- Polri menetapkan kerugian negara akibat korupsi proyek PLTU 1 Kalbar mencapai Rp1,35 triliun
- Empat orang telah ditetapkan sebagai tersangka, termasuk seorang mantan direktur perusahaan listrik milik negara dan para petinggi perusahaan swasta
- Modus korupsi melibatkan persekongkolan untuk memenangkan tender oleh perusahaan yang tidak memenuhi syarat
Suara.com - Proyek strategis Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat berakhir menjadi skandal korupsi kolosal yang menelan kerugian negara hingga Rp1,35 triliun. Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri menyatakan kerugian ini bersifat total loss karena pembangkit listrik berkapasitas 2x50 megawatt (MW) tersebut hingga kini mangkrak dan sama sekali tidak bisa dimanfaatkan.
Kepala Kortastipidkor Polri, Inspektur Jenderal Polisi Cahyono Wibowo, membeberkan angka fantastis dari kerugian yang dihitung berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) per 22 Juli 2025.
"Total kerugian keuangan negaranya itu Rp1,35 triliun dengan kurs sekarang," kata Inspektur Jenderal Polisi Cahyono Wibowo di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (6/10/2025).
Secara rinci, kerugian tersebut terdiri dari 62.410.523,20 dolar AS (setara Rp1,03 triliun) dan Rp323.199.898.518. Angka ini setara dengan seluruh dana yang telah digelontorkan perusahaan listrik milik negara kepada pihak swasta, KSO BRN, untuk proyek yang gagal total.
"Untuk kontraknya sendiri ini sebenarnya EPCC, yaitu Engineering Procurement Construction Commissioning. Artinya, yang dihasilkan adalah output-nya. Karena output-nya tidak berhasil maka dalam konteks kerugian keuangan negara ini adalah total loss," jelas Cahyono sebagaimana dilansir Antara.
Dalam pengungkapan kasus ini, penyidik telah menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka adalah FM selaku mantan direktur perusahaan listrik milik negara, HK selaku Presiden Direktur PT BRN, RR selaku Direktur Utama PT BRN, dan HYL selaku Direktur Utama PT Praba Indopersada.
Direktur Penindakan Kortastipidkor Polri, Brigadir Jenderal Polisi Totok Suharyanto, memaparkan bahwa kejahatan ini telah dirancang sejak awal. Pada 2008, terjadi persekongkolan untuk memenangkan PT BRN dalam lelang proyek, meskipun perusahaan tersebut tidak memenuhi syarat administrasi dan teknis.
"Selain itu, diduga kuat bahwa perusahaan Alton-OJSC tidak tergabung dalam KSO yang dibentuk dan dikepalai oleh PT BRN," ucap Totok.
Kecurangan berlanjut saat KSO BRN justru mengalihkan seluruh pekerjaan kepada PT Praba Indopersada pada 2009, bahkan sebelum kontrak utama ditandatangani. Celakanya, perusahaan ini juga tidak kompeten mengerjakan proyek sebesar PLTU.
Baca Juga: Jadi Tersangka Korupsi PLTU Kalbar, Kenapa Adik Jusuf Kalla hingga Eks Direktur PLN Tidak Ditahan?
"Dalam hal ini diketahui bahwa PT Praba juga tidak memiliki kapasitas untuk mengerjakan proyek PLTU di Kalbar," ungkap Totok.
Meskipun pekerjaan telah berhenti total sejak 2016 dengan progres hanya 85,56 persen, pembayaran terus mengalir. Akibatnya, negara kehilangan dana dalam jumlah masif untuk proyek yang kini hanya menjadi tumpukan besi tua.
"Akan tetapi, fakta sebenarnya pekerjaan telah terhenti sejak 2016 dengan hasil pekerjaan 85,56 persen sehingga PT KSO BRN telah menerima pembayaran dari perusahaan listrik milik negara sebesar Rp323 miliar dan sebesar 62,4 juta dolar AS," pungkasnya.
Berita Terkait
-
Jadi Tersangka Korupsi PLTU Kalbar, Kenapa Adik Jusuf Kalla hingga Eks Direktur PLN Tidak Ditahan?
-
Halim Kalla Tersangka Korupsi PLTU Rp1,35 Triliun, Kronologi Lengkap Skandal PLN Terkuak
-
Jerat Adik Jusuf Kalla Jadi Tersangka, Polri Usut Dugaan Pencucian Uang Kasus Korupsi PLTU 1 Kalbar
-
Profil Halim Kalla Tersangka Korupsi PLTU: Adik Jusuf Kalla, Pionir Bioskop Digital-Mobil Listrik
-
Halim Kalla Adik JK Tersangka Proyek 'Hantu' PLTU Mempawah, Modus Licik Atur Lelang Terbongkar
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
Sadis! Pembunuh Guru di OKU Ternyata Mantan Penjaga Kos, Jerat Leher Korban Demi Ponsel
-
Gebrakan Menhan-Panglima di Tambang Ilegal Babel Dikritik Imparsial: Pelanggaran Hukum, Tanda Bahaya
-
Otak Pembakar Rumah Hakim PN Medan Ternyata Mantan Karyawan, Dendam Pribadi Jadi Pemicu
-
Dari IPB hingga UGM, Pakar Pangan dan Gizi Siap Dukung BGN untuk Kemajuan Program MBG
-
Menhaj Rombak Skema Kuota Haji: yang Daftar Duluan, Berangkat Lebih Dulu
-
Isu Yahya Cholil Staquf 'Dimakzulkan' Syuriyah PBNU, Masalah Zionisme Jadi Sebab?
-
Siap-siap! KPK akan Panggil Ridwan Kamil Usai Periksa Pihak Internal BJB
-
Bukan Tax Amnesty, Kejagung Cekal Eks Dirjen dan Bos Djarum Terkait Skandal Pengurangan Pajak
-
Menhaj Irfan Siapkan Kanwil Se-Indonesia: Tak Ada Ruang Main-main Jelang Haji 2026
-
Tembus Rp204 Triliun, Pramono Klaim Jakarta Masih Jadi Primadona Investasi Nasional