.

“Kami berterima kasih karena KPK telah memberikan pernyataan yang jelas tentang upaya membongkar praktik yang melanggar hukum kepada mereka yang bersalah. PBNU secara organisasi tidak terlibat. Kami mendukung dan mengapresiasi KPK,” katanya sebagaimana dilansir kantor berita Antara.

KPK: Kami Ikuti Aliran Uangnya, Bukan Targetkan Organisasinya

Sebelumnya, Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, memberikan penjelasan detail mengenai arah penyidikan. Ia mengisyaratkan bahwa meskipun ada anggota atau pengurus ormas keagamaan yang diperiksa, fokus utama KPK adalah status mereka sebagai pejabat atau pegawai di lingkungan Kementerian Agama.

“Walaupun yang bersangkutan juga menjadi anggota atau pengurus di organisasi keagamaan, tetapi yang jelas adalah karena yang bersangkutan berdinas atau bertugas di Kementerian Agama,” ujar Asep Guntur di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (18/9) malam.

Baca Juga: KPK Ungkap Kasus Korupsi Kuota Haji, Libatkan Hampir 400 Biro Perjalanan

Asep menjelaskan bahwa penyidik KPK bekerja dengan mengikuti jejak aliran dana. Jika uang hasil korupsi mengalir ke seseorang, maka KPK akan menelusuri ke mana pun orang itu pergi, termasuk ke organisasi tempatnya bernaung.

“Jadi, kami tidak melakukan atau menargetkan organisasinya, tetapi uangnya itu lari karena mengikuti orangnya. Orangnya ada di mana, bekerja di mana, nah di situ kami lihat, pasti kan juga ada berkaitan dengan tempat yang bersangkutan bekerja,” jelasnya.

Kasus ini sendiri mulai disidik oleh KPK sejak 9 Agustus 2025, tak lama setelah meminta keterangan dari mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas. Eskalasi kasus berjalan cepat, di mana pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan pencegahan tiga orang bepergian ke luar negeri, termasuk Yaqut, seiring dengan temuan awal kerugian negara yang fantastis.

Dugaan korupsi ini juga sejalan dengan temuan Pansus Angket Haji DPR RI, yang menyoroti kejanggalan pembagian 20.000 kuota haji tambahan dari Arab Saudi. Kementerian Agama saat itu membaginya rata 50:50 untuk haji reguler dan khusus, sebuah kebijakan yang dinilai melanggar Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, yang seharusnya memprioritaskan 92% kuota untuk haji reguler.

Load More