News / Metropolitan
Rabu, 01 Oktober 2025 | 16:43 WIB
Suara Ibu Peduli Makan Bergizi Gratis gelar aksi di Monas. (Suara.com/Maylaffayza)
Baca 10 detik
  • Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menuai kritik tajam dari kelompok masyarakat, termasuk Suara Ibu Peduli MBG, yang menilai pelaksanaannya justru membahayakan anak-anak.

  • Data JPPI mencatat lebih dari 8.600 anak di 16 provinsi mengalami keracunan akibat konsumsi makanan MBG, sementara aksi protes di Monas menuntut evaluasi total program.

  • Para ibu-ibu mendesak pemerintah agar fokus pada kualitas, keselamatan, serta penyaluran yang transparan dan adil bagi keluarga miskin.

Suara.com - Makan Bergizi Gratis (MBG), menuai kecaman keras dari berbagai elemen masyarakat, yang menilai pelaksanaannya justru membahayakan anak-anak.

Salah satu kelompok yang paling lantang bersuara, Suara Ibu Peduli Makan Bergizi Gratis, menilai program yang seharusnya mulia ini telah bergeser dari tujuan aslinya.

Dalam aksi gerak warga tolak MBG di kawasan IRTI Monas, Jakarta Pusat, Rabu (1/10/2025), perwakilan Srikandi Indonesia, Rusmarni Rusli, menyoroti kasus keracunan massal yang terjadi di sejumlah wilayah.

"Jangan bungkam suara masyarakat bahwa ada kenyataan 8.000 anak lebih keracunan makanan," tegas Rusmarni.

Menurut data yang dikumpulkan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) hingga 27 September 2025, tercatat 8.649 anak di 16 provinsi mengalami keracunan setelah mengonsumsi makanan dari program MBG.

Para peserta aksi membentangkan poster-poster bernada protes keras, di antaranya berbunyi: "Korban bukan angka! 1 korban = 1 nyawa," dan "Ayah Ibu, Aku diracun MBG," hingga sebutan pedas "Makan Beracun Gratis."

Kritik utama kelompok ini adalah bahwa pemerintah terlalu terfokus pada angka, persentase, dan formalitas seremonial, tanpa mengutamakan kualitas makanan dan keselamatan anak.

"Makan Bergizi Gratis telah bergeser dari program menjadi sekedar proyek," ungkap Rusmarni Rusli.

Ia juga menanggapi pernyataan pemerintah yang menganggap kasus keracunan sebagai persentase kecil.

Baca Juga: Krisis Keracunan MBG, Ahli Gizi Ungkap 'Cacat Fatal' di Dalam Struktur BGN

"Jangan hanya bilang 0,0017% itu hanya sekadar angka, statistik. Tapi itu adalah manusia. Itulah ada anak Indonesia,” kecamnya.

Rusmarni menekankan bahwa setiap anak sangat berharga.

"Satu anak sangat berharga. Siapa tahu calon dari salah satu anak yang keracunan itu adalah calon presiden,” imbuhnya.

Lima Tuntutan: Penyaluran Tunai dan Prioritas Keluarga Miskin

Dalam aksinya, kelompok masyarakat ini menyampaikan lima tuntutan mendasar kepada pemerintah:

  1. Evaluasi total program MBG karena pada akhirya, yang paling penting bukan sekadar angka, melainkan kualitas dan tanggung jawab nyata pemerintah.
  2. Penyaluran MBG dilakukan secara bertahap, dimulai dari keluarga kelas bawah dan menengah.
  3. Prioritas diberikan kepada keluarga di desa-desa dan kawasan miskin perkotaan yang paling rentan terhadap krisis pangan dan gizi.
  4. Mekanisme penyaluran tunai kepada orang tua, dilakukan dengan transparan dan akuntabel, dengan melibatkan komunitas, organisasi perempuan, dan masyarakat sipil sebagai pengawas independen.
  5. Tinjau ulang aspek konstitusi dan HAM Anak bukannya berbasis proyek.

Reporter: Maylaffayza Adinda Hollaoena

Load More