- Gunung Patah merupakan gunung berapi nonaktif yang menjulang setinggi 2.853 mdpl di perbatasan provinsi Bengkulu dan Sumatra Selatan.
- Gunung Patah bukan hanya barisan hutan belantara, melainkan ruang yang menyimpan ikatan dengan leluhur dan terus dijaga melalui ritual.
- Pemandangan langka ini menjadi hadiah tak ternilai bagi Tim Satria Hutan Indonesia
Suara.com - Mapala UI berhasil melangsungkan program Satria Hutan Indonesia (SHI) 2025 dengan menempuh pendakian selama 13 hari di Hutan Lindung Raja Mendara, Gunung Patah.
Gunung Patah merupakan gunung berapi nonaktif yang menjulang setinggi 2.853 mdpl di perbatasan provinsi Bengkulu dan Sumatra Selatan. Terletak di provinsi yang didominasi tutupan vegetasi rapat, kawasan Gunung Patah masih tertutup alami oleh rimbunnya pepohonan. Dengan tutupan vegetasi tersebut, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebutkan setidaknya ada lebih dari 100 jenis tumbuhan yang tumbuh di gunung ini. Meski jarang terdengar namanya, Gunung Patah menyimpan kekayaan ekologis dan lanskap geologis yang memukau.
Selain ekologinya yang kaya, cerita adat yang diwariskan dan dijaga turun-temurun oleh masyarakat setempat juga menjadi daya tarik yang unik. Kombinasi inilah yang menjadikan Mapala UI memilih Gunung Patah sebagai sasaran eksplorasi pada program SHI 2025.
”Perjalanan ini diikuti 24 calon anggota dan 18 anggota Mapala UI,” ujar Aldes Alfarizi, Ketua Mapala UI. Dengan rute melintasi perbatasan provinsi, berangkat dari Desa Manau Sembilan II, Provinsi Bengkulu dan turun melalui jalur Kance Diwe di Kota Pagar Alam, Provinsi Sumatra Selatan.
Dengan mengangkat tema “Kenali Hutan, Jaga Kehidupan”, Tim Satria Hutan Indonesia mengamini bahwa perjalanan ini tidak hanya sekadar pendakian menuju puncak, tetapi juga menjadi ruang pertemuan antara manusia, alam, dan budaya.
Menghormati yang Terdahulu
Bagi masyarakat Desa Manau Sembilan, Gunung Patah bukan hanya barisan hutan belantara, melainkan ruang yang menyimpan ikatan dengan leluhur dan terus dijaga melalui ritual.
Sehari sebelum tim menjejakkan kaki di hutan, Tim Satria Hutan Indonesia diajak untuk berziarah ke makam puyang, tokoh yang dipercaya sebagai penyebar agama islam di sekitar Desa Manau Sembilan. Menurut Pak Haji Dul Samat, tetua wilayah Desa Manau Sembilan, prosesi ini dilakukan sebagai penghormatan dan permohonan restu.
Dalam prosesi tersebut, tim diminta untuk menyiapkan segelas kopi tanpa gula, segelas teh, juga sepiring nasi lengkap dengan sambal dan telur ayam yang sudah direbus matang. Bagi masyarakat Desa Manau Sembilan, ritual ini adalah bentuk etika yang harus terus dijaga secara turun-temurun.
Baca Juga: All England 2024: Lawan Mundur, Jonatan Christie Susul Anthony Ginting ke Semifinal
“Biasanya kalau ada yang mau melakukan pendakian dari Desa Manau Sembilan, kami selalu minta restu dari puyang dahulu sebelum berangkat. Supaya perjalanan selamat sampai pulang,” ujar Pak Haji.
Doa-doa yang dilantunkan, kemenyan yang dibakar, serta suasana hening saat itu menjadi pengantar langkah perjalanan. Bagi tim Satria Hutan Indonesia, prosesi ini menjadi pengingat bahwa hutan menyimpan keyakinan dan nilai-nilai yang harus dihormati.
Menembus Jalur Sunyi Manau Sembilan
Langkah demi langkah kami awali pada tanggal 5 Agustus 2025, ketika tim mulai memasuki jalur di dalam rimbunnya hutan. Jalur dengan panjang kurang lebih 45 kilometer menuju puncak ini dikenal sebagai salah satu jalur terpanjang di Sumatra, dengan estimasi normal memakan waktu 8–10 hari perjalanan.
Memasuki rimbunnya hutan, medan menghadirkan tantangan: tanah basah, akar-akar menjalar, pohon tumbang yang menutup jalan, hingga pacet dan lebah yang menemani langkah kami. Selain medan, cuaca juga menghadirkan serangkaian “hadiah” untuk kami. Hujan deras turun siang-malam selama hampir setiap hari perjalanan dan menambah berat langkah tim pendakian.
Namun, dibalik itu semua, hutan yang vegetasinya masih tertutup rapat ini juga menghadirkan kejutan yang sangat berharga. Tim Satria Hutan Indonesia beruntung karena bisa menyaksikan secara langsung keindahan Burung Rangkong, burung ikonik dengan paruh besar yang populasinya semakin menurun.
Berita Terkait
-
Sinopsis Dream, Drama China Terbaru Liu Shi Shi dan Hu Xian Xu
-
Review Film Elio: Petualangan Galaksi yang Bikin Hati Meleleh
-
5 Drama China Diadaptasi dari Novel Shi Si Lang, Ada The Eternal Fragrance
-
Sinopsis Echoes of the Heart, Drama China Terbaru Han Dong Lin dan He Shi
-
Ada Kill My Sins, Ini 3 Drama China Dibintangi Liu Shi Shi sebagai Pemeran Utama
Terpopuler
- 17 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 20 September: Klaim Pemain 110-111 dan Jutaan Koin
- Siapa Zamroni Aziz? Kepala Kanwil Kemenag NTB, Viral Lempar Gagang Mikrofon Saat Lantik Pejabat!
- Prompt Gemini AI untuk Edit Foto Masa Kecil Bareng Pacar, Hasil Realistis dan Lucu
- Bali United: 1 Kemenangan, 2 Kekalahan, Johnny Jansen Dipecat?
- 10 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 21 September 2025, Kesempatan Klaim Pemain OVR 110-111
Pilihan
-
Ousmane Dembele Raih Ballon dOr 2025, Siapa Sosok Istri yang Selalu Mendampinginya?
-
Meski Perpres Sudah Terbit, Tapi Menkeu Purbaya Mau Review Ulang Soal Kenaikan Gaji ASN 2025
-
Prabowo: Indonesia Mengakui dan Jamin Keamanan Israel Jika Palestina Merdeka
-
Profil Glory Lamria: Diaspora Viral Usai Kunjungan Presiden di Amerika Serikat
-
Analisis IHSG Hari Ini Usai Wall Street Cetak Rekor Didorong Harga Saham Nvidia
Terkini
-
Data Pendidikan Gibran di Situs KPU Tiba-tiba Berubah Jadi S1, Ada Upaya Jegal Gugatan Ijazah Palsu?
-
AGRA Desak Penghentian Proyek Transmigrasi ala Orde Baru: Haruskah Membuka Hutan dan Belukar Lagi?
-
Detik-detik Mikrofon Prabowo Mati di KTT PBB, Menlu Sugiono Tegaskan Pesan Palestina Tetap Menggema
-
Sudah Gandeng Ahli ITB, Pemprov DKI Yakin Bau Sampah RDF Rorotan Sudah Teratasi
-
Bukan Jenderal Biasa, Mengenal Komjen Chryshnanda yang Ditunjuk Pimpin Tim Transformasi Polri
-
Dipimpin Puan Maharani, DPR RI Bakal Sahkan APBN 2026 dan Prolegnas dalam Rapat Paripurna
-
Menteri PPPA Minta Pesantren Jadi Zona Aman dari Bullying, Ingatkan Bahaya Relasi Kuasa
-
Bentuk Pasukan Khusus di Dunia Maya, Cara BNPT Mencegah Radikalisme di Era Tanpa Batas
-
Anhar Gonggong Tertawa Geli Polisi Sita Buku Franz Magnis Suseno: Harusnya Baca Dulu Isinya!
-
Konflik Yalimo Pecah Gegara Ucapan Rasis, Kemensos Siapkan Sembako dan 100 Babi untuk Pesta Damai