- Putra mmengatakan kebijakan melalui food estate serta perkebunan skala besar gagal mewujudkan ketahanan pangan.
- Pemerintah sengaja membuat desain “kehancuran”, mengingat proyek di lahan gambut sempat memicu dampak besar pada tahun 1997.
- Menurutnya salah satu contoh nyata adalah kegagalan panen singkong di lokasi food estate yang hasilnya tidak layak konsumsi.
Suara.com - Salah satu anggota Pantau Gambut, Putra Saptian, melontarkan kritik keras terhadap kebijakan pangan pemerintah.
Ia menilai, kebijakan melalui food estate serta perkebunan skala besar gagal mewujudkan ketahanan pangan, dan justru memicu kerusakan lingkungan dan merampas hak-hak petani.
Secara spesifik, Putra menyoroti proyek food estate yang berada di Kalimantan Tengah, dimana dalam hasil studi di penghujung tahun lalu 2024, Pantau Gambut menemukan hanya sedikit area ekstensifikasi program ini yang layak ditanam untuk tanaman pemerintah.
“Kita memantau di tiga kabupaten (di Kalimantan Tengah) yang berada di 30 titik, temuan utama yang kita dapatkan itu hanya 1 persen area ekstensifikasi food estate yang layak ditanami untuk tanaman pertanian,” jelasnya, Rabu (15/10/2025).
Menurut Putra, pemerintah sengaja membuat desain “kehancuran”, mengingat proyek di lahan gambut sempat memicu dampak besar pada tahun 1997.
“Kita mungkin ingat tahun 1997 saat Indonesia dihadapkan atau dilanda oleh kebakaran hutan dan lahan yang sangat hebat karena masifnya konversi lahan gambut di titik yang sama,” ujar Putra, melalui Konferensi Pers, di KeKini Coworking Space, Jakarta Pusat.
Ironisnya, alih-alih melakukan restorasi atau rehabilitasi ekosistem gambut, dan belajar dari kesalahan di masa lalu, Putra menilai pemerintah justru melanjutkan kesalahan ini, dengan melanjutkan proyek yang sama, di tempat, dan dengan pendekatan yang sama.
Tidak hanya secara ekologis seperti masifnya deforestasi dan kegagalan hasil panen, area perencanaan food estate juga dianggap Putra tidak sesuai.
“Selain dampak ekologis, masifnya deforestasi, kegagalan hasil panen, area yang direncanakan di food estate juga tidak sesuai dengan lahan tanaman pertanian untuk tanaman pangan,” kritik Putra.
Baca Juga: DPR RI Resmi Sahkan Pansus Penyelesaian Konflik Agraria, Ini Daftar Anggotanya
Salah satu contoh nyata adalah kegagalan panen singkong di lokasi food estate yang hasilnya tidak layak konsumsi.
“Singkong yang ada di food estate Kalimantan Tengah itu rasanya sangat pahit dan sangat tidak layak dimakan, karena memang jenis tanahnya tidak sesuai dengan komoditas ini,” ucap Putra, lahan gambut ini menurutnya, dipaksa untuk ditanami komoditas panen.
Lebih lanjut, Putra menegaskan bahwa proyek ini lebih didesain untuk kepentingan industri agribisnis daripada petani.
“Ada desain monopoli industri agribisnis, yang dilakukan oleh negara pemberi legitimasi dan di operasionalisasi oleh perusahaan,” tambahnya.
Ia mengklaim bahwa hal ini mengakibatkan munculnya konflik horizontal dan transformasi kelas yang dimana petani menjadi pelaku produksi.
“Proyek food estate di berbagai wilayah telah terbukti terlibat dalam berbagai konflik horizontal, dan juga semacam transformasi kelas yang dimana petani menjadi pelaku produksi, petani malah menjadi guru tani di wilayah atau di sumber kehidupannya sendiri,” tegas Putra.
Berita Terkait
-
Politik Pangan Nasional, SPI Ungkap Dugaan Pelemahan Bapanas Demi Impor
-
Guyonan Dasco: Yang Sukses Selesaikan Masalah Agraria Bisa Jadi Cawapres
-
Terima Keluhan Petani, Pimpinan DPR Janji Dorong Pemerintah Bentuk Badan Reforma Agraria
-
Memastikan DPR Konsisten, KPA Kawal Pembentukan Pansus Penyelesaian Konflik Agraria
-
DPR RI Resmi Sahkan Pansus Penyelesaian Konflik Agraria, Ini Daftar Anggotanya
Terpopuler
- Selamat Datang Elkan Baggott, Belum Kering Tangis Timnas Indonesia
- Pondok Pesantren Lirboyo Disorot Usai Kasus Trans 7, Ini Deretan Tokoh Jebolannya
- Apa Acara Trans7 yang Diduga Lecehkan Pesantren Lirboyo? Berujung Tagar Boikot di Medsos
- 3 Alasan Presiden Como Mirwan Suwarso Pantas Jadi Ketum PSSI yang Baru
- 5 Sepatu Nineten Terbaik untuk Lari, Harga Terjangkau Mulai Rp300 Ribu
Pilihan
-
Harga Emas Melonjak! Antam Tembus Level Rp 2.622.000 di Pegadaian, UBS Ikut Naik
-
Purbaya Mau Turunkan Tarif PPN, Tapi Dengan Syarat Ini
-
Isu HRD Ramai-ramai Blacklist Lulusan SMAN 1 Cimarga Imbas Kasus Viral Siswa Merokok
-
Sah! Garuda Indonesia Tunjuk eks Petinggi Singapore Airlines jadi Direktur Keuangan
-
Gaji Program Magang Nasional Dijamin Tak Telat, Langsung Dibayar dari APBN
Terkini
-
Menhan Sebut Pesawat Tempur J-10 Chengdu Asal China Segera Terbang di Jakarta, TNI Bilang Begini
-
Kasus Tertinggi, 1,9 Juta Warga di Jakarta Terkena ISPA, Cek Segera jika Anda Alami Gejala Ini!
-
Begini Cara Amar Zoni Edarkan Narkoba di Rutan Salemba, Sampai Dipindah ke Nusakambangan!
-
Dioper ke Lapas Super Maximum Security Nusakambangan, Ammar Zoni Berstatus Napi High Risk!
-
Kuasa Hukum PT WKM Nilai Dakwaan Jaksa Lemah, Sengketa Patok Tambang Dinilai Bukan Pidana
-
DPR Soroti Selisih Kerugian Negara Kasus Pertamina yang Diusut Kejagung: Jangan Bikin Publik Bingung
-
Wujudkan Mimpi Anak Bangsa, Pemkot Surabaya Kucurkan Rp71 Miliar untuk Beasiswa Pemuda Tangguh
-
Heboh Ekspresi Dheninda Chaerunnisa Diduga Ledek Pendemo, JJ Rizal: Muda Fisiknya tapi Pikiran Jompo
-
Danantara Pastikan Putra-Putri Bangsa Tetap Jadi Prioritas Untuk Pimpin BUMN, Bukan Asing
-
Sidang Sengketa Tambang Nikel Halmahera Timur, Keterangan Ahli Dinilai Melemahkan Dakwaan Jaksa