- Penetapan Marsinah sebagai Pahlawan Nasional bersama Soeharto menciptakan ironi sejarah, mengingat Marsinah adalah korban kekerasan pada masa rezim Orde Baru yang dipimpin Soeharto
- Lebih dari 30 tahun berlalu, kasus pembunuhan brutal terhadap Marsinah masih belum terungkap sepenuhnya, dan dalang utama di baliknya belum pernah diadili
- Marsinah dikenang sebagai simbol keberanian dan perlawanan kaum buruh terhadap represi negara dan ketidakadilan, di mana semangatnya terus dihidupkan oleh para aktivis hingga kini
Suara.com - Sebuah ironi sejarah menyelimuti pengumuman gelar Pahlawan Nasional terbaru oleh Presiden Prabowo. Di antara 10 tokoh yang geehormati, nama Marsinah, aktivis buruh yang menjadi simbol perlawanan, kini bersanding dengan Soeharto, presiden yang rezimnya kerap dikaitkan dengan kematian tragisnya.
Keputusan ini memicu perdebatan tajam di kalangan publik dan aktivis. Pasalnya, Marsinah ditemukan terbunuh secara brutal setelah memperjuangkan hak-hak pekerja pada masa Orde Baru, sebuah era yang dipimpin oleh Soeharto dengan cengkeraman militer yang kuat. Kematian Marsinah selalu menjadi noda kelam yang tak terpisahkan dari rezim tersebut.
Lebih dari tiga dekade telah berlalu, namun kasus pembunuhan Marsinah masih menjadi misteri yang menyisakan luka mendalam. Buruh perempuan pemberani dari PT Catur Putra Surya (CPS), Sidoarjo, itu ditemukan tewas pada 8 Mei 1993 di sebuah hutan di Nganjuk, dengan tanda-tanda penyiksaan berat di sekujur tubuhnya.
Perjuangan Berujung Maut di Bawah Represi Orde Baru
Marsinah dikenal sebagai sosok muda yang tak kenal takut dalam menyuarakan keadilan bagi kaum buruh. Ia adalah motor penggerak aksi mogok kerja yang menuntut kenaikan upah sesuai surat edaran Gubernur Jawa Timur pada tahun 1993. Perjuangannya adalah representasi suara para pekerja yang terbungkam di bawah tekanan rezim.
Namun, perjuangan itu harus dibayar mahal. Aksi buruh yang ia pimpin dibubarkan secara paksa oleh aparat militer. Sejumlah rekan kerjanya diinterogasi dan dipaksa menandatangani surat pengunduran diri. Beberapa hari setelah kejadian itu, Marsinah menghilang, hingga akhirnya ditemukan tak bernyawa.
Hasil autopsi mengungkap kekejaman yang tak terbayangkan; ia mengalami kekerasan fisik dan seksual yang sadis sebelum akhirnya dibunuh. Dugaan keterlibatan aparat negara di bawah rezim Soeharto menguat, mengingat Orde Baru dikenal sangat keras dalam menindak setiap bentuk perlawanan, terutama dari kalangan buruh dan aktivis.
Laporan-laporan dari lembaga hak asasi manusia (HAM) secara konsisten menyebut kasus Marsinah sebagai cermin brutalitas negara terhadap pekerja di masa itu. Pemerintah dituding menutup-nutupi fakta dan merekayasa proses hukum demi menjaga citra "stabilitas nasional" yang menjadi doktrin utama kekuasaan Soeharto.
Meskipun sempat ada proses pengadilan, para terdakwa yang diajukan akhirnya dibebaskan karena dianggap tidak cukup bukti. Sementara itu, dalang intelektual di balik pembunuhan keji ini tak pernah tersentuh oleh hukum, membiarkan keadilan bagi Marsinah menggantung hingga hari ini.
Baca Juga: Komnas Perempuan Usulkan Empat Tokoh Wanita Jadi Pahlawan Nasional
Setiap tanggal 8 Mei, berbagai kelompok buruh, aktivis, dan mahasiswa memperingati Hari Marsinah. Ia dikenang bukan sekadar sebagai korban, tetapi sebagai martir dan simbol abadi perlawanan terhadap ketidakadilan.
Marsinah telah tiada, namun semangatnya terus menyala, menjadi pengingat bahwa perjuangan untuk keadilan tidak akan pernah padam, bahkan ketika dibayangi oleh kekuasaan yang represif.
Berita Terkait
-
Profil Sarwo Edhie Wibowo: Mertua SBY yang Diberi Gelar Pahlawan Nasional
-
Komnas Perempuan Usulkan Empat Tokoh Wanita Jadi Pahlawan Nasional
-
Hanya 8 Persen Perempuan Jadi Pahlawan Nasional, Komnas Perempuan Kritik Pemerintah Bias Sejarah
-
Kisah Rahmah El Yunusiyyah: Pahlawan Nasional dan Syaikhah Pertama dari Universitas Al-Azhar
-
Momen Prabowo Pimpin Ziarah Nasional dan Renungan Suci Hari Pahlawan
Terpopuler
- 4 Mobil Bekas 50 Jutaan Muat 7-9 Orang, Nyaman Angkut Rombongan
- Daftar Mobil Bekas yang Harganya Paling Stabil di Pasaran
- Pandji Pragiwaksono Dihukum Adat Toraja: 48 Kerbau, 48 Babi, dan Denda 2 Miliar
- 7 Parfum Wangi Bayi untuk Orang Dewasa: Segar Tahan Lama, Mulai Rp35 Ribuan Saja
- 3 Pelatih Kelas Dunia yang Tolak Pinangan Timnas Indonesia
Pilihan
-
Purbaya Gregetan Soal Belanja Pemda, Ekonomi 2025 Bisa Rontok
-
Terjerat PKPU dan Terancam Bangkrut, Indofarma PHK Hampir Seluruh Karyawan, Sisa 3 Orang Saja!
-
Penculik Bilqis Sudah Jual 9 Bayi Lewat Media Sosial
-
Bank BJB Batalkan Pengangkatan Mardigu Wowiek dan Helmy Yahya Jadi Komisaris, Ada Apa?
-
Pemain Keturunan Jerman-Surabaya Kasih Isyarat Soal Peluang Bela Timnas Indonesia
Terkini
-
Terungkap! Sebelum Ledakan di SMAN 72, Pelaku Tinggalkan Pesan Misterius di Dinding Kelas
-
Apa Risiko Pemberian Gelar Pahlawan kepada Soeharto?
-
KPK Soal Kasus Whoosh: Ada yang Jual Tanah Negara ke Negara
-
Komnas Perempuan Usulkan Empat Tokoh Wanita Jadi Pahlawan Nasional
-
Pemprov DKI Bakal Ganti Nama Kampung Ambon dan Bahari, Stigma Negatif Sarang Narkoba Bisa Hilang?
-
Hanya 8 Persen Perempuan Jadi Pahlawan Nasional, Komnas Perempuan Kritik Pemerintah Bias Sejarah
-
Kisah Rahmah El Yunusiyyah: Pahlawan Nasional dan Syaikhah Pertama dari Universitas Al-Azhar
-
Panggil Dasco 'Don Si Kancil', Prabowo Ingatkan Kader: Manusia Mati Meninggalkan Nama
-
Rektor IPB Arif Satria Resmi Jadi Nakhoda Baru BRIN, Babak Baru Riset Nasional Dimulai
-
Dasco Ungkap Ultimatum Prabowo dari Hambalang: Sikat Habis Kader Korup!