- Kasus itu berawal pada 24 Mei 2024, saat MHS dan temannya berada di lokasi tawuran di Jalan Pelican, Deli Serdang
- Arifah menilai penting bagi aparat penegak hukum untuk menempatkan kepentingan terbaik bagi anak sebagai pertimbangan utama dalam setiap proses dan putusan hukum
- Arifah juga mengajak seluruh pihak, termasuk institusi TNI dan lembaga peradilan militer, untuk memperkuat koordinasi dalam penanganan kasus kekerasan terhadap anak agar berjalan secara transparan
Suara.com - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi menyesalkan putusan pengadilan militer terhadap anggota TNI yang dinilai terlalu ringan dalam kasus dugaan kekerasan yang mengakibatkan meninggalnya anak berinisial MHS (16) di Deli Serdang, Sumatera Utara.
Pengadilan militer pada 20 Oktober 2025 menjatuhkan vonis pidana penjara selama 10 bulan dan restitusi Rp12.777.100 kepada pelaku, yang merupakan oknum Bintara Pembina Desa (Babinsa).
Putusan itu jauh lebih ringan dibanding ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara sebagaimana diatur dalam Pasal 76C jo Pasal 80 ayat (3) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
“Setiap bentuk kekerasan terhadap anak adalah tindak pidana yang tidak dapat ditoleransi dan harus diproses secara transparan, adil, dan memberikan efek jera yang setimpal. Tidak ada toleransi bagi pelaku kekerasan terhadap anak,” kata Arifah dalam keterangannya, Minggu (26/10/2025).
Kasus itu berawal pada 24 Mei 2024, saat MHS dan temannya berada di lokasi tawuran di Jalan Pelican, Deli Serdang.
Dalam upaya pembubaran tawuran, MHS diduga tertangkap dan dianiaya oleh oknum Babinsa hingga mengalami luka berat dan meninggal dunia, meski korban diketahui tidak terlibat dalam aksi tawuran tersebut. Ibu korban kemudian melaporkan kejadian itu ke Detasemen Polisi Militer I/5 dengan nomor laporan TBLP-58/V/2024.
Arifah menegaskan, Kemen PPPA menghormati proses hukum yang berjalan, termasuk kewenangan peradilan militer. Namun, ia menilai penting bagi aparat penegak hukum untuk menempatkan kepentingan terbaik bagi anak sebagai pertimbangan utama dalam setiap proses dan putusan hukum.
"Berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, pelanggaran hukum pidana umum semestinya diproses di peradilan umum, bukan peradilan militer,” ucapnya.
Menteri PPPA mendorong Oditur Militer untuk mengajukan upaya banding serta meminta Mahkamah Agung melakukan pengawasan terhadap putusan tersebut melalui mekanisme hukum yang berlaku. Ia menilai langkah itu penting agar putusan hukum memberikan rasa keadilan bagi korban dan keluarganya.
Baca Juga: Tragedi Prada Lucky: Sidang 22 Seniornya Digelar, Sang Ibu Tuntut Keterbukaan
Selain itu, Arifah juga mengajak seluruh pihak, termasuk institusi TNI dan lembaga peradilan militer, untuk memperkuat koordinasi dalam penanganan kasus kekerasan terhadap anak agar berjalan secara transparan, profesional, dan berperspektif korban.
“Kami berkomitmen terus memantau proses hukum kasus ini dan memastikan hak-hak keluarga korban, termasuk pemenuhan restitusi, pendampingan psikologis, dan jaminan atas rasa aman,” ucapnya.
Arifah menegaskan, seluruh anak Indonesia harus terbebas dari kekerasan, khususnya di lingkungan yang seharusnya menjadi tempat aman bagi anak.
Berita Terkait
-
Tragedi Prada Lucky: Sidang 22 Seniornya Digelar, Sang Ibu Tuntut Keterbukaan
-
Airbus A400M Milik TNI AU Akan Bermarkas di Halim
-
Bobon Santoso Ungkap Perjalanan Berbahaya di Papua: Heli Batal Jemput, Dikawal TNI Bersenjata
-
Dari Rifky Balweel hingga Asri Welas, Deretan Bintang Meriahkan Film The Hostages Hero
-
Sekolah Rakyat Libatkan TNI-Polri: Solusi Disiplin atau Justru... ? Ini Kata Mensos!
Terpopuler
- 4 Sepatu Lokal Senyaman On Cloud Ori, Harga Lebih Terjangkau
- 5 Body Lotion Niacinamide untuk Cerahkan Kulit, Harganya Ramah Kantong Ibu Rumah Tangga
- Menguak PT Minas Pagai Lumber, Jejak Keluarga Cendana dan Konsesi Raksasa di Balik Kayu Terdampar
- 5 HP Murah Terbaik 2025 Rekomendasi David GadgetIn: Chip Mumpuni, Kamera Bagus
- 55 Kode Redeem FF Terbaru 9 Desember: Ada Ribuan Diamond, Item Winterlands, dan Woof Bundle
Pilihan
-
Entitas Usaha Astra Group Buka Suara Usai Tambang Emas Miliknya Picu Bencana Banjir Sumatera
-
PT Titan Infra Sejahtera: Bisnis, Profil Pemilik, Direksi, dan Prospek Saham
-
OJK: Kecurangan di Industri Keuangan Semakin Canggih
-
PT Tusam Hutani Lestari Punya Siapa? Menguasai Lahan Hutan Aceh Sejak Era Soeharto
-
Harga Minyak Melonjak: AS Sita Kapal Tanker di Lepas Pantai Venezuela
Terkini
-
Pesan Menag Nasaruddin di Hakordia 2025: ASN Kemenag Ibarat Air Putih, Tercemar Sedikit Rusak Semua
-
Bela Laras Faizati, 4 Sosok Ini Ajukan Diri Jadi Amicus Ciriae: Unggahan Empati Bukan Kejahatan!
-
Mendagri Instruksikan Pemda Evaluasi Kelayakan Bangunan Gedung Bertingkat
-
Kader Jadi Tersangka KPK, Golkar Tak Mau Gegabah: Tunggu Status Terdakwa Dulu
-
Mendagri Ingatkan Pemda Siaga Hadapi Nataru dan Potensi Bencana
-
Greenpeace Sebut 2025 Tahun Kelam, Krisis Ekologis Berjalan Iringan dengan Represi Aparat
-
Adu Nyali di Kalibata: Mata Elang Tewas Dihajar Kelompok Bermobil Saat Beraksi, Satu Kritis
-
Gerak Cepat! BGN Turun Tangan Lakukan Penanganan Penuh Insiden Mobil SPPG di SDN Kalibaru 01
-
Mahfud MD Soroti Rapat Pleno PBNU: Penunjukan Pj Ketua Umum Berisiko Picu Dualisme
-
Gus Yahya Tak Masalah Kembalikan Konsesi ke Pemerintah, Benar Tambang jadi Pemicu Konflik PBNU?