News / Nasional
Senin, 29 September 2025 | 14:22 WIB
Presiden RI, Prabowo Subianto. (Antara)
Baca 10 detik
  • Presiden Prabowo Subianto memerintahkan seluruh dapur program Makan Bergizi Gratis (MBG) wajib memiliki alat uji (test kit) 
  • Data resmi dari Badan Gizi Nasional mengungkap ada 70 insiden keracunan massal yang menimpa 5.914 penerima manfaat
  • Penyebab utama keracunan adalah kontaminasi berbagai bakteri berbahaya seperti E. coli dan Salmonella pada makanan 

Suara.com - Program ambisius Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjadi andalan Presiden Prabowo Subianto tercoreng oleh insiden keracunan massal yang menimpa ribuan anak dan ibu hamil di seluruh Indonesia. Merespons krisis ini, Presiden Prabowo memerintahkan semua dapur yang memasok program ini untuk secara ketat memiliki alat uji (test kit) guna mengetes makanan sebelum didistribusikan.

Perintah tegas ini menjadi bagian dari prosedur standar operasional (SOP) baru yang wajib dipatuhi oleh seluruh satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG). Langkah ini diambil setelah terungkapnya data mengejutkan: lebih dari 5.900 penerima manfaat menjadi korban keracunan sejak program ini diluncurkan.

Dalam pidatonya di sebuah acara partai politik di Jakarta, Senin (29/9/2025), Prabowo tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya atas insiden yang disebutnya sebagai "penyimpangan" serius ini.

"Jadi, saudara-saudara, 30 juta (penerima) kita bangga, kita risau masih ada (kasus keracunan), makanya kita tertibkan semua SPPG, semua dapur MBG. Kita sudah bikin SOP, semua alat harus dicuci pakai alat modern, dan tidak terlalu mahal untuk membersihkan, untuk membunuh semua bakteri. Kita juga perintahkan semua dapur harus punya test kit, alat uji, sebelum distribusi harus diuji dulu semua, dan langkah preventif lainnya," kata Presiden Prabowo sebagaimana dilansir Antara.

Prabowo mengumumkan bahwa per hari ini, program MBG telah menjangkau 30 juta orang, sebuah pencapaian signifikan. Namun, kebanggaan itu dibayangi oleh kesedihan mendalam akibat kegagalan dalam menjaga kualitas dan keamanan pangan. Ia mengakui adanya dilema antara kecepatan ekspansi program dengan risiko penyimpangan yang lebih besar.

"Kita mengerti 30 juta suatu prestasi, tetapi ingat sasaran kita masih jauh, sasaran kita adalah 82 juta penerima manfaat. 30 juta, kita boleh bangga, tetapi saya sebagai Presiden masih-masih sangat sedih karena masih 50 juta anak-anak dan ibu hamil menunggu. Namun, kita tidak bisa paksakan untuk lebih cepat. Sekarang saja, bisa terjadi penyimpangan. Bayangkan kalau kita paksakan dengan secepatnya mungkin penyimpangan atau kekurangan bisa terjadi lebih dari itu," ujar Presiden.

Data dari Badan Gizi Nasional yang dirilis minggu lalu melukiskan gambaran suram dari "penyimpangan" tersebut. Sepanjang periode Januari hingga September 2025, tercatat ada 70 insiden keamanan pangan, termasuk keracunan, yang berdampak pada 5.914 penerima MBG.

Sebaran kasusnya pun merata di seluruh Indonesia. Wilayah Jawa menjadi yang terparah dengan 41 kasus yang memakan 3.610 korban. Disusul oleh wilayah Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Bali, dan Nusa Tenggara dengan 20 kasus (997 korban), serta wilayah Sumatera dengan 9 kasus (1.307 korban).

Penyebab utama dari puluhan kasus keracunan ini adalah kontaminasi bakteri berbahaya. Hasil uji laboratorium menemukan adanya bakteri E. coli pada air, nasi, tahu, dan ayam.
Selain itu, ditemukan juga Staphylococcus aureus pada tempe dan bakso, Salmonella pada ayam, telur, dan sayur, serta Bacillus cereus pada menu mie. Sumber air yang terkontaminasi bakteri Coliform, PB, Klebsiella, dan Proteus juga menjadi biang keladi.

Baca Juga: JPPI Ungkap 3 Masalah Fundamental Program MBG, Desak Reformasi Badan Gizi Nasional

Load More