News / Nasional
Selasa, 23 September 2025 | 11:51 WIB
Satria Hutan Indonesia 2025 Jalani Pendakian 13 Hari di Gunung Patah. (Dok: Nusa Halmahera)
Baca 10 detik
  • Gunung Patah merupakan gunung berapi nonaktif yang menjulang setinggi 2.853 mdpl di perbatasan provinsi Bengkulu dan Sumatra Selatan.
  • Gunung Patah bukan hanya barisan hutan belantara, melainkan ruang yang menyimpan ikatan dengan leluhur dan terus dijaga melalui ritual.
  • Pemandangan langka ini menjadi hadiah tak ternilai bagi Tim Satria Hutan Indonesia

Suara.com - Mapala UI berhasil melangsungkan program Satria Hutan Indonesia (SHI) 2025 dengan menempuh pendakian selama 13 hari di Hutan Lindung Raja Mendara, Gunung Patah.

Gunung Patah merupakan gunung berapi nonaktif yang menjulang setinggi 2.853 mdpl di perbatasan provinsi Bengkulu dan Sumatra Selatan. Terletak di provinsi yang didominasi tutupan vegetasi rapat, kawasan Gunung Patah masih tertutup alami oleh rimbunnya pepohonan. Dengan tutupan vegetasi tersebut, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebutkan setidaknya ada lebih dari 100 jenis tumbuhan yang tumbuh di gunung ini. Meski jarang terdengar namanya, Gunung Patah menyimpan kekayaan ekologis dan lanskap geologis yang memukau.

Selain ekologinya yang kaya, cerita adat yang diwariskan dan dijaga turun-temurun oleh masyarakat setempat juga menjadi daya tarik yang unik. Kombinasi inilah yang menjadikan Mapala UI memilih Gunung Patah sebagai sasaran eksplorasi pada program SHI 2025.

”Perjalanan ini diikuti 24 calon anggota dan 18 anggota Mapala UI,” ujar Aldes Alfarizi, Ketua Mapala UI. Dengan rute melintasi perbatasan provinsi, berangkat dari Desa Manau Sembilan II, Provinsi Bengkulu dan turun melalui jalur Kance Diwe di Kota Pagar Alam, Provinsi Sumatra Selatan.

Dengan mengangkat tema “Kenali Hutan, Jaga Kehidupan”, Tim Satria Hutan Indonesia mengamini bahwa perjalanan ini tidak hanya sekadar pendakian menuju puncak, tetapi juga menjadi ruang pertemuan antara manusia, alam, dan budaya.

Menghormati yang Terdahulu

Bagi masyarakat Desa Manau Sembilan, Gunung Patah bukan hanya barisan hutan belantara, melainkan ruang yang menyimpan ikatan dengan leluhur dan terus dijaga melalui ritual.

Sehari sebelum tim menjejakkan kaki di hutan, Tim Satria Hutan Indonesia diajak untuk berziarah ke makam puyang, tokoh yang dipercaya sebagai penyebar agama islam di sekitar Desa Manau Sembilan. Menurut Pak Haji Dul Samat, tetua wilayah Desa Manau Sembilan, prosesi ini dilakukan sebagai penghormatan dan permohonan restu.

Dalam prosesi tersebut, tim diminta untuk menyiapkan segelas kopi tanpa gula, segelas teh, juga sepiring nasi lengkap dengan sambal dan telur ayam yang sudah direbus matang. Bagi masyarakat Desa Manau Sembilan, ritual ini adalah bentuk etika yang harus terus dijaga secara turun-temurun.

Baca Juga: All England 2024: Lawan Mundur, Jonatan Christie Susul Anthony Ginting ke Semifinal

“Biasanya kalau ada yang mau melakukan pendakian dari Desa Manau Sembilan, kami selalu minta restu dari puyang dahulu sebelum berangkat. Supaya perjalanan selamat sampai pulang,” ujar Pak Haji.

Doa-doa yang dilantunkan, kemenyan yang dibakar, serta suasana hening saat itu menjadi pengantar langkah perjalanan. Bagi tim Satria Hutan Indonesia, prosesi ini menjadi pengingat bahwa hutan menyimpan keyakinan dan nilai-nilai yang harus dihormati.

Menembus Jalur Sunyi Manau Sembilan

Langkah demi langkah kami awali pada tanggal 5 Agustus 2025, ketika tim mulai memasuki jalur di dalam rimbunnya hutan. Jalur dengan panjang kurang lebih 45 kilometer menuju puncak ini dikenal sebagai salah satu jalur terpanjang di Sumatra, dengan estimasi normal memakan waktu 8–10 hari perjalanan.

Memasuki rimbunnya hutan, medan menghadirkan tantangan: tanah basah, akar-akar menjalar, pohon tumbang yang menutup jalan, hingga pacet dan lebah yang menemani langkah kami. Selain medan, cuaca juga menghadirkan serangkaian “hadiah” untuk kami. Hujan deras turun siang-malam selama hampir setiap hari perjalanan dan menambah berat langkah tim pendakian.

Namun, dibalik itu semua, hutan yang vegetasinya masih tertutup rapat ini juga menghadirkan kejutan yang sangat berharga. Tim Satria Hutan Indonesia beruntung karena bisa menyaksikan secara langsung keindahan Burung Rangkong, burung ikonik dengan paruh besar yang populasinya semakin menurun.

Load More