-
KontraS akan menempuh jalur hukum jika Soeharto tetap diberi gelar pahlawan nasional.
-
Pemberian gelar dinilai sebagai upaya melanggengkan impunitas bagi pelanggar HAM berat.
-
Rekam jejak Soeharto dinilai sarat pelanggaran HAM berat dan praktik korupsi masif.
Suara.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyatakan siap menempuh jalur hukum jika pemerintah tetap bersikeras memberikan gelar pahlawan nasional kepada Presiden kedua RI, Soeharto.
Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya, mengatakan bahwa langkah hukum akan menjadi opsi terakhir jika desakan dari masyarakat sipil terus diabaikan.
“Kalau pemerintah tetap meneken keputusan itu, tentu kami akan terus melawan, termasuk lewat mekanisme hukum yang tersedia,” kata Dimas saat berunjuk rasa di depan Kantor Kementerian Kebudayaan, Jakarta, Kamis (6/11/2025).
Menurut Dimas, pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto adalah keputusan politis yang tidak memiliki dasar moral maupun hukum. Ia menuding pemerintah telah mengabaikan aspirasi publik dan justru melanggengkan impunitas bagi pelaku pelanggaran HAM berat.
“Pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto bisa diartikan sebagai upaya cuci dosa atau melanggengkan impunitas oleh pemerintah Republik Indonesia,” tegasnya.
Siap Ajukan Uji Materi ke Mahkamah Konstitusi
Dimas menjelaskan, salah satu langkah hukum yang sedang dipertimbangkan adalah mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Menurutnya, gugatan ini bukan sekadar soal status gelar, melainkan tentang menjaga martabat dan integritas sejarah bangsa.
“Apabila pemerintah meneken usulan ini, maka yang digadaikan adalah martabat bangsa,” ujarnya.
Ia mengingatkan, Soeharto memiliki rekam jejak pelanggaran HAM berat yang belum pernah diselesaikan secara hukum. "Ada sembilan kasus yang telah diselidiki Komnas HAM secara pro justisia dan kesemuanya belum ditindaklanjuti oleh pemerintah," kata Dimas.
Baca Juga: KontraS Ungkap Keuntungan Prabowo Jika Beri Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto
Selain itu, Dimas juga menyoroti praktik korupsi masif yang diduga dilakukan melalui tujuh yayasan yang terafiliasi dengan Soeharto, termasuk Yayasan Supersemar.
Ia menilai pemerintah saat ini seolah sedang berupaya menulis ulang sejarah dan memutihkan catatan kelam era Orde Baru. "Negara sedang menulis ulang sejarah dengan tinta yang gelap," pungkasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Sunscreen untuk Usia 50-an Sebaiknya SPF Berapa? Cek 5 Rekomendasi yang Layak Dicoba
- Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
- 5 Sunscreen Terbaik Harga di Bawah Rp30 Ribu agar Wajah Cerah Terlindungi
- Siapa Shio yang Paling Hoki di 5 November 2025? Ini Daftar 6 yang Beruntung
- 24 Kode Redeem FC Mobile 4 November: Segera Klaim Hadiah Parallel Pitches, Gems, dan Emote Eksklusif
Pilihan
-
6 Kasus Sengketa Tanah Paling Menyita Perhatian di Makassar Sepanjang 2025
-
6 HP Memori 128 GB Paling Murah Terbaru 2025 yang Cocok untuk Segala Kebutuhan
-
4 Rekomendasi Tablet RAM 8 GB Paling Murah, Multitasking Lancar Bisa Gantikan Laptop
-
Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
-
Korban PHK Masih Sumbang Ratusan Ribu Pengangguran! Industri Pengolahan Paling Parah
Terkini
-
Usai dari Cilegon, Prabowo Ratas di Istana Bahas 18 Proyek Hilirisasi Senilai Rp600 Triliun
-
Geger Ekspor Ilegal CPO: 87 Kontainer Disita, Negara Terancam Rugi Ratusan Miliar
-
Lolos Hukuman MKD, Uya Kuya dan Adies Kadir Baru Bisa Aktif Lagi di DPR Tergantung Ini!
-
Viral! Pasangan Pembuangan Bayi di Ciamis Dinikahkan di Kantor Polisi: Biar Bisa Rawat Anak Bersama?
-
Ditugasi Prabowo Berkantor di Papua, Gibran Tak Merasa Diasingkan: Itu Tidak Benar!
-
Sumpah SF Hariyanto: Saya Bukan Pelapor Kasus Gubernur Riau, Kami Sedang Ngopi Saat KPK Datang
-
DPR Batasi Delegasi Buruh, Komisi IX Absen: Ada Apa di Balik Audiensi Kenaika
-
Jusuf Kalla Ngamuk di Makassar: Tanah Saya Dirampok Mafia, Ini Ciri Khas Lippo!
-
'Acak-acak' Sarang Narkoba di Kampung Bahari Jakut, Kos-kosan Oranye jadi Target BNN, Mengapa?
-
Media Asing Soroti Progres IKN, Kekhawatiran soal Lingkungan dan Demokrasi Jadi Perhatian Utama