News / Nasional
Selasa, 28 Oktober 2025 | 20:35 WIB
Ilustrasi driver online atau ojol. [Freepik.com/odua]
Baca 10 detik
  • Industri digital, khususnya ride-hailing, menjadi penopang ekonomi nasional
  • Isu utama bukan besaran komisi, tapi pengelolaan dan manfaatnya bagi driver
  • Keseimbangan antara pemerintah, aplikator, dan driver diperlukan

Suara.com - Industri digital kini menjadi penopang utama perekonomian Indonesia.

Pemerintah memproyeksikan nilai ekonomi digital nasional akan tumbuh hingga empat kali lipat dalam lima tahun ke depan, mencapai USD 210–360 miliar atau sekitar Rp5.800 triliun.

Pertumbuhan pesat ini didorong oleh populasi besar, penetrasi internet yang luas, dan kemunculan startup lokal berstatus unicorn.

Menurut Piter Abdullah Redjalam, Ekonom Senior Prasasti, salah satu sektor yang menopang pertumbuhan ekonomi digital adalah layanan on-demand seperti ojek online, taksi online, dan kurir daring.

"Layanan ini tidak hanya menghubungkan pengemudi dan penumpang, tetapi juga menjadi tulang punggung jutaan UMKM yang bergantung pada distribusi cepat dan efisien," ungkap Piter Abdullah.

"Pada 2023, sektor ride hailing tercatat menyumbang Rp382,62 triliun atau sekitar 2% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional," sambungnya.

Masih menurut Piter Abdullah Redjalam, namun, di balik angka yang impresif, muncul polemik lama soal besaran komisi aplikator.

Pemerintah telah menetapkan batas maksimum 20% dengan kewajiban 5% di antaranya dialokasikan untuk kesejahteraan driver.

Meski demikian, sebagian pengemudi masih menilai kebijakan tersebut belum sepenuhnya berpihak pada mereka.

Baca Juga: Jurus Korporasi Besar Jamin Keberlanjutan UMKM Lewat Pinjaman Nol Persen!

Piter Abdullah Redjalam menjelaskan untuk memahami situasi sebenarnya, dua lembaga riset, Tenggara Strategics dan Paramadina Public Policy Institute (PPPI), baru-baru ini melakukan survei terhadap ribuan driver aktif.

Hasil survei Tenggara Strategics, yang melibatkan 1.052 driver di Jabodetabek, menunjukkan bahwa 82% responden lebih memilih potongan 20% dengan orderan tinggi dibandingkan potongan 10% tapi orderan sepi.

Bahkan, dari mereka yang pernah mencoba platform dengan potongan 10%, sebanyak 85% merasa penghasilannya sama saja atau bahkan menurun.

Mayoritas driver (85%) juga tidak keberatan dengan status “mitra” karena mereka menilai fleksibilitas jam kerja jauh lebih penting.

Status pekerja tetap justru dikhawatirkan akan mengurangi kebebasan mereka dalam menentukan waktu kerja.

Temuan serupa muncul dalam survei Paramadina terhadap 1.623 driver di enam kota besar.

Load More